16

21.5K 1.9K 138
                                    

"Hamil?"

Kening Saga mengerut, terasa tersambar petir dipagi hari saat mendengar penjelasan dokter. Sean hamil? Lelucon dipagi hari yang menyebalkan apa ini? Diliriknya Sean yang menunduk memilin kaosnya.

"Terima kasih Dok, kami pamit." Saga menjabat tangan Martin selaku dokter.

"Tentu Tuan, jangan lupa saran-saran saya. Sekali lagi selamat untuk kalian, saya turut bahagia." Martin memberikan senyuman lembut.

Saga hanya mengangguk, ia menggenggam tangan Sean membawanya pergi. Ia masih terkejut akan perkataan dokter.

Dalam perjalanan pulang tak ada perbincangan, keduanya terlalu larut dalam pikiran masing-masing. Saga mengeraskan rahangnya, entahlah perasaannya yang ingin menolak fakta ini, merasa tak nyaman.

Saat mobil memasuki pekarangan rumahnya, Saga masih diam. Ia seakan menjadi bisu setelah mendapat kabar mengejutkan itu.

"Saga ... " cicit Sean menarik tangan Saga yang akan keluar dari mobil, membuat niat sang dominan urung.

"Kau tak senang?" ucap Sean ragu, diselami kedua netra kelam itu tapi ia tak bisa menebak apa yang suaminya pikirkan.

"Turunlah, kita sudah sampai." Saga menepis tangan Sean, ia tak mengubris pertanyaan si empu, membuat kekecewaan dihati Sean mencuat naik kepermukaan. Sean tersenyum getir, memangnya apa yang ia harapkan? Saga berubah kembali setelah menerima kabar ini? Yang ada Saga semakin membencinya dan menganggap dirinya menjijikan.

Sean turun dengan lesu, hati yang tadi senang karena akan memiliki teman tergantikan menjadi gelisah. Ia mungkin akan memiliki teman, semesta memberinya harapan dan memberikan alasan agar hidupnya tak hambar tapi jika anaknya tak di akui Saga, itu sama saja akan melukai malaikat kecilnya nanti. Sean mengekor dari belakang, menunduk takut walau hanya melihat punggung tegap itu, terlalu kokoh sampai rasanya bisa kapan saja  menghancurkan dirinya.

"Selamat datang kembali Tuan." Sambutan dari dua pelayan yang hanya di anggap angin lalu oleh Saga.

"Terima kasih." Lain dengan Sean yang menyahut dengan ramah.

Merlyn selaku yang di rekrut menjadi ketua pelayan sebenarnya merasa kasihan pada keadaan Tuan manisnya. Ia baru bekerja di sini beberapa minggu, tapi ia sudah merasa simpati pada majikannya, ia tak tahu ada konflik apa dari keduanya. Tuan Saga terlihat membenci tapi masih peduli, keduanya suami istri tapi Tuannya sama sekali tak memberikan sedikit kebebasan pada Tuan manisnya.

"Merlyn ... bisa kau buatkan aku makanan manis tapi jangan terlalu banyak memakai pemanis buatan ya," ucap Sean. Lamunan Merlyn buyar karena perintahnya.

"Tentu Tuan, akan saya lakukan. Mohon ditunggu."

Sean tersenyum senang. Ia menggulir matanya menatap Saga yang masih tanpa ekspresi, apa dirinya akan kembali dirantai?

"Kembali ke kamar," cetus Saga setelah sedari tadi diam.

Sean mengangguk, ia akan kembali dikurung bukan? Padahal jika diberi kesempatan, Sean berjanji tak akan kabur atau bahkan keluar tanpa izin, dikurung itu tidak enak, yang bisa ia lihat saja terbatas.

Sean menunduk sendu, melangkah ke kamar dengan hati getir. Saat sampai dikamar Sean duduk ditepi ranjang, sampai saat ini ia tak ada perlawanan tapi tetap saja Saga menghukumnya, dengan cara apa agar Saga menghentikan segalanya.

Ditengah lamunannya ia tak sadar jika Saga masuk ke kamar dan kembali mengunci pergerakannya dengan rantai, kaki yang masih ada bekas luka lebam kembali dilingkari besi kuat yang sulit dibuka. Sean kembali menjadi tahanan Saga.

