11-Kepanikan

1.9K 209 26
                                    

Nanda pikir, ia akan disuntik atau lebih parahnya dirawat inap. Akan tetapi, setelah melakukan pemeriksaan dasar dan ditanyai beberapa hal, Nanda diizinkan langsung pulang dan diberikan obat. Akhirnya lelaki itu bisa bernapas lega sebab tak seseram dalam bayangannya.

"Kalau obatnya udah habis tapi pusingnya masih kambuh, cek lagi ke rumah sakit yang lebih besar ya? Soalnya di sini peralatannya belum memadai, Pak. Nanti kalau di rumah sakit besar bisa diperiksa lebih menyeluruh."

Hasbi mengiakan ucapan dokter. Alih-alih bersama Airin, Nanda memang datang dengan Hasbi. Airin pagi tadi harus pergi ke Bandung karena ada urusan mendadak. Jadilah wanita itu menitipkan Nanda pada Hasbi. Sesuai amanah Airin, Hasbi membujuk Nanda pergi ke klinik di dekat rumahnya.

Nanda dan opanya itu pun pulang setelah menebus obat. Hanya butuh lima menit perjalanan menggunakan motor untuk sampai di rumah Hasbi.

Nanda berniat mampir sebab hari ini ia izin dari sekolah. Ia tak ingin menghabiskan waktu di rumah sendirian. Nanda akan pulang sore nanti karena tak tega juga meninggalkan kucingnya seharian penuh.

"Nda, ini mamamu telfon," ucap Hasbi seraya mendekati Nanda yang sudah duduk manis di depan TV. Ia menyerahkan ponselnya yang sudah terhubung dengan Airin.

"Halo, Ma? Mama udah sampe Bandung?"

"Udah. Gimana kamu? Udah ke rumah sakit kan? Kata dokternya gimana? Tadi diperiksa apa aja?"

"Cuma anemia katanya, Ma. Terus tadi dikasih obat sama disuruh makan yang bener biar bisa nambah darah. Nanda nggak apa-apa kok, Ma. Ntar juga sembuh, nggak usah khawatir."

"Nggak disuruh rontgen kepala atau apa gitu? Kamunya bilang ke dokter kalau sering pusing kan?"

"Udah Nanda bilang pusing, mual. Terus dicek tensi, hb, ditempelin apa itu namanya yang biasa dikalungin dokter buat dengerin denyut jantung. Udah, habis itu katanya hb-nya rendah, anemia. Nggak disuruh rontgen, tapi kalo pusingnya nggak sembuh-sembuh suruh cek lagi ke rumah sakit gede."

"Lho, emangnya kamu tadi periksa di mana?"

"Di klinik yang deket rumah Opa. Udah dulu ya, Ma, ini HP-nya Opa lowbat. Ntar kalau mau telfon lagi lewat HP Nanda aja. Bye, sukses acaranya. Love you, Ma. Nan---" Nanda tak menyelesaikan perkataannya saat handphone milik opanya itu lebih dulu mati. Ia pun beranjak untuk men-charger-nya.

Sebab tak melihat tanda-tanda keberadaan Risma, Nanda akhirnya mencari wanita itu. Ia juga merasa rindu dengannya karena cukup lama tidak bertemu. Dulu, harinya selalu dibumbui oleh kecerewetan omanya. Meski kadangkala kata-kata wanita itu sangat menusuk, tapi telinga Nanda sepeti sudah di-setting untuk kebal terhadap apa pun perkataan tajam omanya.

"Oma, lagi apa?" tanya Nanda usai menemukan Risma di halaman belakang. Saat mendekat, barulah ia menyadari wanita itu tengah membersihkan lele untuk dimasak. "Mau masak besar, kah? Banyak banget lelenya."

Nanda berjongkok di depan omanya sebab tak jua mendapat tanggapan dari wanita itu. Ia suka sekali menganggu omanya karena hanya dengan begitu, ia tidak diabaikan.

"Yang bersih, Oma. Biar Opa tambah ganteng."

"Sana ke dalem, nggak usah gangguin Oma!"

"Ditemenin cucunya kok gitu, sih? Apa mau dibantuin? Tapi Nanda nggak mau ngeluarin eek lelenya, jijik."

Mendengar Risma berdecak dan mengangkat pandangan, Nanda langsung bangkit. Ia seperti membaca tanda-tanda amukan wanita itu. Dengan sedikit tertawa, Nanda memilih untuk menghampiri Hasbi yang sedang duduk santai di rumah-rumahan kecil dekat kolam lele.

Ananda✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang