11

22.6K 1.6K 56
                                    

Seperti biasa Vanya akan datang dengan keangkuhannya, wanita dengan dress selutut itu menyunggingkan senyuman tipis, melihat Sean yang tengah sibuk membereskan rumah.

"Wahh apa Nyonya Gredyal masih membersihkan rumahnya," ejek si mata bulan sabit, ia duduk di sofa layaknya sang Nyonya besar.

"Saga sudah pergi bekerja," ucap Sean datar. Ia muak dengan Vanya, hampir setiap hari wanita itu datang, apa dia tak memiliki pekerjaan?

"Ck, tenanglah. Aku ke sini bukan untuk mengganggumu, aku datang karena sudah janji pada ibu mertuamu, kita akan belanja bersama. Sekarang kau lebih baik ganti bajumu itu, kau sudah seperti gembel saja. Aku, kau dan bibi akan pergi bersama." Jelas Vanya, sedikit membuat Sean tak percaya. Ryka akan mengajaknya juga?

"Cepatlah, ya Tuhan ... gembel ini." Vanya berdecak.

Tanpa pikir panjang Sean langsung melesat ke kamar, jika Saga membencinya setidaknya Ryka tidak memperlihatkan kebenciannya, walau pernikahannya ditentang oleh sang mertua, Sean harus bisa merebut hati Ryka.

Sean selesai dengan pakaian casual yang menurutnya rapi.

Di ruang tamu sudah ada Vanya dan Ryka yang tengah berbincang, tak ia sangka mertuanya benar-benar datang dan akan berbelanja dengannya. Sean selalu merasa gugup jika bersirobok dengan sang mertua.

"Kau akan ikut?" Ryka bertanya, kedua alisnya bertaut. Ia hanya di ajak Vanya, tapi tak ia sangka Vanya mengajak Sean juga. Tapi tak masalah.

"Y-ya," sahut Sean.

Vanya menyunggingkan senyum miring, ini memang rencananya. Ia akan memperlihatkan pada Ryka jika menantu pria ini tak lebih dari seorang benalu. Akan ia buat seluruh keluarga besar Gredyal membenci Sean.

Sean hanya mengekor dari belakang, ia tak dekat dengan keduanya. Dalam hati ia merutuk, kenapa harus ikut. Padahal tubuhnya masih sakit, tapi tak apa ini semua demi dekat dengan Ryka tak mau kalah oleh Vanya lagi.

Selama perjalanan Sean banyak diam, ia hanya melihat jalanan dengan bosan. Membiarkan Vanya terus berceloteh dengan Ryka.

"Sean ... apa kau memberi tahu Saga jika kau keluar?"

Sean terperanjat dari lamunannya saat Ryka bertanya.

"Eumm ... tidak, ak-aku akan mengirim pesan," jawabnya. Sejujurnya ia berbohong, ia tak mau bilang karena Saga pasti melarangnya.

"Seharusnya kau izin, Saga pasti marah. Kau kan kesayangan Saga, seharusnya kau hargai dia sebagai suamimu," timpal Vanya terdengar memojokkan Sean.

"Yang dikatakannya benar," ucap Ryka, terdengar helaan napas kecewa. Ia sudah berusaha menerima Sean sebagai menantu tapi sampai sekarang tak ada alasan kuat untuk menerima Sean, sering kali Sean terkalahkan dan tak memiliki nilai plus. Saat pertemuan keluarga hanya menantunya yang tak memiliki keunggulan membuat Ryka selalu kesal.

Apa bagusnya Sean sampai Saga begitu memperjuangkannya? Selera Saga tak pernah salah, Ryka percaya itu. Mungkin ada hal lain yang Sean miliki untuk menjerat Saga, sampai hanya orang yang mencintainya saja yang bisa melihat.

Lamunannya buyar saat mobil berhenti diparkiran pusat perbelanjaan. Mereka turun, hanya Sean yang terlihat berlebihan melihat gedung tinggi di depannya, sebagai orang tak punya ia sangat terpukau.

"Jangan berlebihan, kau semakin terlihat kampungan," celetuk Vanya setengah berbisik takut di dengar oleh Ryka.

"Mulutmu perlu dijahit," sahut Sean sinis.

Vanya tak menyahut lagi, ia kembali berjalan dengan anggun beriringan bersama Ryka. Jika berjalan dengan istri pengusaha itu, rasanya bau uangnya saja sudah tercium, Vanya tak berbohong soal itu.

Toko brand ternama mereka masuki, Ryka mulai memilih-milih tas yang menurutnya bagus untuk menambah koleksi.

Sean hanya diam ia tak berniat membeli apapun, ia dan Ryka tak cocok dalam hal belanja melihat bagaimana mertuanya itu membeli tas-tas itu tanpa melihat atau bahkan menanyakan harga, bagi Sean itu berlebihan atau mungkin karena jiwa miskinnya yang terlalu melekat.

"Kau tak tertarik dengan apapun?" Ryka bersuara menatap Sean yang diam kaku tampak pelayan menunggu majikan belanja.

"Tidak, ak-aku akan membeli kebutuhan bulanan saja," sahut si empu memberikan senyuman kakunya.

"Ah iya, nanti kita akan membeli bahan pangan juga, dan semacamnya." Ryka kembali menggulir matanya pada deretan tas mahal itu, siap menguras uang suaminya bersama dengan Vanya.

Sean kembali duduk, menunggu keduanya. Namun ia merasa seseorang menepuk dibahunya, senyuman tipis terbit saat melihat Eby teman dekat Saga memberikan senyuman manis.

"Hai," ucapnya.

"Hai, kau menyukai brand ini?" Eby tersenyum manis.

"Ah ya, aku menemani mertuaku untuk belanja, dia yang sepertinya menyukai brand ini," tutur Sean. Eby mengangguk, ia meminta izin untuk ikut serta duduk, tentu saja Sean mengizinkan ia sangat bosan sedari tadi melamun saja tapi dengan adanya Eby, ia menjadi lebih terhibur.

Eby datang bersama kekasihnya, Sean pikir sangat beruntung menjadi kekasih Eby melihat betapa baiknya Eby yang sedari tadi sabar menjawab saat dimintai saran untuk beberapa setel pakaian oleh submisifnya.

"Namanya Carel dia sedikit boros," ucap Eby terkekeh ringan, ia menunjuk kekasihnya yang asik mendengarkan penjelasan pelayan toko tentang pakaian yang ia pilih. Sean tersenyum tulus.

"Dia manis," cetusnya membuat Eby terkekeh.

Tanpa keduanya tahu, Vanya menyeringai melihat keakraban Sean dan Eby, ia langsung memotret beberapa kali kedekatan mereka mengirim foto itu pada Saga, menuangkan minyak tanah pada arang yang sudah terbakar adalah hal yang menguntungkan untuk membuat api besar.

"Sean yang malang," kekehnya. Ia mengganti rencana awal untuk membuat Sean terlihat buruk dihadapan Ryka, lebih baik Sean dihancurkan langsung oleh Saga.

Broken [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang