rasa penasaran

46 19 19
                                    

"Kamu benar-benar berani meninggalkan Desa Shaula, Xaviera. Apakah kamu tidak khawatir Ibumu sendirian di sana?" ujar Bibi Petunia. Wanita paruh baya bercelemek putih itu berbicara selagi menyiapkan sarapan pagi.

Xaviera mendengkus pelan seraya mencicipi kuah sup jamur buatan Bibi Petunia-adik dari Maylinda yang tinggal di Desa Aquila. Dirinya agak malas membahas soal kekhawatiran. Karena tekadnya telah diberi restu dan tidak bisa terelakan hanya karena ragu.

"Tsk. Sudah kubilang, aku tidak akan mengubah pikiran ketika niatku sudah bulat. Aku hanya ingin melakukan sesuai keyakinanku saja, Bi," jawabnya setengah lesu.

Asal kalian tau, Xaviera rela merantau jauh sampai ke Pulau Venatici untuk mencari kekuatan apa yang dimiliki serta membalaskan dendam. Apabila beberapa orang kurang mendukungnya, dia tidak peduli. Karena tujuannya bukan menuruti keinginan orang lain, tetapi fokus pada satu tujuan utama.

Bibi Petunia mengusap pelipisnya yang mulai dipenuhi peluh, kemudian mendekati Xaviera yang terduduk menikmati sarapan. Senyumannya mengembang penuh arti.

"Baiklah. Apa pun keputusanmu, aku yakin akan berhasil. Bibi hanya berpesan saja, ketika kamu resmi menjadi salah satu siswa di Menkalinan, kamu harus tetap mawas diri. Kamu tau, kan, sekolah sihir itu dipenuhi oleh kutukan?"

Anggukan kepala menjadi jawaban mantap dari Xaviera, meskipun kerap kali tekadnya terhalau oleh percikan ragu yang hadir tanpa sengaja. Mengingat, kutukan dan kekelaman Menkalinan School bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Belum lagi, soal ular besar bernama Hydra yang muncul di malam hari, lalu memangsa banyak penyihir.

Xaviera mendadak melamun, hingga Bibi Petunia mengguncang tubuhnya, lalu terkekeh. "Ada apa, Xaviera? Kenapa malah melamun? Jangan bilang kamu--"

"Tidak! Tidak ada apa-apa. Aku tidak melamun, hanya merenung dan penasaran. Seperti apa Menkalinan School itu," jawab Xaviera dalam satu kali tarikan napas. Gadis itu hanya takut tidak bisa memenuhi ekspetasinya sendiri.

"Tenang. Sore ini kita akan berkunjung ke sana bersama Paman Frans menaiki kereta kuda, lalu bertemu seorang yang kukenal untuk menjelaskan beberapa soal Menkalinan."

Mendengar itu, ada semburat bahagia terukir di wajah Xaviera. Kedua pipinya terangkat, membentuk gumpalan bulat seperti bola. "Aku sungguh tidak sabar, Bi." Lalu, Xaviera melanjutkan santapan sup hangatnya yang mulai dingin. Serta, semangkuk nasi merah, telur gulung, dan kerupuk kentang dia lahap bergantian

Kamu akan menemukan banyak rahasia di sana Xaviera, ucap Bibi Petunia dalam hatinya.

***

Tepat tiga hari yang lalu, Xaviera berhasil memijakan kedua kaki ke pulau seberang bernama Venatici. Tempatnya sekolah sihir Menkalinan dan Desa Aquila. Menaiki kapal, kemudian terombang-ambing di lautan lepas yang konon menyimpan naga air ganas berseliweran pada kedalaman tertentu. Tetap saja, semua itu tidak menghalau Xaviera untuk melanjutkan tujuan utamanya.

Beruntung, ada Bibi Petunia tinggal dan menetap selama bertahun-tahun di Desa Aquila. Walaupun keluarga lainnya kebanyakan memilih tinggal di Desa Shaula, termasuk Maylinda.

Sejak tadi, kedua mata Xaviera terus menatap pemandangan hiruk pikuk Desa Aquila. Ada beberapa orang sedang menarik gerobak berisi tumpukan berbagai jenis buah-buahan. Ada dua anak kecil saling berlarian sambil memegang kincir angin sederhana yang terbuat dari kertas daur ulang. Termasuk Bibi Petunia tampak berjalan bersama seorang lelaki paruh baya, entah siapa, mungkin Paman Frans.

 Termasuk Bibi Petunia tampak berjalan bersama seorang lelaki paruh baya, entah siapa, mungkin Paman Frans

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HYDRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang