Xaviera menghela napas pelan. Kedua matanya masih setia menatap gemerlap malam akibat disinari purnama dari jendela asramanya. Dia memikirkan kejadian. Di depan perpustakaan sekolah. Bersama Altair, keduanya melihat ular besar meliuk. Binatang melata bersisik tajam. Katanya, itu adalah Hydra.
"Kamu tidak tidur Xaviera? Ada apa? Daritadi kamu terus melamun." Lunar sedang membereskan pakaian dan barang miliknya ke dalam lemari kecil samping tempat tidur. Melihat teman sekamarnya hanya diam. Tidak terlihat akan beranjak dari tempatnya menatap malam yang semakin larut, dia khawatir. Takut, Xaviera akan begitu sampai pagi, lalu mengantuk dan ketiduran di kelas.
Xaviera menoleh ke arah Lunar. Gadis itu telah selesai membereskan barang-barang, kemudian naik ke atas tempat tidur. Tidak lupa menyelimuti dirinya sendiri.
"Sebentar lagi, Lunar. Kalau kamu mau tidur lebih dulu, silakan. Aku akan menyusul setelah puas melamun."
Terdengar Lunar terkekeh. Dia menyandarkan punggung pada bantal yang ditumpuk. "Melamun kenapa, Xavier? Apa yang kamu pikirkan? Barangkali aku bisa membantu memecahkan masalahmu," ujar Lunar berbaik hati.
Belum langsung menjawab, Xaviera menutup gorden lebih dulu, lalu dia duduk di tepian tempat tidur. Berhadapan langsung dengan Lunar. Dia menatap arah lantai. Bingung ingin memulai cerita dari mana.
"Apa kamu tau soal Hydra?" tanya Xaviera, setelah beberapa detik memikirkan dengan matang tentang apa yang ingin ditanyakan.
Lunar menegakan tubuhnya, lalu menoleh ke arah Xaviera. Sorot matanya penuh arti.
"Tadi, setelah selesai kelas, aku tidak sengaja melihatnya di depan perpustakaan," imbuh Xaviera lagi tanpa menunggu Lunar merespons.
Lunar berdeham. "Aku tidak tau banyak, yang jelas Hydra adalah makhluk jahat."
"Kenapa jahat? Apakah dia benar melukai seorang penyihir berdarah campuran demi menghilangkan kutukan yang ada pada dirinya, Lunar?" Xaviera ingin tahu lebih banyak.
Dengkusan napas terdengar. "Aku dengar dari beberapa orang kalau Hydra memang mencari mangsa, agar dia kembali menjadi manusia lagi," jelas Lunar, lalu dia kembali ke posisi semual. Punggungnya disandarkan. Kini, kedua matanya menatap langit-langit kamar.
Tinggallah Xaviera masih merenung atas jawaban teman sekamarnya barusan. Dia rasa rumor tentang Hydra yang sempat dia dengar, lalu jawaban Lunar adalah sama seperti apa yang dia dengar. Xaviera tau kalau Hydra benar-benar mengincar penyihir berdarah campuran seperti dirinya. Apakah itu salah satu alasan kenapa Altair melindungi dirinya?
Sedetik kemudian, Xaviera menjatuhkan punggungnya ke atas tempat tidur. Kedua tangannya diletakan ke atas perut. Dia memejamkan mata. Lambat laun alam bawah sadar menyambutnya.
***
"Selamat pagi, Xaviera!" Altair telah berdiri di ujung lorong dekat asrama putri. Xaviera langsung berlari mendekati lelaki muda yang telah rapi memakai seragam sekolah.
Xaviera tersenyum tipis. "Pagi. Sejak kapan kamu di sini, Altair? Kenapa kamu tidak langsung ke kelas saja?"
"Hu'um, kebetulan aku ingin ke kelas bersamamu, Xaviera. Apa tidak boleh begitu?" Altair mengembangkan senyumnya, lebih lebar dari sebelumnya. Daripada berdebat, Xaviera mengiyakan saja. Keduanya pun berjalan bersama.
Tidak ada pembicaraan lagi. Xaviera memilih diam. Namun, sesekali kedua matanya melirik ke arah Altair. Dia ingin mengatakan sesuatu.
"Ada apa?" Nyatanya, Altair malah menyadari kegelisahnya. Mau tidak mau Xaviera menghentikan langkahnya, baru melontarkan apa yang dia rasakan.
"Aku tidak butuh perlindungan dari siapa pun, kalau itu hanya membuatku melemah, Altair. Aku ke Menkalinan ingin belajar memahami sihir dan kekuatanku sendiri. Aku punya tujuan ke sini," jelas Xaviera panjang lebar. Kalimatnya penuh penekanan. Altair masih diam, dia menunggu Xaviera menyelesaikan semuanya.
"Dan, soal Hy-hydra kemarin .... " Kalimatnya menggantung, Xaviera mengirup oksigen dalam-dalam. Hendak berbicara lagi, Altair menariknya dalam dekapan. Pemuda itu memeluk Xaviera.
"A-altair...."
"Aku akan tetap melindungi, Xaviera. Bagaimana pun itu. Entah, kamu akan menolaknya atau bahkan kurang setuju, aku akan tetap pada pendirianku."
Altair makin mengencangkan dekapannya. Sedangkan Xaviera hanya diam tanpa membalas.
"Aku tidak mau kehilangan siapa-siapa lagi. Terutama orang yang kusayangi."
KAMU SEDANG MEMBACA
HYDRA [TERBIT]
FantasyKalau bukan karena kematian sang ayah, Xaviera Ronelya Queen tidak akan nekat bersekolah di Menkalinan School, sebuah sekolah sihir yang menyimpan banyak rahasia kelam dan kutukan. Hanya sekolah itulah yang bisa membantu Xaviera menemukan kekuatan...