maap banget baru bisa up, semoga kalian ga berekspektasi lebih sama part ini 🤧 sumpah kalo orang lagi sakit kepala tuh benar benar gabisa mikir, selalu buntu dan buntu 🤧
Happy Reading ya !~
૮ ˶ˆ꒳ˆ˵ ა
🤍💙"D*mn it." desis Nathan menendang pintu Lift yang telah tertutup.
Nathan bisa mendengar jelas teriakan Eve yang menangis memanggil-manggil namanya. Ia tidak mungkin benar-benar tega meninggalkan Eve sendirian dilantai basement bersama seorang mayat.
Saat melihat kehadiran Eve tadi, amarah dan rasa takut seketika menjadi satu, yang berhasil membuat Nathan langsung gelap mata. Nathan terlalu takut, takut jika Eve melihat aksi kejinya yang tengah menghajar dan membunuh seseorang.
Tangan kekar Nathan tiba-tiba terangkat, melayangkan tamparan keras pada pipinya sendiri. Netra kelam yang tadinya nampak kacau, kini perlahan kembali jernih.
"Br*ngsek, kau membuatnya ketakutan!" desis Nathan kembali, menatap tajam pantulan dirinya sendiri dari kaca didalam Lift. Nathan mengusap wajahnya kasar, sebelum menekan tombol Lift dengan tangan gemetar.
"K-kakak, hiks- maaf." Kepalan tangan kecil Eve melayang di udara. Pupil matanya membulat sempurna melihat pintu Lift yang tiba-tiba terbuka. Eve segera mundur, ketika Nathan melangkah keluar dari Lift ingin mendekatinya.
Nathan memejam, menggigit bibirnya dengan kuat. Tak tahan melihat Eve yang terus mundur tanpa berani mendongak, Nathan langsung mengambil langkah lebar dan menarik Eve kedalam pelukannya.
"Maaf, maafkan kakak. Eve, maafkan kakak." bisik Nathan lirih. Tubuhnya meluruh, memeluk Eve dengan berlutut.
Eve semakin terisak, saat mendengar kata maaf yang terus berulang dari sang kakak. Kedua tangan kecilnya terangkat, memeluk leher Nathan dengan erat.
"Eve yang nakal! Hiks- jangan hukum." cicit Eve dengan suara bergetar. Nathan yang merasakan hatinya seakan diremas, langsung membenamkan wajah diceruk leher sang adik.
Tanpa melepas pelukan, Nathan hendak berdiri untuk membawa Eve kedalam gendongan koala, namun tubuhnya tiba-tiba di tarik dari belakang hingga pelukannya terlepas.
"Daddy." panggil Eve yang melihat kehadiran Leovan, bibirnya semakin melengkung kebawah saat Leovan merentangkan tangan untuk menggendongnya.
"Tunggu hukumanmu." dingin Leovan tanpa menatap Nathan.
Steve, juga Liam yang tampak meringis seraya mengusap bercak darah diujung bibirnya. Hanya bisa diam di belakang Leovan dengan kepala tertunduk dalam.
Wajah Leovan menggelap, saat melihat kedua lutut putih Eve yang tampak lecet. Tangannya langsung terangkat, mengusap buliran bening yang terus mengaliri pipi berisi bayinya.
"Kita ke rumah sakit, hm?" Leovan mengecup lembut kedua mata bulat Eve yang menatapnya.
"Sakit, lututnya- hiks sakit." adu Eve parau, tangan kecilnya bahkan mencengkram kuat jas Leovan.
Leovan segera menarik kepala Eve agar bersandar pada bahunya. Memberi usapan lembut, kemudian menangkup tangan kecil yang masih mencengkram jasnya untuk memberi kehangatan.
Leovan melirik Steve yang masih menunduk. "Rumah sakit." singkatnya dingin. Langsung berlalu dari sana tanpa berhenti mengusap rambut silver bayinya yang terus terisak.
Steve segera berlari mengikuti langkah Leovan dengan gelagapan. Sedangkan Liam, ia semakin menunduk dalam. Melirik kaki jenjang Nathan yang kini berjalan mendekatinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
EVERT (TERBIT)
Teen FictionDia, Evert -- Seorang anak yang begitu polos karena ketidak tahuannya tentang dunia luar. Karena siksaan yang diterima sudah melewati batas, Eve di bantu oleh seorang Maid untuk melarikan diri dari Mansion sang Ayah tiri. Hingga dalam perjalanan saa...