Sayup-sayup terdengar suara serigala mengaung dari kejauhan. Binatang jangkrik saling bersahutan. Ditambah burung hantu yang mengeluarkan suara-suara pertanda malam akan segera tiba. Kegelapan mulai menyelimuti Menkalinan. Lorong-lorong gelap telah dihiasi lilin yang dinyalakan oleh penjaga sekolah.
Xaviera baru saja keluar dari kelasnya setelah guru memberikan sambutan akhir. Langkahnya terburu-buru menuju perpustakaan yang tidak jauh dari tempat kelas Aquarius berada sekarang.
Melewati lorong-lorong temaram, hanya cahaya lilin sebagai penerang. Tidak butuh sepuluh menit, Xaviera sampai ke tempat tujuan. Perpustakaan sekolah dengan aroma buku-buku usang tercium menenangkan. Xaviera menyukainya sejak awal masuk ke Menkalinan. Penasaran, ada apa saja di dalam sana.
Kling! Kling!
Sebuah lonceng emas yang tergantung di dekat pintu masuk berbunyi. Pelan-pelan Xaviera membuka pintu kayu itu. Begitu masuk, kedua mata Xaviera menatap takjub ruangan luas dan lebar dipenuhi oleh banyak rak raksasa berisi koleksi buku-buku sihir.
Wow!
"Selamat datang." Suara parau milik penjaga perpustakaan mengalihkan atensi Xaviera. Dia bisa melihat lelaki paruh baya yang rambutnya dipenuhi uban sedang membenahi kacamata bulat kecil untuk memusatkan penglihatan pada Xaviera.
Gadis itu langsung tersenyum, lalu mendekatinya. "Selamat datang kembali, Pak," jawabnya. Lelaki paruh baya itu lebih pendek daripada Xaviera, seperti kurcaci.
"Apa kamu adalah murid baru? Dari kelas mana?" tanya lekaki itu.
Xaviera mengangguk. "Benar, saya murid baru. Dari kelas Aquarius. Apakah saya boleh berkeliling? Saya takjub dengan rak-rak besar itu. Barangkali saya menemukan buku bagus dan unik."
"Silakan. Ah, ya, nama kamu siapa? Supaya kalau ada apa-apa, aku bisa langsung memanggilmu," ucap lelaki itu mengambil tumpukan buku untuk dikembalikan ke rak semula.
"Xaviera Ronelya Queen. Panggil saja Xaviera."
Setelah sesi perkenalan singkat, gadis berambut keriting dengan seragam masih membalut tubuhnya langsung tertuju pada sebuah rak yang ada di ujung dari pintu masuk. Dia berjalan melewati tangga-tangga yang bergerak sendiri, kemudian ada buku-buku terbang secara memutar di dekat langit-langit. Xaviera takjub dengan semua pemandangan yang dia lihat di perpustakaan.
Sepuluh menit berlalu, Xaviera menghentikan langkahnya di depan sebuah rak dengan buku-buku hitam tebal. Terlihat salah satu buku menyembul keluar dari barisan. Xaviera berjalan mendekat, lalu mengambilnya. Dia mengusap pelan debu yang melekat pada bagian cover depan. Tidak ada judul. Tidak ada nama penulisnya. Sedikit membuat Xaviera heran. Dia penasaran dengan isinya. Dibukanya halaman pertama, hanya ada gambar sebuah pemandangan sebuah desa. Entah desa mana, Xaviera merasa gambar desa itu mirip dengan ciri khas Desa Shaula. Terdapat bukit tandus, cemara-cemara hijau, dan beberapa kebun milik warga desa.
Halaman kedua, Xaviera bisa membaca sebuah tulisan panjang. Berisi semacam ungkapan dari seseorang. Mungkin penulisnya sendiri. Ungkapan cinta akan sebuah desa. Langit biru membawanya melihat keindahan tempat tinggalnya. Ketika gelap, ada cahaya bulan dan bintang menemaninya dalam kesendirian.
"Benar-benar indah," gumam Xaviera. Sekarang dirinya terduduk di lantai sambil bersandar pada rak di belakangnya.
Setelah melewati halaman ke dua puluh, Xaviera berhenti. Terdapat halaman kosong tanpa ada gambar dan tulisan. Tidak ada apa pun sampai gadis itu mengerutkan dahi, lalu menyipitkan mata. Barangkali sang penulis menyembunyikan narasi dengan kekuatan sihir yang dimiliki. Ya, Xaviera hanya menduga karena ini adalah sekolah sihir. Pasti dipenuhi oleh mantra-mantra aneh.
"Hm, mungkin penulisnya lupa." Xaviera pun mencoba mencari lagi halaman buku yang kosong, tetapi tidak ada. Semuanya berisi narasi, meskipun sedikit dan ada banyak ilustrasi.
Xaviera bergumam. "Aneh."
Baru saja akan beranjak dari tempatnya duduk, Xaviera mendengar dentuman keras di luar perpustakaan. Suara yang pernah dia dengar saat berada di rumah Paman Jack. Apakah mungkin ini ulah si gadis berambut hitam itu? batin Xaviera.
Rak-rak sedikit bergetar. Arah gerakan tangga melayang itu berubah seketika. Buku tebal yang dipegang Xaviera hanya ditaruh di lantai. Cepat-cepat gadis itu berlari menuju pintu.
Kepulan asap kelabu telah memenuhi area sekitar perpustakaan, membuat Xaviera spontan terbatuk. Sambil setengah menutup mata, Xaviera perlahan mencari sumber kegaduhan, tetapi yang dia lihat hanyalah kegelapan dikelilingi kelabu asap pekat.
"Xaviera!" Tangan kanan Xaviera tertarik oleh seseorang untuk bersembunyi di belakang pilar penyangga. Ternyata, itu adalah Altair.
Xaviera membulatkan matanya. "Altair? Kamu--" Belum selesai Xaviera bicara, Altair menutup mulutnya dengan tangan kiri, kemudian arah matanya bergerak bermaksud menunjukan sesuatu.
Dalam hening, Xaviera bisa melihat seekor ular besar dengan sisik tajamnya melata melewati kabut asap yang masih pekat. Hampir saja Xaviera berteriak karena takut ular itu akan menyerang atau bahkan memakannya hidup-hidup.
"Itu Hydra," ucap Altair pelan.
"Hy-hydra?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HYDRA [TERBIT]
FantasyKalau bukan karena kematian sang ayah, Xaviera Ronelya Queen tidak akan nekat bersekolah di Menkalinan School, sebuah sekolah sihir yang menyimpan banyak rahasia kelam dan kutukan. Hanya sekolah itulah yang bisa membantu Xaviera menemukan kekuatan...