Lacerta Island. Pulau yang menyimpan sejuta kebahagiaan bagi keluarga kecil yang kini sedang berpiknik bersama. Gadis kecil berambut keriting tampak berlarian mengejar capung yang beterbangan di antara ilalang tertiup semilir angin sore. Tidak jauh dari tempatnya berlarian, ada laki-laki muda yang memandangnya dipenuhi gelengan. Dia ditugaskan untuk menjadi pengawal adik perempuannya--si gadis keriting, selagi kedua orangtua mereka sibuk menata bekal di atas kain sebagai alas duduk nantinya.
"Xaviera! Jangan jauh-jauh larinya. Nanti kamu tersesat tahu!" Hardan beranjak dari tempatnya duduk. Beberapa rumput kering yang menempel pada celana 3/4nya dibersihkannya dulu, baru menyusul adiknya yang makin jauh dari jangkauan.
Tidak terlihat lagi capung yang beterbangan. Semuanya menghilang begitu saja dari pandangan. Xaviera menghentikan langkah, kemudian berjongkok seraya memajukan kedua bibirnya. Dia kesal, lalu jemarinya menarik-narik rumput hijau yang memanjang.
"Kamu sedang apa, adikku? Jangan melamun seperti itu di sini. Kamu tidak lihat di belakangmu ada hutan mati yang agak menyeramkan?" Suara Hardan menginterupsi perhatian Xaviera. Gadis kecil itu mendongak ke arah kakak laki-lakinya.
Helaan napas terdengar, Xaviera enggan beranjak dari tempatnya jongkok. "Biarkan saja, lagipula aku hanya ingin mencari capung, Kak. Mereka tiba-tiba saja pergi, apa aku terlalu menyeramkan karena berniat mengkap hewan bersayap itu?" tanyanya bernada sendu.
Sebagai seorang kakak laki-laki yang pengertian, apalagi Hardan lebih tua dari Xaviera. Sudah pasti sifat kekanakannya sedikit terkikis dan tergantikan oleh sikapnya yang dewasa. Dia ikut berjongkok, lalu menatap gadis kecil berpipi tembam kemerahan di depannya dengan lembut. Satu senyuman terukir di bibir.
"Ini bukan masalah menyeramkan atau apa, Xaviera, tapi apa yang kamu harapkan terkadang tidak sesuai keinginan. Biarkan capung-capung itu pergi, kamu tetap bisa mengingat kenangan indah bersama mereka. Sekarang ayo kita merapat ke Ayah dan Ibu, mereka pasti sudah menunggu kita untuk menyantap makanan lezat," ucap Hardan panjang lebar. Dia memberi pengertian serta semangat pada Xaviera.
Mendengar ucapan kakak laki-lakinya, Xaviera pun menyunggingkan senyum. Gadis itu meraih uluran tangan Hardan, lalu berjalan bersama seraya menikmati semburat merah jingga yang mulai tergurat pada kanvas biru sore ini.
"Pasti kalian akan suka masakan buatan Ibu. Ini ada sup kentang manis, keripik jamur pedas, dan tidak lupa beberapa kue enak kesukaan Xaviera." Roberto mengambil satu kue bulat, membaginya menjadi dua, lalu diberikan kepada Xaviera.
"Cobalah, anak manis," ujar pria setengah baya itu kemudian.
Xaviera langsung mendaratkan satu gigitan pada pinggiran belahan kue berwarna ungu tua itu.
"Ini enak!" Membuat ketiga orang yang menatapnya spontan ikut tersenyum gembira.
Hardan terkekeh. "Makan yang banyak, Xaviera. Tubuhmu makin kurus. Tidak usah banyak memikirkan para capung itu, okei?" ucapnya setengah bercanda. Tangannya meraih kue lain yang berukuran agak besar dengan taburan cokelat kering di atasnya.
Maylinda terharu menatap satu per satu keluarga yang dia miliki sekarang. Di satu sisi, Wanita itu bersyukur telah dipertemukan oleh suami sebaik Roberto dalam mengarungi pernikahan yang sudah belasan tahun lamanya. Serta menjaga kedua anak mereka dari marabahaya.
Xaviera berdecak pelan. "Yah, bisakah kita suatu saat pergi ke pulau sebelah? Aku ingin mencari pengalaman sekaligus hiburan baru." Celetukanya itu mengundang tawa sekaligus menghentikan Roberto menyendok kuah sup kentang manis ke dalam mulut.
"Kenapa harus ke pulau sebelah, Xaviera? Menangnya kamu tau ada berapa pulau di sekitar sini?" tanya laki-laki setengah baya yang masih keheranan mendengar permintaan anak bungsunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HYDRA [TERBIT]
FantasyKalau bukan karena kematian sang ayah, Xaviera Ronelya Queen tidak akan nekat bersekolah di Menkalinan School, sebuah sekolah sihir yang menyimpan banyak rahasia kelam dan kutukan. Hanya sekolah itulah yang bisa membantu Xaviera menemukan kekuatan...