Waktu menunjukkan pukul 21.00, Regina menatap teman-teman kerjanya yang masih terpekur dengan kerjaan mereka. Semua terlihat fokus dan suasana amat sunyi, hanya suara keyboard yang terdengar.
Regina menoleh pada Syahira yang bentukkannya sudah tak karuan, bibirnya pucat karena lipstik ombrenya sudah hilang bersama kopi yang dia minum. Merasa diperhatikan, Syahira menoleh.
"Kerjaan lo udah selesai, Mbak?" tanya Perempuan itu dengan berbisik juga tubuh yang sedikit condong ke kubikelnya.
Regina menggeleng pelan, mencoba kembali fokus pada layar laptopnya. Sesekali matanya melirik ke ruangan Gunawan, memastikan pria itu tak keluar dari tempatnya. Jantungnya entah kenapa berdetak lebih cepat, dia sudah merasa gelisah dari saat mengisi form lembur tadi.
"Mbak, you okay kan? Muka lo pucet gitu?" tanya Syahira lagi, sepertinya pekerjaan perempuan itu sudah lumayan longgar sampai menghabiskan beberapa menitnya hanya untuk menatap Regina.
"Muka lo lebih pucet, coba deh ngaca!" balas Regina berusaha santai.
"Emang iya?" Syahira meraih cermin yang selalu tersedia di tasnya.
"Ihh, jelek banget sih gue," gerutunya. Regina tersenyum tipis, rasanya untuk mengejek Syahira bukan waktu yang tepat sekarang.
Lagi, dia menoleh pada pintu kaca yang tertutup di ujung ruangan sana. Masih ada satu jam lagi untuk mereka bisa membubarkan diri.
"Tapi aneh tau gak, Mbak," Regina kembali menoleh pada Syahira, perempuan itu sudah kembali menatap layar laptopnya.
"Kerjaan kita gak banyak-banyak amat, tapi tumben dikasih lembur berjamaah gini. Apa bos besar marah kali ya sama Pak Gunawan karena dia berantem sama rekan kerjanya sendiri?"
Gue juga mikir gitu, batin Regina.
"Iya kali." Balasnya singkat. Lalu, kembali menggulir kerjaannya.
Tak lama dari itu suara Gunawan mengisi ruangan yang lumayan besar ini. Sontak saja jantung Regina berdetak sepuluh kali lebih cepat, bahkan telinganya mampu mendengar detak itu.
"Amankan?" kata pria itu sambil mengitari kubikel-kubikel karyawannya.
Regina enggan menoleh.
"Aman, Pak." Jawab beberapa dari mereka.
"Mbak?"
"HAH?" Regina tersentak. Syahira yang sedang mencondongkan tubunya mengedip bingung.
"Lo kenapa tegang begitu? Kita gak lagi ujian kali. Mau minjem flashdisk kosong dong," katanya sambil nyengir.
Regina menelen ludahnya sendiri. Entah kenapa keberadaan Gunawan di ruangan ini mampu membuatnya hilang fokus.
"Makasiii," balas Syahira saat Regina menyodorkan flashdisk.
Regina mengangguk takzim. Ketika tangannya sedang menari-nari diatas keyboard, sebuah suara berat menyapanya.
"Gimana? Kerjaan kamu lancar?" suara itu bersaut dengan hembusan nafas yang berbau rokok. Jangan tanya bagaimana jantungnya, hampir putus mungkin.
Regina menoleh pada kubikel Syahira, rupanya perempuan itu sedang tidak di mejanya. Entah kemana dia pergi.
"Kenapa kamu gak masuk kemarin?" suara itu kembali menyapa. Regina rasanya ingin berteriak. Gunawan sangat anjing.
Tangannya mengepal erat saat Gunawan semakin mendekatkan tubuhnya, dia juga menunduk untuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Regina.
"Kamu takut sama saya?" suara rendah itu mengusik pikiran Regina. Dia benar-benar takut. Air mata itu berkumpul di peluk matanya, siap untuk jatuh kapan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Memories
ChickLitRere jatuh cinta pada Harfi. Kata orang, cinta membuat seseorang jadi kurang waras, ternyata benar. Rere gelap mata, dia terayu sentuhan hangat Harfi malam itu. Mereka sama-sama menjadi gila dan lupa dunia. Tetapi, Harfi sadar ini semua salah. Dia m...