26-Pelajaran Baru

1.1K 144 24
                                    

Kaisar terus berceloteh di depan Haidar yang sedang merenung. Anak itu tiada lelah menceritakan keseruannya hari ini bersama Airin. Ia terlihat sangat senang sebab bisa ikut merayakan hari ibu seperti teman-temannya di sekolah.

"Kata Tante Airin, Kai tampil baca puisinya bagus loh, Bang. Terus temen-temen juga semua tepuk tangan. Makasih ya Abang udah ngajarin Kai."

Haidar tersenyum kecil, masih mendengarkan meski pikirannya sedang melayang ke hal lain.

"Terus habis selesai, Kai sama Tante dijemput Ayah. Kita makan siang bareng deh. Tante Airin baik banget mau jadi ibunya Kai hari ini. Tapi ya, Bang ... tadi itu sebenernya ada Ibu tau. Ibu bilangnya mau masuk sama Kai, tapi Kai nggak mau."

Kali ini, Haidar menatap adiknya. Ia cukup terkejut mendengar ucapan Kaisar. "Ibu dateng ke sekolah?"

"He'em. Tapi sama Tante Airin dipanggilin satpam, terus Ibu pergi deh," ucap Kaisar.

Haidar beralih menatap ponsel, mengamati kolom chat dengan nomor tak dikenal. Meski begitu, Haidar tahu betul jika pengirimnya adalah Kalina. Hal itulah yang sedari tadi sedang mengganggu pikirannya.

Idar, Ibu mau ketemu. Sore ini jam 5 di Brew Basta Cafe. Ibu mau ngomong penting. Seenggaknya kamu hargai ibu kamu sekali aja. Ini hari ibu, kalau kamu lupa.

Ibu udah tunggu 1 jam lebih
Idar cepet dateng, Ibu mau ngomong soal ayah kamu dan Airin

Haidar meremas ponselnya, ragu antara menuruti keinginan ibunya atau mengabaikan saja. Tapi membaca kalimat terakhir yang dikirimkan, muncul hasrat Haidar untuk pergi. Ia tidak ingin Kalina menjadi pengacau hubungan ayahnya dengan Airin. Entah dari mana juga ibu kandungnya itu tahu-menahu, hingga tiba-tiba mengajaknya membicarakan soal ini.

Setelah menimang, Haidar akhirnya memutuskan untuk pergi. "Dek, Abang mau keluar dulu ya sebentar. Ayah lagi jalan pulang kok, kamu sama Bibi dulu ya?"

"Oke," jawab Kaisar meski sedikit berat hati. Tapi karena suasana hatinya sedang baik, anak itu tidak banyak berprotes.

Haidar lekas keluar. Sembari berjalan menuju garasi, ia menghubungi Valda lewat telepon. Ingin mengabari sebab sebelumnya ia juga meminta pendapat gadis itu untuk mengambil keputusan.

"Gimana, Idar? Gak usah dateng ya, dia itu paling cuma mau bikin panas suasana."

"Aku mau dateng. Ini aku udah ngeluarin motor."

"Ish, Idarrrr. Kalo gitu aku ikut. Kamu jemput aku dulu pokoknya! Jangan pergi sendiri!"

"Aku sendiri aja, kamu nggak usah khawatir. Dia nggak bakal ngapa-ngapain aku, tenang aja."

"Nggak mau tau, pokoknya aku ikut! Kalo kamu nggak jemput aku, aku berangkat sendiri. Aku tau tempatnya."

Haidar menghela napas. Ia menyesal karena sempat mengirimkan screenshot pesan dari Kalina, hingga Valda pasti tahu ke mana ia akan pergi. Akhirnya, Haidar pun menyetujui permintaan Valda.

"Oke, aku jemput sekarang."

***

Tak butuh waktu lama bagi Haidar dan Valda untuk sampai di tempat tujuan. Haidar bersyukur karena Valda bukanlah perempuan yang memerlukan waktu berdandan lama saat akan pergi. Gadis itu selalu tampil cantik natural dan anti ribet.

Hadirnya mereka disambut oleh Kalina yang tampak sudah muak. Entah karena terlalu lama menunggu atau tak suka melihat Haidar datang bersama pacarnya.

Haidar langsung duduk di kursi depan Kalina, lantas mengisyaratkan Valda duduk di sebelahnya. "Langsung aja, apa yang mau dibicarain?" tanya Haidar tanpa ingin berbasa-basi.

Ananda✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang