07

2.6K 346 13
                                    

"Aigoo...sepertinya ada yang keduluan lagi" ledek Joy, melirik ke arah Jennie yang saat ini menatap ke satu arah dengan tatapan tajamnya.

"Lihatnya tidak bisa biasa saja hmm? Takut nanti bola matamu keluar, Jen" timpal Rosè, ikut meledek Jennie.

"Lebih banyak gengsinya daripada bergerak, ya begini jadinya. Selalu didahului oleh orang lain" wajah Irene benar-benar meledek Jennie.

"Jennie kau minta untuk menghilangkan gengsi? Jangan berharap lebih! Nama tengahnya saja Jennie 'Gengsi' Kim" sambar Rosè, kemudian tertawa.

"Ya! Bisakah kalian semua diam?!" pandangan Jennie kini teralih ke arah sahabat-sahabatnya.

Jennie menatap tidak santai pada mereka semua. Namun bukannya takut, mereka bertiga justru semakin meledakkan tawa mereka.

"Wae? Kau ingin marah? Bukankah yang kita katakan benar adanya?" tantang Irene dengan senyum miringnya.

"Jika kau terus pasif seperti ini, juga terus meninggikan gengsimu. Kubur dalam-dalam keinginanmu untuk menjadi kekasih Lisa. Kau berharap apa dari manusia es batu seperti dia? Mendekatimu lebih dulu? Mustahil, Jen" sambar Joy.

"You must make the first move!" ujar Rosè meyakinkan.

Irene mengangguk setuju dengan ucapan Rosè barusan.

"Manusia seperti Lisa, jangan berharap dia yang akan mendekatimu lebih dulu, Jen. Semakin kau membiarkannya, semakin dia jauh. Sudahlah, buang gengsi yang kau miliki. Memangnya kau akan menunggu semuanya terlambat, lalu Lisa lebih dulu berpacaran dengan yang lain?" Joy mengangkat sebelah alisnya, menatap serius ke arah Jennie.

"Memangnya, ada yang bisa menaklukkan Lisa? Lagipula, siapa orang lain yang menyukai Lisa di sekolah ini? Sepertinya hanya aku" tanya Jennie, seolah meragukan segala kemungkinan yang ada.

Ya, usai terus berdebat dengan isi pikiran dan hatinya beberapa hari belakangan ini. Serta desakan ketiga sahabatnya yang memaksa Jennie untuk mengaku. Gadis bermata kucing itu akhirnya menyadari, jika, ya, dia menyukai manusia aneh itu yang selalu memakai topeng kemana pun dirinya pergi.

Joy menggedikkan bahunya, "Who knows? Ada istilah, cinta datang karena terbiasa. Jika seseorang terus dekat dengan Lisa karena alasan belajar bersama, bukan tidak mungkin, salah satu atau bahkan keduanya akan jatuh hati. Kulihat, orang yang bersama Lisa, adalah orang yang sama dengan yang waktu itu kau temui di perpustakaan, bukan? Lagipula, hati manusia siapa yang tau, Jen?"

"Benar ucapan, Joy. Jangan hanya diam seperti ini, Jen. Kalau perlu, tunjukkan secara ugal-ugalan" sahut Rosè.

"Sudahlah! Aku pusing!" Jennie bangkit berdiri, membuat mereka bertiga menatap bingung ke arahnya.

"Ingin pergi kemana?" tanya Irene.

"Perpustakaan! Di sini panas" jawab Jennie sekenanya.

Tanpa berucap apapun lagi, Jennie langsung pergi begitu saja dari hadapan teman-temannya. Mereka bertiga membiarkannya, karena masih ingin berada di kantin untuk mengisi perut mereka yang kelaparan.

Ya, di sudut kantin terlihat Lisa dan seorang gadis yang beberapa waktu lalu Jennie lihat di perpustakaan, yang duduk saling berhadapan. Keduanya terlihat akrab dan berbincang satu sama lain, meski lebih banyak gadis itu yang mencoba untuk membangun topik pembicaraan, sedangkan Lisa hanya menjawab seadanya. Hal tersebut yang berhasil mencuri perhatian Jennie, membuat hatinya menjadi tidak karuan dan berakhir dengan mood gadis itu yang langsung hancur seketika.

Jennie berjalan dengan tampang datarnya menuju perpustakaan. Tidak ia pedulikan siswa-siswi yang menyapanya di sepanjang koridor. Seorang Jennie Kim yang biasanya terkenal ramah, kini mendadak dipenuhi aura kelabu di sekitarnya. Tidak ada senyuman dan keramahan. Yang ada hanya sorot mata tajam dengan rahang yang mengatup keras, membuat orang-orang menatap heran ke arahnya.

Secret Under The MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang