Anya terlihat gusar. Malam sudah menampakan warnanya. Tapi ia belum juga sampai di rumah mertuanya.
"Bisa lebih cepat sedikit pak ?" tanya Anya pada sopir taxy.
" maaf nona. Jalanan licin dan juga masih hujan. Mohon anda bersabar." jawab sopir taxy.Anya mengambil nafas dalam dan menghembuskannya kasar. Ia sudah di landa bosan. Pasalnya ia sudah kurang lebih satu jam berada di dalam taxy, di jalanan dengan di guyur hujan deras.
*****
" maaf aku terlambat. Jalanan macet dan juga licin." ucap Anya ketika ia sudah tiba di rumah mertuanya.
" tidak apa-apa sayang. Gantilah baju mu. Nanti kau masuk angin." ucapnya khawatir melihat Anya yg tengah basah kuyup karena bersi keras untuk berlari menuju rumah mertuanya. Mengabaikan ucapan sopir taxy yg mencoba untuk membujuknya agar masuk kembali ke dalam taxy.
Anya tersenyum hangat dan menganggukan kepalanya.
Anya membuka pintu kamar yg dulu sering ia tempati dengan suaminya jika menginap di rumah mertuanya.
Ia melangkahkan kaki nya perlahan menuju ke arah ranjang.
Anya menatap sekitar ruangan dengan mata yg berkaca. Tak terhitung berapa banyak kisah kasih yg ia tinggalkan bersama dengan almarhum suaminya.
Anya membuka gorden yg menutup jendela besar yg berada dikamarnya. Ia menatap langit malam yg di guyur hujan di balik jendela itu.
Anya menyentuhnya perlahan. Menyisir bayangan suaminya yg seolah ada di depan matanya.
Air matanya kembali menetes saat ia kembali mengenang kenangan manis bersama dengan suaminya.Anya merasakan seseorang tengah berdiri di belakangnya.
Ia pun membalikan tubuhnya dan menatap orang itu dengan alis yg berkerut.
" Alvin ?" hanya satu kata itu yg mampu meluncur di bibirnya.Alvin mendengus dan menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.
" apa yg kau lakukan ?!" tanya nya dengan mimik wajah meledeknya.Anya mengerutkan dahinya. Anya memang tau jika Alvin adalah satu-satunya laki-laki yg sering membuatnya kesal. Namun ia tidak pernah sedikit pun menunjukan nya pada Alvin.
" ak..aku....."" meratapi nasib mu hemp?!"tanya nya ketus.
Anya di buat bingung dengan pertanyaan Alvin. Adik iparnya ini tidak pernah sekali pun bersikap tidak sopan padanya seperti sekarang ini." aku akan mengganti bajuku. Pergilah." ucapnya dengan nada yg tenang.
Alvin berdecak. Saat Anya menyuruhnya untuk pergi. Lalu ia menyunggingkan senyum sinis pada Anya.
" kau pikir ini rumahmu ? Coba kau ingat-ingat. Sudah berapa lama kau tidak tidur di kamar ini ?! Memangnya baju mu masih ada disini ?!" tanya Alvin dengan nada sinis.Jika dipikir-pikir memang sudah sangat lama ia tidak tidur di rumah ini. Tapi Anya dan Aldo selalu menyimpan baju ganti di dalam lemari untuk berjaga-jaga jika suatu hari nanti ia menginap disini.
Anya menatap Alvin yg seolah meremehkannya. Lalu ia bergegas melangkahkan kakinya menuju lemari besar dan membukanya.
Kosong.
Lemari itu kosong.
Tidak ada satu pun baju miliknya atau milik Aldo.
" tidak mungkin !" gumamnya pada diri sendiri.
" kenapa ? Terkejut ?!" Anya membalikan tubuhnya untuk menatap Alvin.
" apa maksud semua ini ?!" tanya Anya dengan suara yg tertahan.
Alvin melangkahkan kakinya perlahan, hingga jaraknya dengan Anya tinggal selangkah lagi.
"Semenjak kak Aldo meninggalkan rumah ini. Ia sudah membawa semua barang-barangnya. Tanpa ada yg tersisa satu pun."
" apa maksud mu ?! Kami hanya pindah rumah agar kami lebih mandiri." pekik Anya.
" benarkah ?!" tanya Alvin memastikan.
" tentu saja. Memang karena apa lagi ?!"
" apa kau yakin. Bukan karena kau ?" tanya Alvin memastikan jika yg di katakan Anya benar.
Anya di buat ngeri dengan tatapan Alvin. Entah kenapa jantungnya berdebar cepat saat menatap matanya. Bahkan ia merasakan kakinya sedikit melemas.
" apa ada alasan lain. Karena setahuku. Kami pindah rumah. Bukan meninggalkan rumah." Anya merasakan suaranya tercekat di tenggorokan. Ia juga merasakan matanya sedikit memanas.
" aku pikir. Kau cukup bodoh untuk bersikap polos seperti ini." Alvin melangkahkan kakinya. Ia pergi meninggalkan Anya yg masih berdiri mematung di tempatnya.
" sebaiknya kau cepat pergi dari sini." Ucapnya lalu menghilang di balik pintu.
*****
Miranda. Ibu mertua Anya. Menatap menantunya yg berjalan perlahan menghampirinya. Ia menyipitkan matanya agar dapat melihat dengan jelas menantunya.
" apa yg kau lakukan ? Kenapa kau belum mengganti pakaianmu ?!" tanya Miranda.Anya menatap Miranda dengan berurai air mata. Miranda menatap Anya dengan dahi berkerut.
" apa yg terjadi ?" ia bertanya sambil memeluk erat tubuh Anya dalam dekapannya.Anya semakin terisak sampai tubuhnya bergetar di pelukan sang ibu mertua. Pelukan yg selalu ia berikan jika Aldo terlambat pulang. Atau ia sedang pergi ke luar kota dalam waktu yg lama.
Miranda merasakan tubuh Anya mulai tenang. Ia melepaskan pelukannya dan menatap Anya lekat.
" katakan padaku ada apa ?" tanya nya lembut." tidak ada ibu. Hanya saja aku teringat Aldo. Aku masih menginginkannya di sampingku." ucapnya disela-sela isakannya.
" tabahkan hatimu nak. Biarkan dia tenang disana. Raih lah kebahagiaanmu Aldo akan senang jika melihatmu bahagia." ucapnya tulus.
Anya merasa lega dengan ucapan Miranda. Ia merasa jika yg diucapkan Alvin sepertinya salah. Miranda masih menyayanginya dan juga Aldo.
*****
Hai... Ini cerita pertamaku di wattpad.
Curhat dikit yah...hihi
Awalnya ragu buat publis cerita ini karena satu dan lain hal. Tapi nyoba-nyoba deh.
Dengan niat pengen tau gimana tanggapan pembaca kasih komen ato gak ya ??!?!😅Ternyata emang gada komen ato vote ...😭😭😭 Ngedown siiiiiihhh... Gak semangat juga buat nerusin.
Tapi ya sudah lah, yg penting aku udah nyoba. Buat apa di permasalahkan.
Buat yg udah pernah baca cerita ku ini... Bisa gak kasih komen sma vote nya buat liat aja gimana respon x an sama karya ku sebelum di lanjut...
Makasih buat yg udah baca semoga hasilnya tidak mengecewakan...
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang
Non-FictionHarusnya aku tau , jika selama ini dia tidak pernah menganggap ku ada. Harusnya aku mengerti bahwa yang di inginkan nya bukan lah aku. Mungkin takdir sudah mengingatkanku untuk tidak berharap memilikinya. Tapi takdir juga telah mempermainkan ku ke...