"karena lo cuma satu jadi harus dijaga" - Melvin
"nantang dirusak lo?" - Haekal
"lo kalau mau nakal, juga harus dibimbing" - Jaevan
"ck!" - Chandra
"biarin kita brengsek, yang penting lo nggak" - Jenan
"lo boleh ngapain aja, asal jujur" - Raja
"mau...
the burning wound of a truth from the breath of human despair
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
────୨ৎ────
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Haekal berteriak sekeras-kerasnya, laju motornya terus membelah malam dingin yang tak berasa apa-apa atas panasnya amarah jiwa laki-laki itu.
"Bangsat!"
Haekal berhenti di pinggir trotoar, laki-laki itu turun lunglai dari motornya. Tubuhnya bersandar lemah pada dinding bata, matanya merah menahan susah payah agar genangannya tak meloloskan bulir air mata. Tak bisa. Haekal terduduk di sana, bersamaan dengan air matanya mengalir begitu deras, tangannya tak henti-henti mengusap peluh yang terus turun. Suara napasnya tersendat dan rintihnya parau, hatinya begitu sakit setelah bertumpuk-tumpuk fakta tentang Vasya yang sungguh tak pernah terbayang olehnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Getar ponsel Haekal menginterupsi, mencoba meredam semua perasaan kecewa dan sedih yang ia rasakan. Haekal menatap nama Jesa di layar.
"KAL! LO DI MANA?!" suara Jesa terdengar panik
Haekal menetralkan napasnya, "kenapa Jes?"
"Lo masih tanya kenapa?? Kita khawatir sama lo njing!" kali ini Raja yang menyahut
"gue gak papa, thanks"
"Gak usah sok belaga kuat, suara lo aja beda. Lo di mana, gue susul sama Jesa"