AKHIR

592 49 5
                                    

Semilir angin sore yang begitu menenangkan tak mampu melenyapkan kegelisahan dalam hati Ladara. Dia akan benar-benar kecewa jika Ray membela Fanny dan memarahinya. Namun, siapa pun di posisi Ray pasti akan berpikiran bahwa Ladara yang mencelakai Fanny.

Ray melirik sekilas wajah ayu Ladara. Wajah yang dipenuhi gurat ketakutan itu membuat Ray merasa iba. Ia pun mempercepat langkahnya menuju taman belakang sekolah.

"Lo mau marahin gu---"

Belum sempat Ladara berbicara, tubuhnya sudah lebih dahulu diterjang pelukan hangat dari Ray. Laki-laki itu secara tiba-tiba memeluk erat tubuh Ladara, gadis yang begitu dia rindukan.

"Tenang dulu," bisik Ray. Tangannya dia ulurkan membelai surai hitam Ladara.

"Keep calm, Ra, kamu kebiasaan kalau marah gak mikir risiko."

Tubuh Ladara mulai melemah, hanyut dalam dekapan hangat dari Ray. Seketika rasa cemas yang sempat menggerogoti hatinya mulai pudar perlahan. Helaan napasnya terdengar oleh Ray, memancing cowok itu menerbitkan senyumnya.

"Lo gak marah?" tanya Ladara sambil menjauhkan badannya.

Ray menggeleng pelan. "Aku percaya kalau bukan kamu pelakunya."

Ray menghirup udara banyak-banyak. Ia menatap Ladara yang menunggunya berbicara.

"Kalaupun kamu yang dominan di sana gapapa, aku gak marah. Luapin aja emosi kamu, Fanny emang perlu dikasih pelajaran!" ujar Ray menggebu-gebu.

"Nih ya, kamu dengerin. Dari dulu Fanny itu nyebelin banget. Sayang banget aku baru sadar akhir-akhir ini. Dia suka banget manfaatin aku, suka banget bikin aku nelantarin kamu, sampai-sampai bikin aku diputusin kamu."

Ladara berdecih pelan, lalu meninggalkan di taman begitu saja.

"Loh, Ra?"

"LADARA KOK AKU DITINGGAL?"

****

Gadis di depan pintu kelas IPA V berkacak pinggang saat sahabatnya baru menampakkan batang hidungnya. Dia sudah menunggu Ladara sejak 20 menit lalu dengan begitu khawatir, sementara Ladara justru menatapnya sambil mengangkat sebelah alis.

"Kenapa?" tanya Ladara bingung.

Elda buru-buru memeriksa semua sisi tubuh Ladara, layaknya memeriksa robot rusak.

"Ada yang lecet gak? Gue denger lo habis berantem sama Fanny di toilet?"

"Sans, gapapa kok."

Ladara memasuki kelasnya, diikuti oleh Elda yang mengekor.

"Terus Ray gimana? Katanya Ray narik lo pergi? Dia nyakitin lo lagi gak?"

"Gak kok." Ladara tersenyum kecil. Ia segera merapikan buku-buku dan memasukkannya ke dalam tas.

"Gimana kronologinya? Emang beneran lo dorong Fanny? Tuh anak ngaku-ngaku lo bully anjir, Dar!"

"Biarin, caper butuh dukungan."

Elda terkekeh pelan. "Lo bener! Dasarnya cewek ganjen, otaknya udah lengser ke dengkul!"

Elda dan Ladara berjalan beriringan menuju tempat parkir sambil berbicara ringan.

"Soal Ray?" tanya Elda pelan-pelan, takut menyinggung.

Belum sempat menjawab, langkah Ladara tiba-tiba berbelok menuju koridor jalur IPA I. Hal itu secara tidak langsung membuat Elda memicingkan matanya curiga.

"BALIKAN YA LO?!" pekik Elda keras hingga membuat gerombolan cowok di depan kelas IPA I menoleh.

Sialan!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Beauty Of ViolinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang