Salah satu Penjaga yang telah menunggu di dekat Mobil, dengan sigap membukakan pintu Mobil belakang begitu melihat Nathan berjalan mendekat.
Setelah Nathan masuk ke dalam Mobil, ia sedikit bergeser dan memberi kode pada Liam untuk membawa Eve padanya.
Eve berhenti di ambang pintu Mobil, ia menatap kakinya yang kotor dan merasa ragu untuk masuk.
“Paman, kaki Eve kotor. Nanti Mobil bagus Paman bisa ikutan kotor.” Eve menatap Nathan dan Liam bergantian, membuat keduanya ikut menatap kaki kecil Eve yang memang kotor.
“Masuk.” Tanpa di duga, Nathan tetap menyuruh Eve untuk masuk kedalam Mobil mewahnya.
Akhirnya, Eve di bantu oleh Liam untuk masuk kedalam Mobil. Eve sedikit berjinjit, menjaga kakinya agar tidak terlalu mengotori Mobil mewah milik Nathan.
Duduk di samping Paman berwajah datar dengan auranya yang mengerikan, membuat Eve merasa tak nyaman hingga dahi serta tangannya sedikit berkeringat.
Eve tidak ingin berprasangka buruk. Tapi hanya dengan merasakan aura Paman yang duduk di sampingnya ini, Eve merasa bisa terbunuh kapan saja!
Eve beralih menatap kedepan saat mendengar pintu Mobil ditutup, ternyata Liam juga telah duduk di kursi pengemudi.
Tidak lama setelah mesin Mobil di nyalakan, Mobil mulai melaju untuk keluar dari pekarangan Mansion.
Butuh beberapa saat, sampai Mobil mulai mendekati sebuah gerbang besi berwarna hitam yang menjulang tinggi dan kokoh. Karena saking luasnya Eve baru menyadari, jika gerbang besi yang begitu tinggi tersebut mengelilingi seluruh area Mansion.
Saat Mobil melaju semakin mendekat, gerbang besi langsung terbuka secara otomatis. Karena telah dilengkapi oleh sensor, yang hanya akan mengizinkan gerbang terbuka jika didalam Mobil terdeteksi adanya anggota keluarga Wang.
Untuk yang kesekian kalinya Eve kembali dibuat kagum, hingga tidak sadar jika Nathan tengah menatap dirinya.
“Berapa umurmu?” tanya Nathan tiba-tiba.
“12 tahun. Ulang tahun Eve dua hari yang lalu, hehe.” Eve merasa canggung karena tatapan tajam Nathan.
“Kau? 12 tahun?” Dahi Nathan mengerut tak percaya, anak pendek di sampingnya ini berumur 12 tahun?
Lihat saja tubuhnya yang begitu pendek dan kurus, orang-orang juga pasti akan mengira jika umurnya baru 7 atau 8 tahunan.
“Iya, Pam-“ ucapan Eve terpotong karena Nathan segera menyela.
“Berhenti memanggilku Paman.”
“Maaf, Eve harus panggil apa?” tanya Eve meremat tangannya.
“Terserah, aku tidak setua itu untuk di panggil Paman.” datar Nathan.
Eve mengangguk kecil. “Nama kakak siapa?” Eve memutuskan untuk memanggil Kakak.
“Nathan.”
Jawaban yang singkat dari Nathan, membuat Eve kembali mengangguk karena tidak tahu harus berbicara apa lagi. Karena masih merasa canggung, Eve mengalihkan pandangannya keluar jendela Mobil.
Benar kata Liam, gerbang utama untuk benar-benar keluar dari area Mansion sangat jauh. Saat ini yang Eve lihat hanya ada pepohonan rindang di kanan-kiri jalanan.
Setelah sekitar 20 menit, akhirnya mereka benar-benar telah keluar dari area kediaman keluarga Wang. Eve yang masih setia menatap keluar dibuat berbinar, saat melihat perkotaan dan banyaknya orang-orang yang sibuk beraktivitas.
“Tuan Muda Evert, dimana alamat rumah Anda?” tanya Liam yang sibuk menyetir.
“E-eh?” Eve langsung panik. Ia tidak mungkin kembali ke rumah Ayah tirinya, saat semalam baru saja berhasil melarikan diri dari sana. Dan walaupun Eve ingin kembali, ia bahkan tidak tahu dimana alamat rumah Ayah tirinya.
“Paman turunkan Eve di depan sana, rumah Eve sudah tidak jauh dari sini.” Eve asal menunjuk sebuah Restoran mewah di depan sana.
Nathan yang semula sibuk dengan iPad mengangkat wajah, mata kelam itu mengikuti kemana arah tangan Eve menunjuk.
“Disana?” ulang Nathan.
“Iya, turunkan Eve di depan sana, Eve bisa pulang sendiri.”
Nathan terdiam melihat tatapan Eve padanya. Netra biru yang memancarkan kesan lembut, dihiasi oleh binar polos seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa.
Liam hanya diam mendengar perbincangan mereka, sampai ia melihat kode dari Tuan Mudanya untuk berhenti.
“Katakan dengan jelas, dimana alamat rumahmu?” Nathan menekan Eve dengan tatapan dinginnya.
Eve yang merasa tidak nyaman mengalihkan pandangan, kedua tangan kurusnya saling meremat dengan kuat.
Nathan yang melihat gerak gerik Eve dibuat mendengus. “Liam, antarkan dia.”
Mendengar perintah Liam segera keluar dari Mobil, ia berjalan kesisi Mobil di mana Eve duduk. Setelah Liam membukakan pintu, Eve langsung keluar dan menapakkan kaki kecilnya yang telanjang pada aspal yang panas karena teriknya sinar matahari.
Ringisan pun terdengar dari belah bibir kecil Eve, ia sedikit berjinjit agar panas yang terasa pada telapak kakinya sedikit berkurang.
“Tuan Muda Evert, saya lupa anda tidak mengenakan alas kaki!” seru Liam panik, saat melihat kedua kaki kecil Eve mulai memerah.
Liam langsung berjongkok hendak menggendong, namun Eve segera menghindar. “Baju Paman bisa kotor, kaki Eve tidak apa-apa.” cegah Eve cepat.
Liam berpikir cepat, beralih menatap Nathan di dalam Mobil yang hanya abai sibuk dengan iPad di tangannya.
“Tuan, bolehkah saya pergi sebentar untuk membelikan Tuan Muda Evert alas kaki?”
Mendengar Liam meminta izin, Nathan akhirnya menoleh. “Pergilah.” Jawab Nathan sedikit melirik Eve.
“Terimakasih, Tuan! Saya akan segera kembali.” Liam membungkuk hormat, sebelum beralih pada Eve yang justru sibuk menatap sekeliling.
“Tuan Muda Evert, bagaimana jika Anda menunggu saya disana?” Liam menunduk pada Eve, menunjuk kearah halte bus yang tidak jauh dari mereka.
“Bol-“
“Masuk.” Suara Nathan memotong ucapan Eve, membuat Liam dan Eve menoleh secara bersamaan.
Eve menatap Nathan bingung, sebelum menoleh pada Liam yang menyuruhnya kembali masuk kedalam Mobil.
“Paman, Eve tidak jadi menunggu disana?” tanya Eve, begitu ia sudah duduk kembali di samping Nathan.
“iya, Eve tunggu Paman disini saja, oke? Paman akan segera kembali.” Gemas Liam, mengusap rambut silver Eve yang terasa panas di telapak tangannya karena terkena sinar matahari.
Eve mengangguk patuh, membuat Liam segera menutup pintu Mobil dan bergegas pergi ke Mall terdekat.
Setelah kepergian Liam Eve menoleh pada Nathan, netra birunya menatap penasaran pada benda yang ada dalam genggaman Nathan. Jujur saja, Eve sudah meliriknya berkali-kali selama di perjalanan tadi, Eve yakin pernah melihat jika kakak dan Ayah tirinya juga memiliki benda seperti itu.
Eve tidak pernah berinteraksi dengan orang luar, selain Ayah, kakak juga para Maid yang bekerja di Mansion sang Ayah tiri. Eve hanya diizinkan keluar rumah jika ada hal mendesak yang mengharuskan Eve untuk keluar rumah. Itu pun dengan batas waktu yang di berikan oleh sang Ayah tiri.
Dan untuk sekolah? Eve bahkan sedikit kesusahan saat menulis, namun sudah pandai dalam membaca dan menghitung. Eve dapat mempelajari semua itu karena di ajari oleh Bibi Jane, seorang Maid wanita paruh baya dan satu-satunya orang yang menyayangi Eve dengan tulus.
Bibi Jane juga lah yang telah berani mengambil resiko, untuk membantu Eve melarikan dari Mansion.
Setiap malam di saat semua orang terlelap, Bibi Jane akan datang ke kamar Eve untuk mengajari Eve diam-diam. Tidak hanya belajar membaca, menulis dan menghitung, Bibi Jane juga bercerita banyak hal tentang dunia luar pada Eve.
Moment saat Bibi Jane bercerita adalah saat-saat yang paling Eve nantikan. Karena kekangan yang Eve terima sedari kecil, ia harus memendam jiwa anak-anaknya yang selalu punya rasa keingin tahuan yang tinggi pada banyak hal.
Terutama dengan apa saja yang ada di dunia luar, Eve bahkan penasaran bagaimana orang-orang bersikap dan berkomunikasi di luar sana?
Sungguh anak yang begitu polos, akan sangat berbahaya jika ia harus tinggal dan berjuang hidup di kota besar ini sendirian.
Nathan yang merasa di perhatikan oleh anak kecil di sampingnya, mematikan dan menyimpan iPad berlogo apel gigit miliknya. Pandangan Nathan tertuju pada kedua kaki kecil Eve, yang memerah karena menginjak aspal panas secara langsung.
Eve, memang memiliki warna kulit yang putih pucat serta sensitif. Pandangan Nathan naik pada wajah anak itu, dan ternyata benar, wajahnya juga memerah karena terkena sinar matahari.
Eve yang ditatap tanpa ekspresi, ikut balas menatap Nathan dengan mata bulatnya. “Kau lapar?” tanya Nathan tiba-tiba.
Eve terdiam sebentar sebelum menggeleng. “Tidak.”
“Benarkah?” tanya Nathan kembali, yang membuat Eve sedikit menunduk.
“Eve hanya sedikit merasa lapar.” cicit Eve, menatap telapak kaki kecilnya yang masih terasa panas.
Jemari lentik Nathan bergerak membuka pintu Mobil, tanpa sepatah kata ia keluar lalu menunduk menatap Eve. “Kemari.” panggilnya.
Eve melayangkan tatapan bingung, namun tetap menurut untuk menghampiri Nathan yang sudah merentangkan kedua tangan padanya.
Nathan langsung mengangkat tubuh mungil Eve kedalam gendongannya, membuat Eve yang tak siap sedikit tersentak dan berusaha untuk turun.
“Diam.” dingin Nathan, seraya menutup pintu Mobil.
“Kak turunkan Eve, kaki Eve kotor.” panik Eve, yang hanya diabaikan oleh Nathan. Lagi pula kaki Eve hanya sedikit kotor, karena menginjak rumput terawat yang basah karena air hujan di halaman Mansion.
Nathan menyugar rambutnya, sebelum melangkah lebar kearah sebuah Restoran mewah yang sempat Eve tunjuk tadi.
“Kak, Eve berat.” Eve masih berusaha agar Nathan menurunkannya.
“Eve sangat ringan.” Nathan menarik kedua tangan kecil Eve, agar memeluk leher jenjangnya.
“Benarkah? Tapi Eve sudah besar.” Secara tak sadar, Eve menurut dan membiarkan kedua tangan kecilnya mengalung pada leher Nathan.
Nathan menoleh, membuat netra kelamnya langsung bertabrakan dengan netra biru Eve yang berbinar polos. Tangan Nathan terangkat, menyugar rambut silver Eve yang hampir menutupi mata bulatnya.
“Ya, Eve sangat ringan, seringan permen kapas.”
“Eve selalu ingin makan permen kapas, kakak, apa permen kapas itu enak?” tanya Eve semangat, hanya karena mendengar kata ‘permen kapas’.
Mendengar keantusiasan Eve, jemari Nathan mengusap pipi berisi anak itu yang memerah. “Sangat enak, Eve menginginkannya?” tanya Nathan sembari membuka pintu Restoran.
Eve menggeleng. “Eve tidak punya uang, Eve juga tidak berani meminta Ayah untuk membelikan Eve permen kapas.”
“Mn, begitu.” Nathan menarik wajah Eve, hingga terbenam pada ceruk lehernya. Saat Eve ingin kembali mengangkat wajah, Nathan semakin menahannya.
“Jika Eve diam, kakak akan membelikan Eve permen kapas.” bisik Nathan, yang langsung mendapat anggukan semangat dari Eve.
Bukan tanpa alasan. Karena saat Nathan melangkah masuk kedalam Restoran, hampir semua pasang mata langsung tertuju pada Pemuda itu dan Eve yang berada dalam gendongannya.
Orang-orang disana membulatkan mata, merasa tak percaya akan kehadiran Nathan. Para wanita menjerit tertahan, bahkan beberapa kini mengepalkan tangan menahan gemas, saat wajah imut Eve tak sengaja tertangkap oleh penglihatan mereka.
Ditambah dengan penampilan Eve yang hanya mengenakan piyama anak, dan plester penurun demam yang masih menempel di dahinya, membuat orang-orang semakin gemas.
Dan lagi, seorang CEO muda yang mendapatkan sertifikat sebagai laki-laki tertampan di dunia, dengan latar belakang yang berasal dari keluarga konglomerat. Kini secara tak terduga menampakkan diri tanpa penjagaan bersama seorang bocah imut di dalam gendongannya.
Ini karena Nathan, si CEO muda genius yang biasanya muncul di berita, dan sering kali menjadi perbincangan bagi kalangan wanita, selalunya akan menyewa dan mengosongkan tempat yang akan ia kunjungi terlebih dahulu.TBC
-

KAMU SEDANG MEMBACA
EVERT (TERBIT)
Ficção AdolescenteDia, Evert -- Seorang anak yang begitu polos karena ketidak tahuannya tentang dunia luar. Karena siksaan yang diterima sudah melewati batas, Eve di bantu oleh seorang Maid untuk melarikan diri dari Mansion sang Ayah tiri. Hingga dalam perjalanan saa...