0.3

3.2K 144 0
                                    

Agustus, 2017

Setelah liburan semester kurang lebih sebulan, hiruk pikuk perkuliahan harus kembali Regina jalani. Kembali menyusun agenda kegiatannya dari perkuliahan dan mencari uang.

Semenjak oktober tahun lalu, Regina memutuskan untuk mencari uang tambahan dengan kerja part time tanpa Mamanya tahu.

Dia sempat dengar cerita dari Budenya kalau usaha Mama mengalami kerugian sekitar sepuluh juta karena adanya persaingan dagang disana. Regina marah, bahkan dia hampir pulang ke kampung Mamanya itu untuk menemui orang yang berani-beraninya mengirimkan ilmu hitam agar usaha Mama hancur. Ditambah, ketika Mama menelpon, beliau tak bercerita sama sekali.

Regina merasa hancur. Dia merasa hanya jadi beban. Oleh karena itu akhirnya dia memilih bekerja disalah satu restoran sebagai waitress. Tidak banyak, tapi mampu menambal uang makannya. Sedikit-sedikit dia juga menabung untuk kebutuhan mendesak.

Dulu, sama sekali dia tak pernah berpikir akan menjalani hidup seperti ini. Dari kecil hidupnya sudah lebih dari berkecukupan. Almarhum Papanya seorang manajer keuangan diperusahaan retail besar, Mama sendiri pekerja di bank. Apa yang dia mau selalu ada.

Sedikit syok dengan kehidupan yang serba pas-pasan. Kalau ditanya kemana semua uang tabungan orang tuanya, setengahnya sudah habis membiayai pengobatan almarhum Papa dulu. Setengah lagi menjadi modal usah Mama di kampung.

Karena Oma yang sakit, Mama berhenti kerja di bank dan dari sanalah semua kesusahan itu bermula.

Desember tahun lalu menjadi hal yang paling berat baginya, rumah peninggalan Papa terjual karena Oma harus melakukan pengobatan dan dirujuk ke rumah sakit Singapura.

Regina sempat ingin berhenti kuliah, tapi Mama malah marah. Mama bilang, "Kita udah kehilangan semua, Re, jangan ditambah lagi bebannya. Selesain kuliah kamu biar hidup kamu dimasa depan gak susah."

"REGINA!"

Regina tersentak. Lamunannya buyar. Di depannya Susanti sudah berkacak pinggang dengan muka tertekuk.

"Apa?"

"Lo kenapa, sih? Gue panggilan dari tadi malah ngelamun. Banyak utang lo?"

Regina berdecak. Mengedarkan pandangan kepenjuru kelas, sudah sepi. Ternyata kelas sudah bubar.

"Iya, kelas udah bubar dari 10 menit yang lalu. Lo sih ngelamun mulu sampai gak liat sekitar," Susanti menjawab apa yang ada dibenaknya.

"Gue balik, deh. Laper." Regina segera beranjak diikuti Susanti.

"Makan di kantin aja elah. Ngapain sih buru-buru banget pulang?"

Regina menggeleng. "Gue masak di rumah aja,"

Susanti mencibir. "Baru juga awal bulan udah bokek aja."

Diam-diam Regina menghela nafas. Susanti ini temannya dari awal OSPEK dan yang dia tahu kalau Regina dari keluarga mampu karena pernah main ke rumahnya yang sudah dijual itu. Susanti juga tahu kalau di kampung Mamanya punya usaha ketering.

Cerita pilunya setahun belakang hanya dia simpan sendiri, bahkan Dinda sahabatnya sendiri pun tak diberi tahu. Menurutnya, hal seperti ini bukan untuk dibagi.

"Gue duluan ya, San?"

Susanti hanya mengangguk dan perempuan itu berbelok ke arah kantin, sedangkan dirinya berjalan menuju gerbang. Lagi-lagi pikirannya berputar bagaimana untuk mencari uang yang banyak agar Mama tidak perlu mengirim uang makan setiap bulan.

"Rere!" Langkahnya terhenti begitu seorang laki-laki berjalan menghampiri.  Melihat laki-laki itu tersenyum, Regina pun ikut tersenyum.

"Kok udah pulang? Gak ada kelas lagi, ya?"

Hidden MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang