Setelah dari cafe, Chan tidak langsung pulang ke rumahnya. Ia duduk di Sungai Han terlebih dahulu. Ia duduk termenung di bangku dekat Sungai Han. Semenjak bertemu dengan dua pelayan tadi, perasaannya menjadi sedikit aneh.
Chan pov.
Gue bingung sama diri gue sendiri. Kenapa gue ngerasa aneh ya ngeliat pelayan tadi deket? Kaya ada perasaan iri gitu. Bukannya itu biasa ya, pastilah mereka deket. Lagipula gue juga gak butuh siapa-siapa. Tapi kenapa gue pengen kaya mereka?
Lamunan gue berhenti karna gue denger suara berisik. Gue ngeliat keadaan sekitar buat cari asal suaranya. Rasa kepo gue bikin gue ngelangkahin kaki ke sumber suara.
Kaki gue berhenti di belokan gang sempit yang sepi agak sedikit kumuh. Gue ngintip buat ngeliat apa yang terjadi di dalem sana. Mata gue melotot karna ngeliat apa yang terjadi di depan mata gue. Beberapa anak sekolah lagi mukulin seseorang yang ukuran badannya lebih kecil dari mereka. Kayanya dia lagi di bully. Bentar, seragam yang mereka pake, kayanya gue kenal. Itu kan seragam sekolah gue.
Chan pov end.
Melihat hal itu Chan langsung menghampiri mereka.
"Hehh, Kalian! Cupu banget main keroyokan" Suara Chan menginterupsi.
"Lo!!" ucap salah satu pemuda terkejut.
"Apa? Yes, I'm Bang Christopher Chan. Gue tebak pasti kalian kenal gue kan?? Pengecut banget sih kalian, beraninya main keroyokan. Mana masih pake seragam" ucap Chan meremehkan.
"Diem deh Lo! Ini bukan urusan lo. Jangan sok ikut campur!!"
"Oh ya?? Dan sekarang ini jadi urusan gue" Chan tersenyum smirk.
Mendengar apa yang dikatakan Chan membuat pemuda tersebut merasa geram. Tapi mereka tidak memiliki keberanian untuk melawannya. Melawan Chan sama saja dengan mencari mati. Nyali mereka seketika menciut.
"Kenapa? Kalian takut? Kalian tuh masih sekolah. Jangan bikin masalah kalo kalian gak mau di keluarin! Heii.. Lo yang disana, sini. Lo mau di pukulin terus?" Chan beralih pada pemuda yang dipukuli tadi.
Sedangkan yang dipanggil hanya diam saja, ia terlalu takut untuk bergerak. Bahkan rasa sakit ditubuhnya dikalahkan oleh rasa takut. Chan yang merasa geram melihat hal itu lalu menarik pemuda tersebut dan membawanya keluar dari gang. Sebelum pergi Chan menatap tajam kearah pemuda yang melakukan aksi pembullyan tadi.
Chan membawa pemuda itu ke taman tempat awal ia duduk tadi. Ia melirik pemuda itu sekilas. 'Ngapain sih gue? Ngapain juga gue peduli sama ni orang? Perasaan gue kok jadi aneh gini'
"Hei, ur name? Mereka kenapa mukulin lo? Emangnya lo ada bikin salah?" Chan membuka percakapan yang cukup lama bagi pemuda tersebut untuk menjawabnya.
"Gue Jeongin, Yang Jeongin. Mereka mukulin gue karena gue lupa ngerjain tugas sekolah mereka, trus mereka kena hukum. Mereka ngelakuin itu karena dendam sama gue"
"Ahh.. Gitu. Kenapa lo ngebiarin mereka mukulin lo? Pantes aja mereka bego, bisanya cuman main fisik"
"Gue gak papa kok, senior"
"Jangan bohong deh. Nggak mungkin lo mau di perlakuin macem budak kalo tanpa sebab"
"Hufftt.. Senior keras kepala banget sih? Gue kira senior ini orangnya pendiem sama dingin banget. Tapi ternyata cerewet juga. Iya, gue rela disuruh sama ngebiarin mereka ngebully gue karna salah satu orang tua mereka ngebiayain sekolah gue. Gue cuma balas budi doang kok"
Chan termenung sejenak karena perkataan Jeongin yang mengatakan dirinya itu cerewet. Ia juga merasa aneh dengan dirinya. Sejak kapan ia peduli dengan urusan orang lain? Lagipula ia merasa nyaman dengan berada didekat Jeongin.
"Tapi itu namanya bukan balas budi tau. Lo diperalat sama mereka. Udahlah, ini udah malem. Gue anter lo pulang ya. Where's ur house?"
"Apa?? Gak usah, gue gapapa kok. Senior nolongin gue aja gue udah berterima kasih banget. Kalo gitu gue permisi"
"Ini udah malem. Lagipula kalo jam segini susah nyari bus. Liat juga penampilan lo yang kacau gini"
"T-tapi apa gak ngerepotin?"
"Nggak, it's okay"
"Okedeh kalo gitu"
Selama dimobil tidak ada diantara mereka yang memulai pembicaraan. Hanya sesekali Chan bertanya arah mana yang akan mereka lewati. Setelah itu ia kembali fokus menyetir.
Saat sampai dirumah Jeongin, mereka berdua langsung turun dari mobil. Tidak lupa Jeongin juga mengucapkan terima kasih. Setelah itu Jeongin berjalan menyusuri gang rumahnya. Chan mengantar Jeongin hanya sampai gang depan rumahnya saja. Karena gang tersebut tidak muat untuk dimasuki mobilnya.
Bruukk...
"Pergi dari sini!! Ngapain kau tinggal disini lagi? Kau bahkan belum bayar uang sewa selama 4 bulan. Dan celengan ini aku ambil. Lagipula isinya juga gak akan cukup buat melunasi 1 bulan sewa rumah ini" marah seorang wanita paruh baya sambil mendorong Jeongin dan melemparkan barang-barangnya.
"Bu, saya mohon kasih saya kesempatan sampai minggu ini. Saya gak tau mau tinggal dimana lagi" mohon Jeongin seraya mengatupkan kedua tangannya.
"Kau pikir aku perduli? Kau selalu ngomong kaya gitu. Cepet pergi sana!!"
"Tapi-"
"Ada apaan nih? Jeongin, what happen?" Chan datang dan menghampiri mereka.
"Nggak ada, lebih baik senior pulang aja"
"Siapa lagi ini? Kau temennya dia ya? Bawa sampah ini keluar dari rumahku. Dia udah menunggak uang sewa rumah selama 4 bulan" ia mendorong Jeongin sampai terjatuh.
Melihat hal itu Chan langsung geram dan segera menghampiri mereka.
"Kau bahkan lebih dari sampah nyonya. Perlakuin makhluk hidup kaya gini. Jeongin, ayo pergi dari sini. Nggak ada gunanya kita disini" Chan menarik Jeongin keluar dari gang tersebut.
Ketika sampai mobilnya, Chan langsung menyuruh Jeongin untuk masuk ke dalam. Dan Chan yang juga masuk ke bangku setir. Jeongin yang takut hanya bisa menuruti apa yang diperintahkan Chan.
"Lo, mulai sekarang lo tinggal bareng gue"
"H-hah?!"
~
~
~
TBC...
Kasih voment yah readers. Jangan jadi siders
KAMU SEDANG MEMBACA
The Power of Eight Brother
Fantasía"KEKAYAAN tidak menjamin KEBAHAGIAAN" lanjutan The Power of Nine Brother di akun @wianIchwansyah