PART 07

85 27 7
                                        

     Air infus berjalan menyusuti ototnya sesuai dengan dosis dokter yang telah di tentukan. Vannia menyandarkan tubuhnya seraya melepas rasa penatnya. Badannya sudah semakin membaik hanya tinggal menunggu waktu pulang yang telah di tentukan dokter. Suasana ruangan itu sangat sepi, hanya suara jam dinding yang terdengar. Vannia merasa bosan, ia pun mengisi waktunya dengan membaca novel di handphonenya. Setiap huruf yang ia lewati membuat ia memasuki dalam dunia cerits novel tersebut.

ssssret

suara pintu terbuka. Membuat vannia terputus dengan alur cerita dalam novel tersebut. Belum selesai satu lembar ada yang mengganggunya. Ucap vannia dalam benaknya.

"lo dari mana aja?"

"dari warung makan beli nasi, buat lo."

"yaudah lo makan aja" lanjut evander.

"gue kenyang, lo aja yang makan"

"biar cepat pulih, jam segini kata dokter lo harus makan"

"tapi, gue udah kenyang" protes vannia.

"gue suapin yaa, gue tahu lo itu sebenarnya Cuma malas makan"

"iy".

***

     Gelapnya langit malam itu. Tetap menghadirkan bintang bercahaya. Ia terpukau melihat langit dari kaca mobil. Karena segala tentang langit malam selalu memberikan arti kehidupan bagi dirinya.

     Sesampainya di rumah. Ia merasa heran karena didapati mobil yang sepertinya menunggu seseorang dan diteras ada beberapa koper. Setelah risqi baru saja memarkirkan mobilnya, ia mengira mungkin malam ini vannia ada jam terbang. Namun, chani yang sedang menunggu vannia diluar rumah ia tidak memakai seragam pramugari. Hal itu menjadi tanda tanya bagi risqi.

     "Vannia dimana?" Tanya risqi pada chani yang tengah sibuk memainkan ponselnya.

     "Ada didalam"

     "Oouwh"

     Risqi melangkahkan kakinya menuju ruang tamu. Sebelum ia beranjak duduk di sofa untuk melepas lelahnya, ia tidak lupa melepas jas yang ia pakai. Tidak lama dari itu, terdengar hentakan kaki yang didampingi dengan suara koper. Ia heran sekali, dengan vannia yang hanya memakai baju biasa dengan membawa kopernya.

     "Ini kuncinya" ia menjulurkan kunci rumah milik risqi.

     "Mau kemana?" Sembari menerima kunci yang diberikan vannia.

     "Gue minta maaf, gue harus pergi"

     "Kenapa?"

     "Ada masalah. Jadi, mungkin gue tidak bisa datang beberapa waktu"

     "Berapa lama?"

     "Mungkin setelah Lo tunangan. Nggak. Selesai tunangan maka akan lebih sulit. Jadi kedepannya gue tidak akan datang lagi" ucap vannia terbata bata.

     "Apa maksudnya?"

     "Gue udah mengganggu lo selama ini. Gue minta maaf........dan makasih ya buat kemaren kemaren"

     "Maksud Lo apa Van? Gue gak ngerti?"

     Tadi yang berada didepan rumah membunyikan klaksonnya sontak vannia pun beranjak keluar. Karena taxi itu sudah lama menunggu Vannia.

     "Van, jawab dulu pertanyaan gue"

     Vannia menggubris pertanyaan risqi dan terus berjalan keluar meninggalkan risqi. Disusul oleh chani yang mengikutinya. Akhirnya vannia dan chani menaiki taxxi tersebut. Mereka pun berangkat.

     Risqi masih belum percaya dengan kenyataanpun ikut keluar, memanggil manggil nama vanni dengan suara lantangnya. Tapi, na'asnya vannia tetap menahan rasa kemanusiaannya dan tetap menghadap kearah depan seraya akan meninggalkan cerita yang tidak akan terulang kembali.

     Saat pasir tempatnya berpijak pergi ditelan ombak ialah lautan yang memeluk pantai nya dengan erat. Setiap orang punya waktu untuk menyendiri. Bukan karena pergi menjauh tetapi untuk merenungkan segala hal yang pernah terjadi sebelumnya.

     "Maaf risqi, bukan gue mau menjauh, Tapi hanya ingin Lo paham. dan Bukannya gue tiba tiba berubah tapi hanya ingin Lo peka aja...karena gue udah lelah "

     Hatinya hancur. Kenyataan yang menampar. Pertahanan yang diruntuhkan. Semua itu bercampur aduk, mengacaukan pikiran vannia dihari yang sama.

     Angin malam yang berembus kencang menerpa permukaan kulit vannia. Suasana malam dimusim kemarau membuat udara terasa begitu dingin. Meski kaca mobil tertutup rapat tetap ia bisa rasakan. Dalam diamnya, vannia tengah sibuk berperang dengan hati dan pikiran. Setelah masalah sebelumnya usai, kini ada rintangan baru yang harus ia lewati.

     "Sabar vannia! Tuhan pasti kasih jalan yang terbaik. Ini hanya pelajaran dari tuhan agar Lo bisa menjadi orang yang lebih kuat. Lo tidak pernah tau seberapa kuatnya diri Lo" ucap chani yang mencoba menenangkan temannya itu, dengan merangkul tubuhnya.

     "Kapan hidup gue bisa berdamai dengan keadaan"

     "Gue ngerti, sebaiknya Lo memilih jiwa yang kuat dari sekedar tubuh yang kuat. Kita masing masing memang jiwa yang lemah, cukup Lo berusaha menguatkan"

     Mendengar perkataan sahabat nya itu. Hatinya mulai terasa tetap tegar dan kuat dalam menghadapi kenyataan. Tak hanya itu, perasaan sedih juga bisa terlupakan dan bangkit dari keterpurukan. Cukup ia jalani dengan ikhlas dan penuh rasa sabar. Sebenarnya mengeluh tidak akan memperbaiki keadaan.

***

     Rumah besar itu sepi sekali, Mulai baru saja ia bangun dari tidurnya. Dikesunyiannya itu hanya ada bisikan angin dari kipas. Selain dari hal itu, suara kicauan burung yang baru saja menghampiri emperan jendela. Burung tersebut yang membuatnya ia terbangun. Gordel yang sedikit terbuka, membuat cahaya matahari menerangi ruangannya. Pandangannya sedikit teralihkan kearah cahaya matahari tersebut membuat ia beranjak dari tempat tidurnya dan mengubah posisinya menjadi berdiri.

     Sssrreeeet

     Ia pun menyingkirkan gordel jendela tersebut. Pemandangan nya mengarah ke sebuah pemukiman, matanya terasa silau ketika matahari menyerang seluruh ruangan risqi.

     Di kesunyian itu, matahari menerangi dirinya yang termenung membentuk sebuah bayangan. Ia percaya kehilangan bukan selamanya. Bukan waktu yang akan menyembuhkan hati yang terluka tapi siapa yang berhak meluapkan dan mengampuni siapa yang bersalah padanya.

     Matahari yang mulai tinggi. Ia mengira sepertinya akan terlambat untuk berangkat kerja. Pandangannya teralihkan kearah jam dinding. Alhasil, jam itu masih menunjukkan pukul 07.12. Masih ada waktu kurang lebih satu jam untuk mempersiapkan dirinya. Saat ia hendak mengambil handuk yang akan dibawa ke kamar mandi. Pikirannya tiba tiba teringat dengan sebuah surat yang pernah vannia berikan padanya, diwaktu pertemuan kedua kalinya. Laci kecil yang dipenuhi dengan segala berkas berkas kepentingan, surat kecil itu ikut membaur menyerupai berkas lainnya. Membuka satu persatu berkas yang lain, akhirnya ia temukan kertas yang tidak asing lagi. Belum sempat ia buka, terjadi ketokan pintu beberapa kali membuat tidak jadi membuka.

     "Kak..kakak. bangun udah siang!" Sahut zayyan dari depan pintu. Iapun langsung memasuki kamar kakaknya.

     "Iya, tunggu aja disana!"

     "Cepat kak...aku mau berangkat ke sekolah"

     "Oh iya, kak vannia kok gak ada ya kak?... dikamar nya juga gak ada?" Sambungnya.

     "Dia udah pergi. Tunggu aja sana!! kakak mau mandi dulu".

Lembayung Senja [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang