39

23.2K 811 145
                                    

Selembar kertas putih ber-cap rumah sakit Ziron berikan pada submisif disampingnya. Keduanya tengah ditaman rumah sakit, Ziron benar-benar memaksakan kehendak.

"Itu tes kesehatan mental Tuan Saga selama beberapa tahun ini," cetus Ziron, matanya menatap lurus ke depan melihat lalu-lalang orang-orang rumah sakit.

"Apa maksudmu," sahut Sean setelah sedari tadi diam.

"Aku tak tahu seberapa sakit jadi dirimu, hanya saja aku ingin memberi tahumu ini. Dari sikapmu kemarin malam yang acuh saat Tuan Harlan berlaku buruk kupikir kau belum tau dan juga Dokter Ray bilang kau tak tahu soal ini juga, jadi kuberi tahu." Ziron menggulir matanya, menatap Sean yang heran akan dirinya.

"Tuan Saga memiliki masalah mental yang serius karena lingkungan buruk yang memicunya, terlebih ia sakit sudah dari kecil," sambung Ziron.

Ziron mulai berceloteh semua yang ia tahu, jujur saja ia tengah mempetaruhkan pekerjaannya saat ini karena sudah lancang membocorkan rahasia, tapi Ziron tak tega harus melihat betapa rapuhnya Saga selama ini.

Sean yang mendengar setiap tutur kata Ziron tentu saja terkejut, ia bahkan sampai tak bisa berkata-kata dengan apa yang didengar. Serpihan kenangan pahit masa lalu kembali menerobos, bagaimana kejamnya Saga pada dirinya, jadi Saga sakit? Karena itulah Saga berlaku seperti itu? Sean mengepalkan tangannya, selama ini ia tak tahu apapun soal Saga.

"Aku tak bermaksud apapun, aku hanya ingin kau tahu saja." Ziron melangkah pergi setelah usai mengatakan segalanya meninggalkan Sean yang nyaris membeku karena terkejut.
Kebenaran terkikis di saat ia sudah berpaling, dilema menyergap hatinya antara James dan Saga. Walau begitu bukankah Sean harus tahu diri? Ia harus memilih James yang menjadi obatnya.

"Aku tak tahu kau sakit mental," gumam Sean, kedua tangannya mengerat. Selain terkejut fakta akan mental Saga, Sean juga merasa bersalah karena menuduh pria itu. Ziron bilang Saga lah yang sudi mendonorkan darah untuk James.
Sean terkekeh miris, Saga mendonorkan darah untuk James demi dirinya. Banyak sekali kejutan akhir-akhir ini, dimana James dan Saga saudara, Sean merutuki dirinya yang bodoh karena tak mengenal Saga dan gagal juga mengetahui siapa James, banyak hal-hal yang Sean belum ketahui terlebih antara Saga dan James yang tiba-tiba menjadi saudara.

Sean beranjak dari duduknya, ia segera membesuk James. Dari pagi James dijaga oleh Mya, ibunya. Sean sedikit canggung saat berdekatan dengan Mya.

"Apa aku boleh masuk?" Sean mengetuk pintu, membuat Mya yang tengah menyuapi James menoleh padanya.

"Tentu saja," sahut si empu.

"Kau dari mana?" James bertanya dengan suara paraunya. Sean menghampirinya, mengusap kening sang dominan dengan lembut.

"Aku dari luar, bagaimana apa kau sudah sedikit lebih baik?" tanya Sean yang di angguki James.

Setelah itu tak ada lagi perbincangan, Gavi bahkan asik dengan dunianya sendiri bermain dengan lego yang sengaja Sean bawa. Sean berharap James segera membaik agar ia bisa membagi pikirannya, ditatap sang dominan penuh kelembutan. Walau ia tahu penyebab kekasaran sikap Saga, tetap saja masa lalu akan menjadi masa lalu,  bagi Sean apa yang telah terjadi biarlah, mungkin setelah ini ia akan meminta maaf pada Saga atas tuduhan tak mendasarnya.

Sedangkan Mya pamit untuk keluar, ia pikir sudah ada Sean yang akan menemani putranya. Mya akan menemui putra suaminya yang lain, tentunya bersama dengan Harlan juga. Ya, semacam pertemuan singkat?

____________

Di sinilah Mya dan Harlan berhadapan dengan Saga yang berwajah masam, niatnya menemui Saga ingin meminta maaf atas kejadin tadi malam tapi sepertinya itu tak mudah.

"Apa ibuku sangat buruk dimatamu?" Saga menatap kedua mata kelam Harlan, entahlah tua bangka ini mengajaknya bertemu. Sungguh Saga tak sudi tapi Harlan memaksa.

"Aku tak pernah bisa mencintainya," sahut Harlan seakan benar-benar tak pernah ada sosok Ryka dalam hidupnya.

Saga terkekeh. "Kau memanfaatkannya, kau ... hah, dia cantik, dia hebat, dia ..., ya kau tak pantas untuknya."

Saga tak bisa berkata-kata lagi, ia beralih menatap wanita sang ayah yang berwajah pucat.

"Kau juga ikut andil dalam rencananya?" tanya Saga penuh penekanan, Mya hanya diam menyesal rasanya ikut bersama Harlan.

"Kau juga wanita, kau tahu? Ibuku harus melakukan segalanya sendiri, ia bahkan merawatku seorang diri karena dia," Saga menatap sang ayah. "Dia tak pernah menganggap aku putranya," sambungnya.

"Mentalku memang hancur sampai membebankan banyak orang terlebih pada ibuku, tapi apa aku dan ibuku sangat buruk dimata kalian?" Saga terkekeh miris. Cinta sang ibu milik Mya, dan cintanya kini milik James. Nasib yang memang sudah turun-temurun sepertinya, menyedihkan.

"Kau menyuruh suamimu mendekati ibuku, lalu memeras uang ibuku untuk membiayai hidup kalian, membiayai putra kalian. Ouh ... lord, Sean akan segera bergabung pada keluarga kalian, kumohon perlakukan dia dengan baik, anggap mereka seorang anak, dia submisif baik. Soal Gavi, kalian tak perlu khawatir aku akan menanggung segalanya, tak akan aku biarkan anakku membebankan James. Sean mungkin tak terima dengan keputusanku, jadi aku akan mengirim uang bulanan Gavi langsung pada rekening James dan katakan padanya itu uang dari kalian," tutur Saga, yang berhasil membuat kedua orang dihadapannya membisu.

"Kalian tak perlu khawatir, aku akan memberikan uang tips untuk kalian karena menyembunyikan soal ini. Kupikir kalian memang sudah ahli membohongi orang lain," sambung Saga menohok.

"Ayah ... "

Harlan menatap lekat kedua mata Saga, ia membiarkan Saga berceloteh semaunya.

"Mungkin itu panggilan terakhir dariku, maaf selama ini membuatmu malu karena memiliki anak yang cacat, aku memutuskan hubungan denganmu, mulai hari ini ayahku sudah tiada."
Harlan memejamkan matanya, perkataan Saga begitu dalam menusuk ulu hatinya.

"Terima kasih walau sebentar kau pernah menjadi sosok ayah yang baik, walau mungkin terpaksa, aku dan ibuku tak akan lagi mengenang jika kita pernah satu atap, dimana dia sebagai ibu, kau ayah dan aku anak. Rumah kita sudah roboh, berbahagialah dan aku titipkan Sean pada kalian, jangan sampai Sean terluka, sudah cukup luka di masa lalu jangan menambahnya lagi. Aku pamit."

Setelah mengatakan semua itu Saga beranjak, tak peduli namanya diserukan oleh Harlan ia tetap melangkah menuju sekertarisnya yang menunggu dimobil.
Aku akan berdamai dengan masa lalu, aku akan melepas siapa yang ingin pergi. Aku berdamai dan semua akan baik-baik saja.

Broken [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang