Suara biola terdengar tatkala jari tangan Ladara memetik senar biola. Ladara sedang mengetes suara senar tersebut, teknik ini biasa disebut sebagai teknik pizzicato. Beberapa menit, Ladara melakukan hal itu hingga puas.
Kemudian, gadis itu mengambil bow biolanya dan memulai pada inti latihan. Lantunan nada dari alat musik chordhophone tersebut terdengar merdu. Sorot mata Ladara tertuju pada partitur di depannya.
Ladara merasa tenang melakukan hobinya dalam bermain biola. Seperti dirinya terbang bersama nada-nada yang menguar bebas.
Beberapa menit berlalu, suara pintu ruang musik terbuka menampilkan seseorang yang ia ketahui bernama Kayden.
"Ladara? Lagi latihan?"
"Iya, kenapa?"
"Rapat osis udah selesai, pintu gerbang mau ditutup sekarang," ucap Kayden.
"Oke, bentar."
Ladara memungut tasnya. Ia meninggalkan biolanya di sudut ruangan. Tak pernah sekalipun dia membawa pulang biola mahalnya karena orang tuanya melarang dia untuk mendalami profesi violinis.
"Udah?" tanya Kayden.
"Udah, udah. Gue balik duluan, makasih udah kasih tau gue."
"Nope!"
Setelah itu Ladara berlari kecil menuju lantai bawah. Awan menghitam bersama suara gemuruh di langit. Angin kencang juga turut memberikan kesan mengerikan pada sore ini.
Bahu Ladara tak sengaja menubruk seorang laki-laki di tikungan tangga, nyaris membuat Ladara terjatuh. Beruntung cowok itu mencekal lengan Ladara erat.
"Kenapa gak balas chat gue?" tanya Ray.
"Gak buka HP."
"Hari ini lo mulai belajar sama gue."
Ladara menggelengkan kepalanya pelan, pertanda tak setuju. Pikiran Ladara berkecambuk, berputar-putar tak tentu arah dan tak menemukan jalan keluar. Ia menatap Ray yang berdiri di hadapannya.
"Gue gak mau."
"Leon yang minta gue ajarin lo," ungkap Ray. Semalam, Leon menghubunginya dan meminta tolong supaya dia membantu nilai Ladara.
"Lo kenal Leon?"
"Anak Gemintang kan? Kembaran lo."
"Kok bisa kenal?"
"Gue juara satu, dia juara satu. Wajar kalau saling kenal."
Ray mulai menarik tangan Ladara agar gadis itu mengikuti langkahnya.
"Ray, gue takut lo baya ke Oyo!"
Jemari Ray sontak tergerak menuju dahi Ladara, menjentikkan jari tengah dengan bantuan ibu jari hingga terdengar bunyi kesakitan dari Ladara. Gadis itu langsung menutupi dahinya yang berdenyut ngilu.
"BANGSAT, SAKIT GOBLOK!"
Ratu drama itu benar-benar membuat Ray jengah. Secara empiris, tindakan Ray tadi seharusnya tidak terlalu memberikan impact yang besar. Namun, karena sifat Ladara yang berlebihan membuat hal itu terkesan serius.
"GUE BISA MATI GARA-GARA LO!"
"Setan juga insecure lihat kelakuan lo!" hardik Ray sangat kesal karena Ladara hobi sekali mengeluarkan kata-kata ultimatum yang sangat kasar.
"INI SAKIT RAY, SIALANNN!" pekik Ladara kelimpungan. Ia bahkan terduduk di lantai dengan kedua tangan menutupi dahinya.
"Lo waste-time banget," komen Ray.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beauty Of Violins
Teen FictionREBORN PYTHAGORAS Rayyan Afkara, biasa dipanggil Ray. Dia laki-laki pintar, tampan, dan mapan. Hidupnya tertata rapi, namun sangat monoton. Hingga akhirnya Ray menemukan lembar ulangan Ladara yang mendapatkan nilai buruk. Ladara Chesilia, gadis IPA...