13-Kian Erat

1.4K 202 49
                                    

Hari sudah gelap saat Nanda menyelesaikan kegiatan bimbel. Meski sempat ada kejadian mimisan dan tentornya mengizinkan pulang lebih awal, lelaki itu tetap mengikuti bimbingan hingga selesai. Bahkan ia menolak seorang teman yang menawarkan tumpangan, dan memilih untuk pulang sendiri dengan motornya.

Sekarang, Nanda baru menyesali keputusannya itu. Bising kendaraan dengan ramainya orang yang juga baru pulang bekerja, membuat kepala Nanda semakin pusing.

Ia menghentikan motor saat lampu lalu lintas menyala merah. Satu tangannya terangkat untuk memijat pangkal hidung. Rasanya Nanda ingin sekali melepas helm untuk meringankan beban di kepala.

Nanda terus mengamati lampu lalu lintas dan berharap segera berganti warna. Saat hendak bersiap untuk kembali melajukan kendaraan, tubuh lemasnya lebih dulu oleng dan ia terjatuh dengan motor yang seketika menindih badan. Kejadiannya sangat cepat sampai Nanda hanya diam saat tubuhnya menghantam trotoar karena posisinya berada di pinggir jalan.

Suara beberapa orang terdengar samar di telinga Nanda, tapi ia tak sedikit pun menggerakkan tubuhnya. Ia bisa merasakan saat motornya diangkat dan tak lagi membebani. Ia terlalu lemas untuk sekadar bergerak dan akhirnya memilih pasrah.

Nanda membiarkan beberapa orang mengangkat tubuhnya dan mendudukannya dengan bersandar pada pohon. Helmnya pun segera dilepas, menampakkan wajah lelaki itu yang telah pucat dan berbanjir keringat.

"Dek ... Dek, kamu nggak papa? Masih sadar kan?"

Nanda membuka mata saat merasakan tepukan pada pipi. Ia memandang orang asing di hadapannya dengan tatapan sayu. Bibirnya kemudian bergumam kecil, "Nggak papa."

"Minum dulu, kamu pucet banget itu mukanya. Saya antar ke rumah sakit ya?"

Nanda menerima botol air mineral dan menurut untuk meminumnya. "Nggak usah, Pak. Saya istirahat sebentar aja, rumah saya udah deket kok. Cuma lemes dikit."

"Oalah, ya udah biar saya antar, ayo. Rud, ikut gue nganter ini bocah, kesian," ucap orang itu pada rekannya.

Nanda tak ingin menolak karena merasa tak yakin bisa berkendara sendiri. Nanda kali ini harus merepotkan orang yang bahkan tak ia kenal. Kerumunan di sekitar Nanda akhirnya bubar saat Nanda mulai dibantu untuk membonceng orang tadi.

Setelah sampai di rumah, Nanda menawarkan pada mereka untuk mampir. Namun, mereka menolak dan Nanda akhirnya hanya membalas kebaikan mereka dengan ucapan terima kasih.

Sungguh hari yang buruk karena di rumah pun masih gelap dan sepi. Sepertinya Nanda harus meminta mamanya untuk segera mencari orang yang bisa mengurus rumah agar ia tidak kesepian. Kasihan juga kedua kucingnya yang ditinggal tanpa penjagaan.

Malamnya, Nanda tidak bisa tidur tenang. Saat jatuh tadi, ia tidak merasakan sakit di bagian tubuh mana pun. Namun sekarang, kakinya mulai terasa nyut-nyutan, mungkin karena tertimpa motor. Alhasil, Nanda harus menghabiskan malam dengan rasa tak nyaman itu.

***

Syuting film pendek terus berjalan. Hari ini, mereka akan mengambil latar di rumah Haidar. Bukan di rumah utama, melainkan rumah yang biasa digunakan untuk tempat tinggal para pekerja. Dari awal, mereka memang menggunakan tempat itu sebagai tempat tinggal tokoh utama. Bahkan juga meminta bantuan Pak Karso---tukang kebun rumah Haidar---untuk menjadi figuran dalam memerankan sosok ayah Nanda.

"Ntar Bapak cuma ngomong dikit sama batuk-batuk pokoknya, habis itu meninggal. Usahakan ekspresi Bapak kayak bener-bener lagi sekarat, ya?"

"Astaghfirullah, Mbak. Jangan doain yang jelek-jelek gitu, lah." Pak Karso langsung mengelus dada usai mendengar ucapan Valda. Bocah-bocah di sekelilingnya itu malah tertawa.

Ananda✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang