0.17

236 12 1
                                    

WARNING! 🔞🔞

Adegan di part ini bisa di skip kalau kalian punya trauma tentang pelecehan seksual.

**

Karena lift sudah dimatikan, mau tak mau Regina menaiki tangga bersama Pak Husen menuju lantai tiga.

Bersamaan dengan dentum sepatunya yang menapaki satu persatu anak tangga, semakin cepat pula detak jantungnya. Entah apa yang akan terjadi disana nanti.

"Kayanya Pak Gunawan masih ada, Mbak, soalnya lampunya masih hidup." Kata sekuriti tersebut sambil mereka melangkah mendekati ruangan.

"Saya tunggu disini ya, Mbak?" Pak Husen berdiri di depan pintu. Sontak saja Regina membelalak.

"Bapak gak ikut masuk?" Raut cemas tercetak jelas dimukanya.

Pak Husen menggeleng sungkan. "Peraturan disini sekuriti gak boleh asal masuk ruangan, Mbak. Apalagi ruangam divisi keuangan."

"Tapikan sama saya, Pak,"

"Monggo, Mbak masuk aja. Di dalam masih ada Pak Gunawan jugakan. Tenang, Mbak, disini engga ada setannya."

Justru si sialan Gunawan itu raja setannya, batin Regina.

Dengan helaan nafas berat, Regina membuka pintu ruangan. Menatap horror pada tempat itu, sebagian sudah gelap dan hanya diterpa tempias cahaya ruangan Gunawan.

Regina melangkah cepat menuju kubikelnya. Lantas mencari kunci pada kotak pensil yang diletakkan sejajar dengan tumpukkan file-file.

Ketika ketemu, segera dia membuka laci dengan tangan sedikit gemetar. Entah karena dingin AC atau hal lain.

"Alhamdulillah," seperti melihat oasis di padang pasir, Regina teramat sangat bersyukur.

"HAH!"

Dia terkejut, seluruh tubuhnya dingin, kaku dan seperti mati rasa. Melihat sosok Gunawan yang baru selesai mengunci pintu. Seringai pria 40 tahunan itu benar-benar mengerikan.

"Welcome, baby." Tangan pria itu terbuka, seperti menunjukkan bahwa dialah yang berkuasa.

"PAK HUSEN?" Regina berteriak memanggil, tapi tak ada sahutan.

Suara tawa Gunawan yang menggelegar membuat Regina tak menutupi tangisnya. Dia melangkah mundur saat Gunawan mulai berjalan.

"Kita bersenang-senang aja malam ini, Regina. Gak akan ada yang tau," ucapan itu di isi dengan tawa yang Regina benci seumur hidup.

"JANGAN MENDEKAT ANJING! SIALAN LO!"

Gunawan memainkan lidahnya di bibir, bukannya marah dengan umpatan tersebut, libidonya malah naik. Ah, nafsunya memang sangat aneh.

"Terus aja mengumpat, aku suka. Hmm, mengumpat aja suaramu bagus, apalagi mendesah, ya."

"ANJING LO, JAUH-JAUH! MATI LO BRENGSEK! PAK HUSEN?!" Regina berteriak dengan derai air mata yang tak terbendung.

Dia melempari Gunawan dengan apa saja yang ada di dekatnya ketika pria itu terus melangkah.

"Kamu pasti sudah dengar dari orang-orang, saya gak akan berhenti sampai saya mendapatkan apa yang saya mau. Udah dari lama saya mau tubuh kamu, vagina kamu, payudaramu." Sekali lagi Gunawan memainkan lidahnya di bibir erotis.

Hidden MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang