-09 : it's been a long time-

444 43 8
                                    

"unprocessed emotional wounds don't just go away ; they live in our bodies and show up as triggers. And your triggers and emotional reaction are reminders of what still needs to be healed."
- anonymous

-•••-

16.45 PM

"Sagara, jangan buang muka kayak gitu, it's impolite 'cuz you're doing it in front of you mother."

Suara wanita itu menginterupsi Sagara. Dengan penuh keterpaksaan, dia menatap wanita tadi. Dan seperti biasa, dia tidak mengatakan barang sepatah kata pun.

Kini, suasana antara ibu dan anak itu begitu canggung. Tidak ada yang memulai percakapan diantara mereka berdua.

Kepala Sagara dipenuhi oleh beberapa pertanyaan ;

Kemana aja bunda selama ini ?

Kenapa bunda milih buat lost contact sama anak-anaknya sendiri ?

Apa alasan bunda sebenarnya buat ninggalin kami ?

Lamunan Sagara buyar begitu Nathalia─ibunya, membuka topik obrolan.

"Gimana kabar kamu selama ini ?"

Menurut bunda gimana ? Setelah bunda pergi ninggalin kami begitu aja selama hampir tiga tahun ?

"Baik-baik aja." Dusta Sagara. Bagaimana mungkin dia baik-baik saja selama ini ? Ah tapi sudahlah, dia tidak ingin membuka hal itu di hadapan seseorang yang sudah membuangnya selama hampir tiga tahun lamanya.

Terbebani oleh kewajiban untuk berbasa-basi, maka Sagara balas bertanya. "Bunda sendiri gimana kabarnya ?"

Wanita yang berusia empat puluh tujuh tahun itu menjawab. "Baik juga." Beliau menyeruput hot latte pesanannya. "Kakak-kakak kamu gimana ?"

Setelah pertemuan tidak terduga di depan apotek tadi, Nathalia mengajak putra bungsunya itu ke sebuah cafe' yang letaknya tidak jauh dari tempat mereka bertemu, alasannya ingin berbincang-bincang dengan anak yang sudah ia abaikan dalam waktu yang lama itu.

"Kakak-kakak ?" Sagara membeo. "Well... They're doing great too."

Nathalia mengangguk. Dan begitu ia secara tidak sengaja melirik Sagara, beliau mendapati anak bungsunya melihat hot latte miliknya-sepertinya dia tergiur.

Dengan senyum, Nathalia menatap putranya. "Kamu engga mau pesen apa-apa ? Biasanya kamu pesen kopi."

Sagara yang tertangkap basah terkejut. "Eh ? A-apa ?"

Tawa pelan keluar dari mulut Nathalia. Sudah lama sejak terakhir kali dia melihat ekspresi si bungsu yang seperti itu. "Kamu engga pesen apa gitu, Nak ? Kopi di sini enak juga kayaknya."

Meskipun sudah tidak bertemu dengan Sagara dalam waktu yang cukup lama, tapi tidak dapat dilupakan olehnya kalau si bungsu itu adalah seorang coffee lover.

Ketimbang menunjukkan wajah ceria akan tawaran itu, Sagara malah tersinggung.

Bunda lupa ya kalau gue sakit parah kayak gini ? Kalau ditanya mah gue pengen banget. Tapi kan engga lucu kalau gue masuk rumah sakit cuman karena minum kopi.

Masih menjaga kesantunan, maka Sagara menolak dengan baik-baik. "Engga lah, Bun." Dia menggaruk tengkuknya. "Kan kondisi aku udah engga memungkinkan buat minum kopi kayak gitu lagi."

The Wounded Soul (ft.ENHYPEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang