07 - Anger

60.8K 4.8K 41
                                    

terimakasiii atas vote dan semangatnya, ga nyangka banget bisa serame ini ><!

Happy Reading~!

૮ ˶ˆ꒳ˆ˵ ა
🤍💙

Didalam ruang kerja Nathan, yang di penuhi oleh kemegahan dan segala interior mewah. Pemuda itu tampak tengah berdebat dengan seseorang di sebrang sana.

"Tidak, akan. Kamar kosong di sebelah kamar Lion akan segera di renovasi." tolak Leovan penuh penekanan, saat Nathan mengatakan Eve akan tinggal satu kamar dengannya.
 
"Aku yang bertemu dengannya lebih dulu, dia akan ku angkat menjadi anakku." balas Nathan kesal.

Tawa mengejek terdengar dari Leovan di seberang sana. "Orang kaku seperti mu yang bahkan tidak memiliki seorang istri, bagaimana caramu akan merawatnya?"

Nathan berdecak. "Itu bukan hal yang sulit, merawat anak tidak selalu membutuhkan seorang istri."

"Sudahlah Boy, dia milikku. Kau bisa mendapatkan informasi tentangnya sedetail itu karena izin dariku. Aku yang lebih dulu mencari tahu tentang anak itu sejak Lino membawanya masuk kedalam mobil."

Lino, nama kecil Darel. Lion, nama kecil Dave. Leovan memang terbiasa memanggil ketiga putranya dengan nama kecil mereka.

"Kau bahkan meretas Mobil mereka." Nathan berdecih.

"Kau cemburu? Daddy juga bisa melakukan hal yang sama pada semua mobil milikmu."

"Lakukan. Dan setelah itu jangan mencariku jika mendengar kabar ketiga Jet pribadi mu hangus terbakar." datar Nathan, membuat Leovan diseberang sana kembali tertawa.

"Terserah Dad, terserah. Eve menjadi anakmu atau anakku bukan masalah besar." jengkel Nathan, mulai jengah dengan keusilan sang Daddy. "Aku hanya minta, putuskan hubungan dia bersama keluarga Gatravic. Ah, menyebut nama keluarga itu saja membuatku merasa jijik."

"Kau benar, Nana." Leovan terdengar bangga pada putra sulungnya. "Tidak perlu kau pikirkan, Daddy yang akan mengurus semuanya."

"Cukup jaga adik barumu dengan baik. Dua hari lagi kami akan kembali. Daddy cukup yakin, Lino sangat menentang keberadaan Eve disana." lanjut Leovan.

"Aku mengerti. And, Dad. Sampai kapan kau akan terus membiarkan mereka melakukan hal bodoh? Laci mejaku telah di penuhi oleh ratusan tiket liburan yang mereka beli!"

"Biarkan saja, Daddy senang mereka menghamburkan uang. Dan lagi, untuk apa kau menyimpannya? Semua itu sangat mudah untuk di bakar, Boy. Kenapa kau menyulitkan dirimu sendiri?"

Nathan mengerut tak setuju. "Tidak, itu semua untuk bukti agar mereka tidak bisa mengelak."

"Tidak di butuhkan, Daddy memiliki banyak cara untuk mendisiplinkan mereka."

"Seperti mengurung Darel di kandang bersama Gerald maksudmu?" sindir Nathan, mengingat kembali hukuman konyol yang pernah diberikan sang Daddy pada Darel.

"Yahh," Leovan terdengar berfikir. "Kau tahu sendiri itu tidak berhasil, Lino justru betah berdiam di kandang Gerald seharian." dengusnya kesal. Tak habis pikir, kenapa Darel bisa senakal itu?

"Dia benar-benar menganggap kandang Gerald sebagai kamarnya sendiri." ujar Leovan lagi, masih berlanjut dengan kekesalannya.

"Hentikan kekonyolan ini Dad." sela Nathan. "Apa alasan kalian memilih kembali lebih cepat?"

"Kau masih bertanya? Tentu saja karena anak baru kami!"

"Dan yah, bungsu Pamanmu sangat antusias untuk segera bertemu dengan kalian." lanjut Leovan.

Dahi Nathan mengerut. "Sepertinya kau tidak kalah antusias, Dad? Tidak sabar melihatku tersiksa saat bocah itu terus menggangguku?!" seru Nathan di akhir.

Leovan tertawa keras. "Kau keterlaluan, Boy. Dia, hanya anak kecil."

"Terserah." datar Nathan. "Lalu bagaimana dengan yang lain?" tanya Nathan, memikirkan bagaimana reaksi keluarga besar Wang nanti saat tahu jika Leovan mengangkat seorang anak.

"Bagaimana apanya? Biarkan saja, nanti juga tahu sendiri. Akan lebih baik jika hanya sedikit orang yang tahu." acuh Leovan.

"Aku setuju, Dad. Anak kucing manis sepertinya bisa dengan mudah memikat hati banyak orang. Dan itu, sangat menjengkelkan."

"Tidak peduli sebanyak apapun hati yang di pikat olehnya. Dia tetap hanya milik kita, Boy."

Nathan menyunggingkan miring, menyetujui ucapan sang Daddy.

"Baiklah, Daddy sedang sibuk. Mommy mu sangat bersema– YA SAYANG! TUNGGU SEBENTAR!"

Nathan mengangkat sebelah alis, saat suara di sebrang sana menjadi berisik setelah terdengar teriakan sang Mommy barusan.

Tut!

Panggilan dimatikan secara sepihak, membuat Nathan langsung menatap layar ponselnya tak percaya.

"Kenapa dia selalu lebih unggul?!" gerutu Nathan, masih tak terima jika Eve akan mendapatkan kamarnya sendiri.

⭑⭑⭑

Resvan mengusap rambut silver Eve, yang kini bersandar nyaman pada dada bidangnya dengan mata sayu.

"WHAT THE F*CK IS THAT?!"

Tubuh mungil Eve tersentak kaget, mendengar teriakan Darel yang kini berdiri di ambang pintu kamar Nathan.

Darel berjalan masuk bersama Dave dan Remon di belakangnya. Netra abu-abu Darel, menatap nyalang pada seorang bocah di pangkuan Resvan.

"Shut up!" Dave menendang kaki jenjang Darel.

Sedangkan Remon di samping mereka tampak berbinar, menatap intens pada Eve yang kini meringsut di pangkuan Resvan. Dengan segera Remon mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan pada Tera.

"Kau menyuruhku diam saat melihat bocah jalanan itu berada di Mansion kita?!" bentak Darel.

"Siapa yang kau sebut bocah jalanan?" Nathan yang baru datang, melangkah masuk dengan tatapan menusuk.

Nathan menghampiri Eve yang meringsut ketakutan di pangkuan Resvan. Tangan kekar Nathan terentang, mengangkat tubuh mungil Eve kedalam gendongan koalanya dengan hati-hati.

"Tidak apa-apa, jangan takut." Nathan mengusap pipi berisi Eve, kemudian mengecup kedua mata bulat anak itu yang mulai berkaca-kaca.

"Jelaskan apa maksud dari semua ini?! Tuan muda Evert? Kau pasti gila kak!" cerca Darel yang sudah tak tahan menahan emosi.

Dave hanya diam, pandangannya sedari tadi terus terkunci pada Eve yang begitu menarik perhatian.

Nathan hanya melirik sekilas. "Kita bahas itu nanti."

TBC
__

see yaa ~!

EVERT (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang