0.13

1.2K 40 5
                                    

🔞🔞

Plis mohon bijak untuk membaca cerita ya! Ini khusus dewasa dan sudah saya warning. Yang dibawah umur cari cerita lain aja! Oke?

Ini sudah bulan keempat Regina menjadi budak korporat. Menikmati hari-harinya yang berjibaku dengan banyak kerjaan.

Rasanya sangat lelah, tetapi terbayar kontan dengan gaji yang setiap bulannya semakin banyak hasilnya.

Mama di kampung pun sudah tidak terlalu aktif menjajakan keteringnya. Paling-paling menerima ketering untuk kawinan, itu pun Regina patok untuk menerima dua pesanan setiap bulannya.

Baginya, uang yang dia dapat sudah cukup untuk membahagiakan Mama yang sekarang punya simpanan emas.

Mama juga selalu bilang untuk menyisihkan uang dan membahagiakan diri sendiri. Harus self reward agar otak yang kian membeku karena kerjaan bisa relaks.

Dulu, boro-boro ke salon, akhir bulan saja botol shampo dia isi air demi menghemat pengeluaran. Memakai sabun batang hingga cuma tinggal seujung kuku.

"Makan dimana?" Regina menghentikan lamunannya dan menoleh pada Syahira yang sedang menguncir rambutnya di balik kubikel.

"Warteg depan ajalah, lagi pengen makan yang Indonesia banget." Jawabnya sambil mematikan laptop. Lalu, ikut menggulung rambutnya sebelum dijepit dengan jedai kupu-kupu.

"Kalian mau makan dimana? Ikut dong!" Perempuan yang kubikelnya di seberang Regina bergerak tergesa ke arahnya. Namanya Fika, Regina memanggilnya Mbak Pika karena usia mereka yang terpaut 5 tahun.

"Ayo aja." Kata Regina. Mengikuti langkah Syahira yang sudah berjalan duluan. Mbak Fika mengimbangi jalannya.

"Mau tau sesuatu, gak?" Bisik Mbak Fika. Mukanya yang sudah tanpa make up itu nampak sangat serius.

"Gosip apa lagi?" Tanya Regina.

"Sya, mau denger gosip juga gak?" Tawar Mbak Fika pada Syahira yang jalan di depan mereka, seperti tidak sabar untuk makan siang.

Perempuan sunda itu pun akhirnya berbalik dan berjalan di sisi kanan Regina. "Apa? Apaa?" Tanyanya antusias.

Mbak Fika menipiskan bibirnya, ciri khasnya kalau sudah memulai gosip. Matanya celingak-celinguk dan bibirnya terus berucap.

"Lo pada tau, semalam gue mergokin CEO kita lagi nganu sama Mbak Dewi. Di ruang arsip asal lo pada tau," Regina dan Syahira sontak membekap mulutnya dengan keterkejutan yang sangat luar biasa.

"Anying, lo gak salah liat, Mbak? Kok Pak Arsen doyan sama cewek yang ngangkang sana-sini?" Kata Syahira.

"Gue gak habis pikir deh, ini perusahaan isinya ngewe semua. Gak CEOnya, gak bos kita." Regina menimpali.

Semenjak empat bulan menjadi bagian dari perusahaan ini, Regina sudah amat sangat tahu bobroknya orang-orang yang berjabatan tinggi disini. Semua tidak jauh-jauh dari bercocok tanam.

Bahkan, sering kali Regina memergoki atasannya, Pak Gunawan mencium karyawan wanita baik di divisinya maupun divisi lain. Luar biasa.

Sering kali juga dia menangkap kilatan gairah yang dipancarkan oleh Pak Gunawan padanya. Untung, intensitas pertemuan mereka hanya saat meeting saja, selebihnya Regina berhasil menghindar.

"Yang gue bingung tuh Pak Gunawan udah nanam benih dibanyak cewek, kok dia gak kena-kena penyakit kelamin, ya?" Regina dan Mbak Fika hampir menyemburkan tawa. Pertanyaan konyol dengan suara lirih itu menggelitik perutnya.

"Belum aja. Karma berlaku." Kata Mbak Fika saat tawanya mereda.

**

Sudah pukul 3 sore, jam kerja tinggal 45 menit lagi. Regina merasa dia butuh asupan kopi karena saat break tadi tak sempat menyeduh kopi. Bahkan mereka masuk kantor hampir telat karena menunggu Syahira yang tiba-tiba saja bertemu dengan mantan calon mertuanya.

Regina beranjak membawa tumblernya, berjalan menuju pantry yang entah kenapa sore itu sepi. Biasanya ada dua atau tiga orang yang sedang ngopi atau hanya untuk membuat jus.

Dia meraih satu saset kopi luwak di kotak penyimpanan sambil menyalakan teko pemanas air. Bersenandung kecil menunggu air itu mendidih.

"Ahhh..pelan Pak."

Regina berhenti bersenandung, alisnya bertaut sambil menajamkan pendengaran.

"Nghhh, bokong kamu seksi banget..shhh punyaku jadi keras."

Regina membekap mulutnya, matanya melotot karena kaget. Sekujur tubuhnya jadi meremang. Suara-suara desahan itu membuatnya bergedik ngeri.

"Ahhhh..ahhh terus pak."

"Punya kamu becek banget. Penisku kaya dipijet, Yun."

Regina menoleh ke arah pojok pantry yang terdapat pintu. Disana ada kompor portable tempat biasanya OB menyeduh mie untuk karyawan.

"Masa ada yang nganu disana, sih." Lirih Regina. Suara-suara menjijikan itu makin bersaut-sautan.

Regina melangkah mendekati pintu yang ternyata sedikit tersingkap, meninggalkan air panas yang sudah mendidih itu. Rasa penasarannya makin kuat untuk dijadikan bahan gosip dengan Mbak Fika dan Syahira besok.

Dia mengintip diantara celah yang sempit itu. Ruangan itu agak gelap, membutuhnya waktu untuk melihat siapa dan sedang apa mereka disana.

"Nghh..Pak enak bangethh."

"Enak banget? Kamu suka, Yun? Kamu suka penisku?"

"Sukaaa pak..ahhh aww,"

Regina tercekat saat melihat Pak Gunawan sedang menghentak-hentakkan miliknya pada lubang Yuniar, si resepsionis yang selalu berpakaian minim.

Kondisi mereka setengah telanjang dengan Yuniar yang menungging dengan lidah menjulur, desahannya keluar bersamaan dengan beberapa tetes air liur jatuh.

Pak Gunawan sendiri, terus menusukkan kepunyaannya dengan kepala menengadah. Sebelah tangannya terus meremas-remas payudara milik Yuniar.

"Pakk Yuni mau keluarrr, Yuni mau pipis...shhhh ahh,"

"Pipis Yuni, pipisin punyaku. Ahh anjing enak banget vagina kamu, Yun!"

Regina langsung berbalik, perutnya sangat mual. Dia berlari keluar pantry menuju toilet. Menumpahkan semua isi perutnya melihat adegan itu.

Bukan hanya menjijikkan, tapi dia seakan ditarik kembali ke lima tahun silam, saat dia dan Harfi hampir melakukan itu.

Di tempat kejadian, setelah pelepasannya yang penuh nikmat itu, Gunawan menoleh ke arah pintu yang sengaja dia buka sedikit. Bibirnya menyeringai dengan mata penuh kabut gairah.

***


Hidden MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang