Hujan mengguyur bumi begitu deras. Seolah memberikan bela sungkawa atas kematian suamiku.
Sudah hari ke tujuh semenjak meninggalnya Aldo. Tapi langit tak kunjung memperlihatkan sinarnya. Hanya sesaat langit kan terlihat cerah namun, sesaat kemudian ia kan kembali mengguyur bumi.
Aku berdiri tepat di depan jendela. Tempat favorit ku dan Aldo.
Aku masih tidak percaya. Aldo pergi meninggalkan ku sendirian disini. Di hari peringatan ultah pernikahan kami yg ke satu tahun.
Hadiah yg Aldo siapkan untukku masih aku simpan. Sebuah liontin yg sangat indah.
Tidak ada kata-kata terakhir dari Aldo untukku. Selain percakapan kami yg terpotong saat kejadian.
Tok...tok...tok...
Di hujan seperti ini siapa yg datang ?!
Aku segera pergi menuju ruang tengah. Untung saja rumah ku tidak terlalu besar. Jadi tidak banyak waktu yg aku gunakan untuk membuka pintu depan.
Saat ku buka pintu. Seorang pemuda yg umurnya tidak lebih tua dari Aldo sedang berdiri di depan pintu. Baju nya basah dan dia menatap ku dengan tatapan sinis.
Dia adalah Alvin adik suamiku Aldo.
" masuklah !"" tidak. Aku hanya sebentar. Kebetulan lewat." ucapnya yg terus menatapku tanpa berkedip. Matanya menatap tajam ke arahku, dan itu membuatku tidak nyaman.
Aku merasa sedikit risih di tatap dengan tatapan seperti itu. Aku pun membuang muka ke sembarang arah. Mencoba untuk melerai rasa canggungku di hadapannya.
" ibu bilang datang lah besok sore""Ada apa ?"
" tidak tahu. Hanya itu yg dia katakan." aneh. Jika hanya sebuah obrolan biasa beliau bisa menelpon ku. Tidak perlu repot-repot menyuruh Alvin kesini hujan-hujan." baiklah. Tapi mungkin agak terlambat. Karena besok aku harus pergi ke suatu tempat."
Alvin hanya menganggukan kepalanya lalu pergi.Jika dipikir-pikir Alvin memang memiliki karir yg cemerlang dari pada Aldo. Tapi di lihat dari sudut mana pun Aldo jauh memiliki hati dari pada Alvin.
*****
Alvin POV
Malam mulai menampakan wajahnya. Tapi bulan belum juga muncul.
Aku berdiri di balkon kamarku. Biasa nya aku akan menatap bulan yg indah bersinar di tengah gelap malam. Namun entah kenapa, malam ini aku masih tidak bisa menutup mataku untuk tidur.
Wajah sendunya masih selalu terbayang dalam pikiranku. Memang sangat kasihan. Mengingat mereka baru saja menikah selama satu tahun. Namun takdir memisahkan mereka dengan cara yg tragis.
Anya. Dia adalah kakak iparku. Memang umur nya jauh lebih muda dariku. Tapi dia adalah istri Aldo. Itu berarti dia adalah kakaku.
Wajah sedih nya saat pemakaman Aldo masih aku ingat dengan jelas. Betapa terpukulnya dia saat jasad Aldo dikebumikan.
Belum lagi wajah orientalnya selalu terlihat cantik meski penuh dengan air mata.
Tok...tok...tok....
" masuklah."
Seseorang memasuki kamarku." apa kau sudah mengatakannya ?"
" ya bu. Dia bilang akan datang. Tapi agak terlambat."
" bagus lah.!"Aku menatap ibuku yg juga menatap serius ke arah ku. Aku tidak bisa mengartikan tatapannya padaku.
" apa kau sudah memiliki jawaban mu ?!"
" bu apa tidak bisa...."" tidak. Aku tidak ingin mengambil resiko dengan menerima wanita jalang mu itu di rumahku." pekik ibu ku.
" bu nama nya Sela. Bukan wanita jalang. Dan dia bukan wanita jalang seperti yg ibu pikirkan."
" oh ya ?! Lalu wanita seperti apa yg tinggal satu rumah dengan laki- laki yg bukan suaminya ?"
" tolong hntikan pembicaraan ini. Aku tidak mau membahasnya."
" tak masalah untukku tidak membicarakan wanita jalang itu. Asalkan kau mau manerimanya."" baiklah bu. Aku bersedia menerima jawaban apapun darinya. Meski dia menolak atau menerima perjodohan ini. Dan jika dia menolaknya. Ibu jangan menghalangiku untuk menikahi Sela."
Ibu tidak menjawabnya atau merespon dengan anggukan seperti biasanya. Dia hanya berdecak dan pergi meninggalkan kamarku.
Aku lelah. Sangat lelah. Bukan karena aku terus bekerja siang dan malam, atau berlari sejau 105km. Tapi aku lelah dengan ke inginan konyol ibuku yg ingin aku menikahi Anya. Kakak ipar ku.
Aku harap Anya akan menolak perjodihan ini. Aku benar-benar tidak ingin menikahinya.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Turun Ranjang
Non-FictionHarusnya aku tau , jika selama ini dia tidak pernah menganggap ku ada. Harusnya aku mengerti bahwa yang di inginkan nya bukan lah aku. Mungkin takdir sudah mengingatkanku untuk tidak berharap memilikinya. Tapi takdir juga telah mempermainkan ku ke...