0.14

420 22 2
                                    

Setelah kejadian di pantry tempo hari, Regina berusaha menghindari pertemuan dengan atasannya itu. Ketika ada meeting dia berusaha menjadi debu diantara semua karyawan agar tak terlihat. Untungnya semesta mendukung.

Tetapi, setelah empat hari terlewat, dipukul sembilan pagi Pak Bambang, manajernya, meminta ke ruangannya.

Beberapa rekan kerjanya bertanya apa yang sedang terjadi, Regina tentu saja menggeleng tidak tahu. Dia manut saja dan segera melangkah ke ruangan kaca di ujung sana.

Sedikit berharap kalau Pak Gunawan tak ada disana. Karena jujur saja, melihat wajah pria itu membuat perutnya bergejolak mual.

"Permisi, Pak?" Katanya sambil membuka pintu.

Bambang yang sedang membaca beberapa berkas menoleh, memberikan anggukan pertanda dia boleh masuk.

"Ada apa ya, Pak?" Tanya Regina to the point.

Pria kisar 30 tahunan itu menghela nafas berat. Bahkan, dia sampai memijat keningnya.

"Duduk dulu, ada yang mau saya tanyain sama kamu,"

Regina mengangguk ragu, lantas beranjak duduk ke sofa. Di ikuti Bambang yang duduk di single sofa, tepat di depannya.

"Kamu tau kalau Gunawan diliburkan?"

Regina tersentak. Lalu, menggeleng dengan raut heran. Pantes dari kemarin pria itu tak kelihatan batang hidungnya.

"Lagi ada urusan ya, Pak?" Tanya Regina.

Bambang menggeleng. "Karena kejadian di pantry seminggu yang lalu ..."

Bambang mengamati raut wajah Regina yang berubah tegang. Wajahnya yang putih berubah kemerahan dan matanya tak berhenti berkedip-kedip.

Bambang tersenyum. "Gak usah takut, saya manggil kamu ke sini bukan mau jadiin kamu kambing hitam."

Ada jeda sejenak. Bambang meletakkan sebuah flashdisk ke meja yang sebelumnya tersimpan di saku jasnya. "Ini rekaman yang saya dapat dari kepala sekurity. File aslinya udah dihapus, ini salinannya."

Kembali hening. Regina menatap flashdisk itu dengan hati gamang. "Terus, urusannya sama saya apa, Pak?" Tanya Regina tanpa menatap si lawan bicara.

Bambang kembali mengambil flashdisk itu dan memasukkan kembali ke saku jasnya. "Saya cuma kasih tau karena kamu saksi mata langsung waktu kejadian. Pertanyaan saya, sejauh mana kamu melihat mereka?"

Regina mengepalkan tangannya, ada gejolak emosi serta takut yang menyerangnya. Bahkan, sekedar menelan ludah saja rasanya susah.

"Saya gak mau ikut campur, Pak."

"Saya gak akan melibatkan kamu, tenang aja."

"Tapi, kenapa saya di introgasi? Bukan saya yang melakukan, saya gak mau ikut campur." Regina membalas dengan sedikit menggebu.

Bambang mengangguk paham, bibirnya tersenyum tipis. "Kejadian ini bukan pertama kali, Re. Dia udah sering buat onar sampai bikin saya pusing. Yang saya takutkan, dia tau kamu mergokin mereka."

Regina mengernyit. "Saya bukan orang yang cepu, sejauh ini saya gak ada cerita ke siapa pun, Pak. Saya benar-benar gak mau terlibat."

"Iya, iya saya paham, Re. Tapi, bukan itu masalahnya."

"Terus, Pak?"

Bambang kembali memijit keningnya. Ada perasaan berat saat akan menjelaskan.

"Gunawan itu orang gila, Re. Dia ada disini bukan buat bekerja, keluarganya punya kuasa. Dia disini buat nyalurin kegilaannya."

"Hah? Maksudnya, Pak?" Otak Regina seakan-akan diajak mengelilingi labiran, bikin pusing.

"Kalau sampai Gunawan tau kamu yang mergokin dia, kamu bakal dikejar-kejar terus. Kamu bisa aja jadi target dia."

"Bentar, Pak?" Regina berusaha mencerna pembicaraan aneh ini. Gunawan dan kegilaan yang apa itu saja Regina belum paham.

"Kamu bisa aja diperkosa sama dia." Tembak Bambang langsung.

Seketika tubuh Regina menegang. Ucapan Bambang barusan seperti batu yang menimpa kepalanya. Terasa sakit dan mengejutkan sekaligus.

"Itu kenapa saya manggil kamu ke sini buat mastiin kalau Gunawan gak lihat kamu. Itu juga kenapa saya minta sekurity hapus cctv kejadian dan nyalin video bukti kalau aja ke depannya nanti diperlukan,"

"Kamu harus hati-hati, Re. Sebisa mungkin jangan berdekatan sama Gunawan." Kata Bambang.

**

Regina mengaduk sotonya dengan tidak minat. Selepas pulang tadi, dia mampir untuk makan karena saat jam istirahat yang masuk ke perutnya hanyalah satu donat, itu pun traktiran dari salah satu karyawan yang berulang tahun.

Regina benar-benar tak berselera, tapi perutnya terus berdemo untuk di isi.

Pikirannya melayang ke pembicaraan dengan Bambang tadi pagi. Bagaimana pun menghindari Gunawan, pasti suatu waktu akan bertemu juga.

Dia pun kembali mengingat-ingat, kecerobahannya saat mengintip Gunawan sedang bersetubuh dengan resepsionist waktu itu, apakah ada diantara dua orang itu yang menyadari kehadirannya?

"ARGHHH SETAN!"

Beberapa orang yang saat itu juga sedang menyantap makanannya menoleh, kaget saat Regina tiba-tiba saja berteriak. Sedangkan yang ditatap tak peduli. Dia bahkan mengaduk sotonya dengan brutal sampai kuahnya tumpah-tumpah.

"Kalau gue risegn, gue baru nyuruh Mama kredit mobil. Ah, anjinglah lo Gunawan!"  Makinya dengan suara tertahan.

Rasa-rasanya hari setelah ini akan berubah mencekam. Kepada siapa dia akan mengadu, sedangkan Bambang memintanya untuk tutup mulut dengan kasus ini.

"Kenapa sih hidup gue gak pernah berjalan lancar?" Regina frustasi, menumpukkan kepalanya pada pinggiran meja. Vertigonya jadi kambuh perkara ini.

***

Hidden MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang