20

23.1K 1.6K 64
                                    

"Kau berkhianat!"

"Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku!"

"Lalu aku harus bersujud padamu?! Apa kau pikir aku mau?!"

Dibawah ranjang sosok kecil itu bergetar meringkuk bersembunyi dengan isakan yang ia tahan mati-matian, tangan kecil itu menutup mulutnya agar tak ketahuan oleh dua orang dewasa yang terlibat cek cok, barang-barang sudah berantakan, keduanya masih mempertahankan argumen masing-masing.

"Kau pikir aku mau menikah dengamu?! Kau hanya pria yang tak sejajar denganku!"

"Apa kau pikir wanita sepertimu pantas dinikahi? Kau tak lebih seperti pelacur, bedanya kau yang membeli mereka bukan mereka yang membeli dirimu, tapi tetap saja kau mengangkang pada mereka hanya demi kepuasanmu."

Perdebatan itu semakin panas, keduanya saling membuka kedok masing-masing. Tak sadar ada sosok yang menatap keduanya takut, sakit, tapi yang bisa ia lakukan hanya menutup mulutnya, diam tak bersuara.

"Kau yakin dia anakku?"

Lagi pertanyaan yang entah keberapa ribu anak itu dengar, apa benar ia bukan anak keduanya? Tubuhnya menegang saat memikirkan hal yang ia takutkan.

"Dia anakmu keparat! Dia penerus keluarga ini!"

"Aku ragu, kau sibuk mengangkang dan entah sperma pria mana saja yang masuk ke dalam lubang hinamu."

"Berani kau!"

Kedua bola mata jernih itu sontak memejam, ia tak mau melihat bagaimana keduanya saling mencekik, ia semakin erat membekap mulutnya saat mendengar jeritan demi jeritan bersahutan dari keduanya.

Hampir setiap hari ia menyaksikan kekejaman keduanya, hampir setiap hari teriakan dan jeritan itu memekikan telinganya. Sampai pada suatu hari ia sadar ia sudah tidak takut bahkan tak merasakan apapun ketika pertengkaran itu lagi dan lagi ia saksikan, ia berani menatap pemandangan mengerikan itu yang malah terkesan menjadi hal biasa bagi matanya, bahkan pernah saat ia bermain dengan kelinci ia melihat bagaimana pria dewasa yang sering ia panggil ayah bersetubuh dengan wanita lain dihadapan wanita yang ia sebut ibu.

Tapi sekali lagi, ia tak merasakan apapun. Ketakutan itu lenyap darinya, bahkan tak ada tangis dan menahan isakan. Dirinya terang-terangan memperlihatkan diri di depan mata keduanya.

"Apa itu menyenangkan?"

Pertanyaan yang terdengar polos tapi sarkas keluar dari mulut kecil itu, menatap kosong pada pemandangan menjijikan dihadapannya.

Namun, kedua orang dewasa itu seolah abai sampai anak kecil yang tak tahu apapun menjadi murung dan kesal, ia di abaikan, ia selalu di abaikan, bahkan ia sudah sering ditinggalkan, ia selalu di tinggalkan. Ditatapnya kelinci manis dalam dekapannya.

"Apa menurutmu tadi itu menyenangkan?" tanyanya, berharap ada jawaban dari hewan berbulu putih halus itu. Namun nihil, yang namanya hewan tak bisa bicara seperti dirinya tapi ia seakan enggan menerima fakta itu, tangan itu mencekik kelincinya.

Merasa sakit dan tak terima saat kelinci itu mengabaikannya, pertama kalinya ia melenyapkan makhluk hidup.

Tatapan itu semakin kosong saat melihat bagaimana kelinci manis itu menemui ajalnya, bahkan tanpa rasa jijik ia menggigit leher kelinci, merobek setiap kulit yang ditumbuhi bulu sang peliharaan.

Organ kelinci terburai di tanah dengan kondisi mengenaskan.

"Kenapa kau mengabaikanku?" ucapnya terkekeh, di pisahkah satu persatu organ kelinci. "Aku tak suka di abaikan, kau akan meninggalkanku kan? Jadi aku percepat kepergianmu," sambungnya. Ia jilat darah ditangannya.

Kelinci kesayangannya mati dan ia yang sudah membunuhnya, ia yang mencekik dan menggigit leher kelinci itu sampai putus. Kelinci kesayangan pemberian sang kakek sudah tiada, menyusul kepergian kakek tercinta enam bulan lalu. Kepergian yang meninggalkan kekacauan, kepergian yang membuatnya tahu bagaimana topeng semua keluarga.

"Kakek, dia menyusulmu. Jaga dia," ucapnya, diangkatnya kelinci ia bawa ke kamar. Menidurkannya di ranjang, lalu dirinya ikut bergabung memeluk kelinci yang sudah tak bernyawa itu.

Setelah kejadian itu bahkan tak ada satupun yang mendatanginya atau bahkan sadar jika dirinya tak ikut bergabung makan keluarga atau semacamnya sampai pada puncaknya, bau bangkai kesayangan sang pewaris tercium mengganggu indra penciuman, barulah mereka mendobrak pintu kediaman sang pewaris dan mendapati anak sulung dan cucu pertama keluarga sudah pucat pasi, dengan detak jantung yang lemah.

Tepat hari ini, kejadian mengerikan, kabar mengerikan datang menghampiri keluarga Gredyal. Pewaris utama Gredyal mengidap penyakit mental.

Saga Gredyal menjadi sosok polos dengan jiwa mengerikan, keinginan membunuh dan tak merasa rasa sakit membuatnya di cap sebagai pewaris cacat. Fakta ini disembunyikan keluarga, orang tua bocah malang itu sampai membawa sang anak untuk terapi agar ia lupa apa yang keduanya telah perbuat.

Sampai pada akhirnya sang anak seakan lupa akan kejadian yang membuatnya nyaris kehilangan nyawa dan kejadian betapa kejam dirinya membunuh hewan tak berdosa. Orang tuanya memainkan drama dengan sangat baik, sampai sosok bocah yang telah membunuh kelinci itu tumbuh menjadi pria yang kehilangan jati dirinya. Saga tak tahu bagaimana masa lalu, tapi ia tahu bagaimana rasanya tiba-tiba merasa sakit dan merasa kosong, bagaimana jiwanya ingin terus melenyapkan sesuatu di kala ia kesal, bagaimana ia marah kala miliknya di rebut, bagaimana rasanya kesal saat miliknya meninggalkan dirinya.

"Akan kupercepat ajalmu, jika kamu akan meninggalkanku."

_____

Follow ye.
Votementnya biar up gak lama, bisa aja nih gue up lagi minggu depan🤣🙏

Broken [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang