Setelah semalaman bermimpi tentang pintu rahasia yang tidak diketahui lokasinya ada di mana, Xaviera berniat memastikan sekali lagi. Kini, dirinya telah berdiri menghadap sebuah dinding yang diperkirakan tempatnya pintu rahasia itu, sesuai gambaran yang dilihatnya dalam mimpi.
Dia mengulurkan tangan kanan ke arah dinding, kemudian mengusapnya, tetapi tidak terjadi apa pun di sana, bahkan dinding tebal itu tetap diam dan takbergerak seolah ada mantra yang membersamainya.
Tidak ada siapa-siapa di sana kecuali Xaviera. Gadis itu merenung untuk beberapa saat. Mimpi yang dia alami terasa nyata. Apa mungkin kejadian semalam benar terjadi, bukan hanya sebuah bunga tidur yang membuatnya lupa diri?
Namun, kenapa pada kenyataannya pintu itu tidak bisa dia temukan sekarang? Xaviera ingat betul, pintu berukiran gambar bunga ular itu ada di dekat perpustakaan.
"Lihat, sobat! Ada yang sedang meratapi nasib menjadi penyihir berdarah campuran tidak berguna."
Gelak tawa memecah lamunan Xaviera. Spontan dia menoleh ke kiri dan mendapati empat orang yang pernah ditemuinya. Satu hal yang diingat Xaviera, mereka pernah melukai Altair. Hingga membuat teman dekatnya itu hampir kehabisan napas.
The Revenge. Orang menyebut mereka begitu.
Xaviera tidak merespons mereka. Hanya menghela napas dan memasang wajah datar seperti tidak ada masalah yang terjadi. Ucapan mereka tidak membuat Xaviera luluh lantak.
Draco berdecak kesal. Dia berjalan lebih dulu, melewati Xaviera yang masih di tempatnya. Dia hanya melirik tajam. Diikuti anggota lain yang juga berdecak, melirik, bahkan mengumpat, sedikit terdengar oleh Xaviera.
"Dasar dungu. Kerjaannya hanya bisa meremehkan orang lain. Sepertinya harus kubawakan cermin besar agar sadar kalau kelakuan mereka itu seperti sampah," cibir Xaviera. Entah kenapa, dia mendadak tersulut emosi sampai mengeluarkan kata-kata kasar dari mulutnya.
Tersadar beberapa detik kemudian, Xaviera segera merapat ke halaman belakang kastil dekat dengan hutan mati. Kelas pagi ini akan segera dimulai. Kelas petualangan bersama Paman Jack. Akhirnya, Xaviera bisa bersua kembali dengan pria tua yang baik hatinya mengantar serta membawakan koper besarnya di awal pertama masuk ke Menkalinan.
Seperti yang sudah pernah dijelaskan oleh kepala sekolah, kalau kelas petualangan ini bisa diikuti oleh setiap angkatan kelas di Menkalinan. Ada banyak siswa yang telah berkumpul di halaman. Xaviera takjub oleh kerumumnan siswa yang tertarik mengikuti kelas bersama Paman Jack. Dia jadi penasaran, apakah hanya sebuah petualangan biasa atau Xaviera akan menemukan hal lain?
Jawabannya tidak tahu.
Lambaian serta panggilan untuk Xaviera menginterupsi gadis berambut keriting itu. Terlihat Altair dan Lunar dari kejauhan. Mereka yang menyapa dan menyuruh Xaviera untuk mendekat.
Xaviera tersenyum, lalu dirinya berjalan setengah berlari. Dia tidak sabar untuk mengikuti kelas.
"Selamat pagi, apa kabar kalian? Semoga kesehatan serta kebahagiaan selalu menyelimuti, ya!"
Suara Paman Jack terdengar di antara kerumunan siswa yang telah berkumpul. Wajah-wajah mereka antusias dan tidak sabar melihat banyak kejutan di kelas petualangan ini.
"Aku bermimpi aneh semalam," ucap Xaviera pelan pada Altair selagi Paman Jack menjelaskan agenda kelas petualangan.
Altair menoleh ke arah Xaviera. Dia menaikan salah satu alisnya. "Mimpi aneh?" tanyanya.
Xaviera mengangguk, lalu menarik napas, kemudian melepaskannya lagi. "Iya, aku bertemu Hydra dalam mimpi dan itu seperti nyata, Altair. Aku bisa melihat seorang pemuda yang menyuruhku untuk pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
HYDRA [TERBIT]
FantasyKalau bukan karena kematian sang ayah, Xaviera Ronelya Queen tidak akan nekat bersekolah di Menkalinan School, sebuah sekolah sihir yang menyimpan banyak rahasia kelam dan kutukan. Hanya sekolah itulah yang bisa membantu Xaviera menemukan kekuatan...