19

21.5K 1.7K 108
                                    

Semenjak kejadian minggu kemarin, Saga bersikap abai. Dominan itu bahkan membiarkan Sean berkeliaran tanpa rantai lagi. Seminggu ini juga Sean tidur sendiri, dominan itu seakan menganggapnya tak ada, tapi Sean bersyukur kali ini ia bisa terlepas dari tatapan tajam Saga.

Seperti sore ini, Saga belum juga pulang sedangkan hari nyaris petang. Biasanya Saga tak pernah terlambat pulang.

Saga itu seperti puzzle yang harus dicari kata kuncinya agar menyatukan segala celah, Sean pikir dirinya sudah mengenal Saga tapi nyatanya suaminya itu menggunakan topeng cukup tebal membuat Sean sulit untuk menebaknya. Ia terlalu larut dalam lamunan sampai mengabaikan acara televisi bahkan buah-buahan yang tadi ia suruh kupaskan belum dimakan.

"Tuan ada Nona Vanya." Lapor Merlyn ragu, wanita itu menunduk hormat. Sebelum Sean menjawab  ia sudah mendengar ketukan sepatu hak tinggi Vanya beradu dengan lantai. Ditatapnya tajam wanita yang menghampirinya dengan angkuh.

"Wahh ... kudengar jalang ini tengah hamil." Vanya menghampiri Sean dengan tak tahu diri, bahkan sebelum diberi izin masuk wanita ular itu sudah duduk dihadapan Sean, ia mengambil apel, memakannya bak Nyonya besar.

"Mau apa kau ke sini?" Sean berucap sinis, racun harus dibalas racun. Vanya tak sekuat Saga sehingga Sean harus takut, Vanya bahkan jauh dibawahnya.

"Apa kau takut manis?" Vanya terkekeh, sebagian kunyahan apel sampai keluar dari mulutnya membuat Sean mual dibuatnya.

"Menjijikan, ini rumahku! Pulanglah, yang jalang itu kau bukan aku. Aku memiliki hubungan jelas dengan Saga sedangkan kau?" Sean berdiri dari duduknya, kedua tangannya mengepal.

"Aku kekasihnya, aku dicintai olehnya," sahut Vanya percaya diri. Sean sampai tertawa terbahak-bahak, ia memegangi perutnya merasa geli dengan ucapan Vanya.

"Kau bukan Gea sehingga bisa berkata dengan angkuh seperti itu," cetus Sean berhasil membuat mimik wajah Vanya berubah masam. "Jangan berlaga seakan kau pemilik hati Saga, kau tahu? Aku tak memiliki hati Saga tapi aku memiliki darah dagingnya," sambungnya.

Vanya melempar apel ditangannya tapi berhasil dihindari Sean, wanita itu melangkah lebih dekat menarik rambut Sean yang tak seberapa itu begitupun Sean tak mau diam saja ditarik juga rambut Vanya, keduanya saling tarik.

"Tuan! Nona! Kami mohon hentikan!" pekik Merlyn dan beberapa pelayan. Tapi hanya di anggap angin lalu oleh keduanya.

Sean mendorong Vanya, wanita itu terjungkal sampai rok pendeknya tersingkap menampilkan pahanya.

"Baby ... jangan lihat paha menjijikan itu." Sean menutup perutnya dengan bantal sofa, tak ingin sampai anaknya melihat pemandangan dewasa itu.

"Jalang! Beraninya kau!" Vanya kembali bangkit, yang langsung mendapat lemparan bantal sofa pada wajahnya.

Brak

Dibaliknya meja oleh Vanya membuat meja kaca itu pecah, Vanya benar-benar marah. Ia panas, kesal saat Sean seberani ini.

Sean menarik rambut Vanya agar menjauh dari pecahan kaca, keduanya melanjutkan perkelahiannya di dekat pintu utama.

"Lepaskan! Beraninya tangan kotormu menarik rambutku!" Vanya mencakar leher Sean menyisakan rasa perih di leher si empu, kuku panjang Vanya membuat goresan panjang di sana.

Sean mendorong Vanya kembali sampai tersungkur di lantai, ia mencekik leher si empu. Para pelayan menjerit melihat perkelahian sengit ini, Merlyn akan memisahkan Sean tapi ia dihentikan angkatan tangan sang Tuan pemilik rumah di ambang pintu.

Saga melipat kedua tangannya, ia sudah pulang beberapa menit lalu dan dikejutkan dengan perkelahian keduanya tapi ia merasa senang melihat pertengkaran istrinya dan Vanya, ini hiburan yang menyenangkan, sehingga akan tak asik jika dihentikan.

Merlyn hanya bisa menunduk mematuhi perintah sang Tuan rumah.

"Arghh!"

Vanya memekik saat payudaranya di remas kuat oleh Sean, pria itu kesakitan Vanya menancapkan kuku dilengannya jadi ia balas dengan meremas payudara Vanya.

"Akan kupecahkan payudaramu ini! Aku sedang dalam mood buruk dan kau datang seperti anak itik yang minta disembelih!" Sean kembali mencekik Vanya tapi kali ini Vanya berhasil lolos ia mendorong Sean membuat si empu limbung tapi Saga berhasil menahan tubuh sang submisif yang akan tersungkur.

"Sa-saga," cicit Sean malu dipergoki tengah bertengkar dengan seorang wanita.

"Saga .... dia mencekikku!" Vanya menghampiri Saga dengan derai air mata, ia mengadu membuat wajah menyedihkan.

"Kau yang memulai!" ungkap Sean.

"Kau!" balas Vanya.

"Sialan! Wanita ular, kau tadi akan melenyapkanku, Saga kau tahu? Dia akan melenyapkanku," adu Sean, ia memeluk tangan Saga. "Dia mengatakan akan membunuhku, hanya kau kan yang bisa melakukannya padaku 'kan?" sambung Sean, ia merengut memeluk suaminya ini.

Vanya mengepalkan tangan, merasa panas melihat pemandangan mesra ini.

"Aku pulang disuguhkan dengan pertengkaran, meja ruang tengah pecah,  buah-buahan berserakan. Apa kalian pikir ini ring tinju?" tutur Saga setelah sedari tadi diam.

"Maaf," cicit Sean. Ia berjinjit memberanikan diri mencium bibir Saga. "Maaf Saga," lanjutnya.

"Jalang!" Vanya melangkah lebih dekat menarik Sean tapi Sean semakin mengeratkan pelukannya.

"Dia suamiku, kau yang jalang." Sean mendorong Vanya.

"Sag--"

"Pulanglah, ini sudah petang. Kau mengganggu waktu istirahatku," potong Saga, Vanya menganga tak percaya dibuatnya.

Vanya menghentakan kakinya lalu pergi dengan perasaan dongkol, Sean bersorak dalam hati. Akhirnya ia menang.

"Ma-maaf Saga." Sean melepas pelukannya, ia malu sendiri. "Aku minta maaf telah lancang, aku hanya ingin menang darinya," sambungnya.

"Jadi menurutmu aku ajang perlombaan?" cetus Saga datar.

Sean menggeleng ribut, tidak. Bukan itu maksudnya, ia hanya takut Saga marah.

"Maaf bukan begitu, hanya saja aku merasa tingkahku kekanakan," ucap Sean.

Saga mengangguk, ia menghela napas melihat kekacauan rumahnya. Dua macan baru saja mengobrak-abrik rumahnya.

"Bereskan semuanya, kenapa kalian diam saja!" Saga berteriak, para pelayan langsung bergegas seakan sadar dari keterdiamannya.

"Saga terima kasih sudah membantuku." Sean menghentikan langkah Saga.

"Bukankah kau yang bilang, jika hanya aku yang ber hak akan dirimu, bahkan nyawamu sekalipun hanya aku yang ber hak. Jika ada yang akan melenyapkanmu harus melangkahi mayatku karena hanya aku yang bisa melenyapkanmu."

Sean hanya diam saat Saga pergi menaiki tangga, hanya Saga yang berhak? Baiklah, itu artinya Saga dipihaknya jika Vanya akan membuatnya terluka, maka akan ia adukan segala tingkah memuakkan wanita itu, karena hanya Saga yang bisa membuatnya terluka. Bukankah begitu?

_____

Vote banyak banyak, komen juga. Yang belum follow, follow heh ...

Jangan lupa follow tiktok gue juga.

@flo3025__

Broken [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang