pijakan pertama

35 11 12
                                    

Untuk pertama kali, kedua kaki Xaviera berpijak di depan gerbang hitam yang menjulang tinggi. Dia hanya bisa melongo saking terpukaunya soal apa yang ada di hadapannya sekarang. Lamat, Xaviera bisa melihat banyak dedaunan kering yang sengaja tidak dibersihkan dan dibiarkan berserakan seolah digunakan sebagai jalanan setapak menuju pintu masuk utama kastil sekolah nantinya.

Bersama Paman Jack, Xaviera dibantu membawa barang bawaan. Satu tas kecil dan koper besar. Debaran jantungnya mendadak kurang terkendali. Tidak bisa dipungkiri, gadis bermanik hitam kecokelatan itu telah menunggu sejak lama. Menunggu keinginannya terwujud untuk bersekolah di Menkalinan School.

Layaknya orang asing, kehadiran Xaviera sebagai penghuni baru mengalihkan atensi banyak pasang mata mengikuti langkahnya. Ada yang melirik tajam, berbisik, kemudian terang-terangan bertanya. Lantas, Xaviera tentu langsung menjawabnya tanpa menyinggung.

"Kamu siswa baru, ya?" Seorang siswa berjubah kecokelatan menutupi seragam sekolahnya bertanya pada Xaviera tanpa menunjukan ekspresi apa pun. Hanya dahinya yang sedikit berkerut.

"Iya, salam kenal. Maaf, aku harus pergi dulu. Lain kali kita berbincang lagi, ya?" Tergesa, Xaviera berlari kecil mengikuti Paman Jack yang telah berjalan jauh darinya. Meninggalkan acara perkenalan yang terlalu singkat itu.

Paman Jack masuk lebih dulu ke sebuah ruangan, sepertinya itu ruang kelas. Terdapat ukiran tulisan di papan gantung dekat pintu masuk. Terbaca 'kelas beracun'.

"Unik juga namanya, ya," gumam Xaviera selagi sudut bibir kirinya terangkat.

Selesai menatap cukup lama papan gantung itu, Xaviera beralih pada Paman Jack yang memberi sedikit sambutan dan beberapa menit kemudian, dia memerintah Xaviera untuk ikut ke dalam kelas.

Hening, hampir saja Xaviera terbawa oleh suasana kelas yang mendadak sepi akan kehadirannya. Dia menarik napas panjang lebih dulu, setelahnya baru mulai memperkenalkan diri.

"Saya Xaviera Ronelya Queen. Terserah kalian mau panggil aku apa, yang penting jangan panggil aku untuk mati," kekeh Xaviera bermaksud mencairkan suasana. Namun, akal-akalannya itu sepertinya gagal. Tidak ada yang terbawa tawa.

Xaviera berdeham. "Sekali lagi, salam kenal semuanya," imbuhnya, lalu melangkah mundur dan berdiri sejajar dengan Paman Jack yang melempar senyum ke arahnya.

"Xaviera akan menjadi salah satu bagian dari kelas ini. Kelas kalian. Kelas Aquarius. Tolong ajari, bimbing, dan bertemanlah dengan gadis cantik yang ada di sampingku. Kuyakin kalian tidak akan menyesal," ucap Paman Jack.

Barulah, beberapanya ada yang menghela napas panjang, melempar senyum, bahkan ada yang ingin mengumpat. Suasana mencair seketika. Xaviera merasa malu karena candaanya terasa tidak lucu tadi, tetapi tak mengapa, sebab di sudut kanan belakang, ada satu senyuman tulus milik seorang pemuda berambut gondrong hadir tanpa diminta. Arah netranya terus mengarah lurus ke Xaviera sejak tadi.

"Kuucapkan selamat datang sepenuh hati," gumamnya.

***

Tiga cangkir teh chamomile telah dihidangkan di atas meja bulat warna putih. Seorang wanita muda tersenyum lebar menyambut kehadiran gadis keriting dengan pria paruh baya di sebelahnya. Xaviera pun menunduk seraya memberi hormat.

"Selamat datang! Silakan duduk, lalu jangan lupa cicipi teh buatanku ini. Kalau kurang gulanya, tolong jangan segan untuk bilang padaku, ya."

Tampaknya, wanita itu adalah pribadi yang hangat, ramah, dan penuh keceriaan. Itu hanya dugaan Xaviera saja. Dia selalu menanamkan pemikiran positif, apabila bertemu hal-hal baru.

Setelah dipersilakan, Xaviera dan Paman Jack duduk di sofa panjang empuk yang ada di ruangan itu.

"Bunda Angeline, kenalkan ini Xaviera. Ponakan saya, sekaligus siswa baru yang cantik." Selalu saja, Paman Jack bisa membawa suasana menjadi penuh canda. Gelak tawa pun terdengar dari ketiga orang yang duduk sambil menikmati teh dengan caranya masing-masing. Xaviera mengaduk-aduk tehnya agar gula yang diambilnya larut, lalu Paman Jack cepat menghabiskan secangkir teh buatan sang kepala sekolah.

Sebut saja Bunda Angeline. Kepala sekolah Menkalinan School. Namun, penampilan wanita itu tidak sepenuhnya menunjukan ciri khas Menkanlinan yang kelam dan katanya penuh kutukan. Baju yang dikenakan serba warna pink. Lipstick yang dipakai pun merah menyala. Belum lagi, sepatu keunguan terang seolah menyilaukan mata. Tidak ada jubah hitam menyelimuti tubuhnya.

"Ha-ha-ha, kenapa tegang sekali, Xaviera Ronelya Queen? Benar, kan, nama panjangmu itu?" ujar Bunda Angeline selagi menyandarkan punggungnya ke sofa, serta kedua tangannya terlipat di bawah dada.

Xaviera memperlihatkan deretan gigi putih berseri, lalu menggeleng pelan. "Hu'um, saya tidak tegang, kok. Saya hanya merasa heran saja kenapa kepala sekolah Menkalinan tampak cerah cerita seperti ini?" ucapnya mengandung tanya.

"Tidak semua sekolah selalu menyeramkan, apalagi soal pakaian, tidak semuanya memakai jas hitam sampai menutupi kepala. Sebebasnya kamu saja, mau berpakaian seperti apa."

Xaviera mengerti, kemudian dia mengambil cangkirnya yang masih berisi setengah teh, lantas meminumnya hingga tandas.

"Lalu, apa kamu mengerti soal Hydra? Kenapa dia ada dan mengacaukan sekolah?" tanya Xaviera lagi.

Mendadak raut wajah Bunda Angeline berubah muram. Wanita itu menurunkan senyumnya, lalu mendengkus pelan.

"Memangnya, sejauh mana kamu tau soal Hydra, Xaviera?"

HYDRA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang