2019
Regina menghela nafas untuk yang kesekian kalinya. Lagi-lagi BAB 2 skripsinya penuh dengan revisi, padahal dia sudah tidur 3 jam perhari untuk menyelesaikan semua ini.
Ketika keluar dari ruangan dosen pembimbing, dia dikejutkan dengan kehadiran Haga. Lelaki itu tersenyum lembut, dia menangkap guratan lelah di mata Regina.
Dengan sayang dia mengusap puncak kepala Regina. "Capek ya? Mau makan dulu?"
Diperlakukan dengan begitu baik oleh Haga membuat pelupuk mata Regina menghangat. Dia sudah menahan-nahan tangis saat bimbingan tadi, lalu tangisnya pecah begitu saja di depan Haga.
Untung area ruangan dosen pembimbingnya sepi. Dengan begitu Haga leluasa memeluk Regina. Dia mengusap punggung perempuan itu dengan lembut.
"Ayo kita ke kantin. Nangisnya disambung nanti aja, oke?" Kata Haga dan di iyakan oleh Regina.
Mereka berjalan bersisihan menuju kantin fakultas Regina. Lumayan sepi karena saat ini banyak mahasiswa yang sedang belajar.
Mereka memilih tempat duduk sedikit pojok karena lebih banyak angin masuk dari sana.
"Mau pesen apa?" Tanya Haga.
"Nasi goreng aja, minumnya air putih."
Haga mengangguk paham, lalu pergi menuju salah satu kantin. Regina sendiri memilih menelungkupkan kepalanya. Kepalanya jadi pusing memikirkan skripsi yang tak juga ada perkembangan, selalu mentok di BAB 2.
Sedangkan Haga bulan depan sudah akan seminar proposal. Wah, dia benar-benar ketinggalan sangat jauh.
Mama di kampung juga beberapa kali bertanya perihal skripsinya. Jujur saja Regina benar-benar malas untuk menjawab pertanyaan itu. Mama juga sempat marah karena akhirnya beliau tahu dia kerja part time selama ini.
Yang memberitahu adalah Dinda. Teman kampretnya itu memberitahu dengan alasan tak kuat lagi melihat Regina yang seperti zombie. Kantung matanya benar-benar sudah menghitam dan badannya sedikit kurus.
Tok tok
Regina mengangkat kepalanya saat Haga mengetuk meja. Satu piring nasi goreng dan air mineral sudah ada di depannya.
"Lo gak makan?" Tanya Regina, dia tak melihat Haga membawa makanannya.
Sembari membuka ponsel, Haga menjawab. "Ada, bentar lagi datang. Gue pesen mie ayam tadi."
Sambil menyuapkan nasi goreng, Regina mencebik. "Mie mulu. Kemarin lo juga makan mie."
Haga meletakkan ponselnya begitu saja. Dia menatap Regina sambil tersenyum manis. "Oke, gak jadi makan mie." Setelahnya beranjak menuju kantin tempat dia memesan mie ayam tadi.
Tak lama Regina melihat Rohim berlari dengan wajah sumbringah memasuki kantin. Ternyata Haga memberikan mie ayamnya pada Rohim.
Selang beberapa saat Haga melangkah membawa makanan barunya.
"Mie ayamnya di kasih ke Rohim?" Begitu tanya Regina saat lelaki itu duduk. Haga mengangguk, mengaduk-aduk kupat tahunya.
"Dia juga belum makan, jadi sekalian aja."
Regina tersenyum, menatap lembut ke arah Haga yang makan dengan lahap. Lelaki ini begitu manis. Perlakuannya benar-benar membuat Regina berpikir kalau Haga adalah satu dari 10% lelaki baik yang ada di radarnya. Regina sangat merasa dicintai.
Setelah satu tahun mereka bersama tanpa status pacaran yang resmi, Regina tak pernah sama sekali dibuat menangis oleh Haga. Tutur katanya pun selalu lembut. Saat akan pergi kemana pun, bahkan saat disuruh membersihkan kolam ikan kakaknya saja dia kabari.
Haga selalu bercerita apa pun dan juga meminta Regina bercerita apa pun. Haga selalu bertanya bagaimana hari ini dan apa saja hal yang tak mengenakkan. Haga selalu bertanya adakah orang yang menjahatinya?
Haga selalu menangis kalau melihat Regina sakit atau terluka jarinya karena pisau.
Haga yang selalu memberikan ketenangan saat dirinya sedang terpuruk.
Selama satu tahun ini Regina merasa hidup kembali. Rasa semangat hidupnya yang sudah hilang, kini kembali lagi. Dia jadi semangat menjalani hari-harinya.
"Kenapa liatin gue gitu?" Tanya Haga dengan lembut. Dia mengusap puncak kepala Regina lagi.
"Gue senang kenal lo, Ga."
Tawa merdu Haga menjadi candu sekarang. "Gue lebih senang dan beruntung bisa punya lo, Re."
Regina tertegun. Punya lo. Itu artinya selama ini Haga menganggap dirinya pacar? Sedangkan Regina sendiri hanya menganggap sahabat? Jujur, rasanya seperti berada di dekat Dinda versi cowok. Regina nyaman, Regina merasa aman.
Tiba-tiba rasa takut menyelimuti hatinya. Takut menyakiti lelaki sebaik Haga. Takut Haga tahu masa lalunya bersama seseorang yang sudah dikubur dalam-dalam, namun perasaannya malah menjadi mati.
Regina tak pantas ada di samping Haga. Haga yang baik tak seharusnya ada bersama dia yang rusak.
"Hei, hei, kenapa, Re? Kenapa nangis?" Haga jadi panik melihat Regina menangis. Menangis yang seakan menyiratkan kesakitan.
Regina menggeleng. Menghela nafas untuk meredakan tangisnya. "Gak apa-apa."
***
![](https://img.wattpad.com/cover/347351283-288-k368513.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Memories
Romanzi rosa / ChickLitRere jatuh cinta pada Harfi. Kata orang, cinta membuat seseorang jadi kurang waras, ternyata benar. Rere gelap mata, dia terayu sentuhan hangat Harfi malam itu. Mereka sama-sama menjadi gila dan lupa dunia. Tetapi, Harfi sadar ini semua salah. Dia m...