"Aku akan melihat pekerjaan, katakan saja pada pelayan kau mau apa," ucap Saga berhasil membuyarkan lamunan Sean. Si empu tersenyum getir melihat kakinya yang sudah kembali di rantai.

"Eum, hati-hati di jalan."

Hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya, Sean tak tahu harus berkata apa lagi.

Setelah Saga pergi keluar, tetes demi tetes air mata kembali mengalir. Entah untuk ke berapa kalinya Sean terlihat lemah, jika orang-orang melihatnya mereka akan meneriakinya bodoh dan membisikan dirinya agar kabur. Tapi tanpa mereka tahu, betapa sulitnya melawan Saga, betapa sulitnya untuk kabur. Walaupun pelayan baik padanya, tetap saja mereka akan memihak Saga karena mau bagaimanapun mereka dibayar oleh suaminya, orang-orang akan menganggapnya mudah karena mereka tak merasakan. Sean bukan buta karena cinta pada Saga, ia juga ingin berlari jauh, saking jauh sampai ia ingin Saga tak bisa menemukannya.

Sean akan munafik jika berkata sudah tak mencintai Saga, tapi cintanya sudah jadi luka yang jika ada kesempatan Sean akan berlari dari sini meninggalkan cintanya. Sean selalu menggantungkan harapan, harapan dimana Saga akan kembali menjadi Saga yang dulu, karena Sean hanya mencintai Saganya yang dulu, jika Saga sekarang Sean tak berani jamin ia mencintainya.

"Jika nanti ada celah, kau mau kan berlari bersamaku?" Sean mengelus perutnya yang masih datar.

"Mungkin setelah ini ayahmu akan membenci kita, dia tak menyukaiku. Karena itu kau hanya punya aku," sambung si empu.

Ia terus mengajak malaikatnya berbincang yang mungkin bahkan belum menjadi segumpal daging, Sean sampai tak tahu jika sosok yang ia bicarakan, sosok yang ia keluhkan tengah menatap dirinya di ambang pintu dengan senampan makanan manis.

Saga mematung mendengar setiap tutur kata Sean, Seannya akan pergi? Tidak, Saga tak akan memberi celah untuk itu.

"Kau akan pergi hm?" Saga menghampiri Sean dengan wajah angkuhnya membuat sang empu tersentak akan kehadirannya. Bukankah  Saga akan pergi keluar? Kenapa ia kembali? Pikir Sean.

"Maka buanglah harapanmu sejauh mungkin, aku tak akan memberi celah. Akan kupatahkan kakimu jika kau masih ada niatan akan berlari dari sini, bahkan maut sekalipun tak bisa membawamu pergi, kau akan tetap di sini, bersamaku." Saga menatap dalam kedua mata yang masih berair.

"Jika kau masih ada niatan kabur, dengar ini sekali lagi." Saga mencondongkan tubuhnya, berbisik pada si empu. "Akan kupatahkan kakimu sampai kau tak bisa lagi berlari bahkan untuk berdiri sekalipun, akan kulawan maut sekalipun jika ia ingin merebutmu. Kau akan tetap di sini, bersamaku." Saga menekan setiap perkataannya, membuat Sean membisu dengan hembusan napas Saga yang terasa hangat dilehernya.

"Kau mengerti baby?" Saga mengusap perut Sean, seakan mengajak malaikat di dalam sana untuk berbincang. "Beritahu dia, untuk tak berlari atau bahkan membawamu ikut bersamanya. Bisikan padanya, agar tetap diam." Saga mengecup perut itu.

Itu terdengar manis sekaligus menyeramkan di telinga Sean, Saga benar-benar menakutkan. Senyuman itu tidak terlihat tulus melainkan menyeringai seakan siap menghantamnya dengan batu besar.

"Makanlah ini, kau ingin ini kan. Jangan pernah memiliki niat itu lagi, resapi perkataanku. Aku tak pernah main-main dengan ucapanku."

Setelah mengatakan itu, Saga benar-benar keluar. Niat hati ingin memberikan selamat atas kehamilannya, menjadi urung saat ia mendengar Seannya akan kabur. Tak akan ia biarkan niat itu terwujud.

"Sampai kapanpun kau akan tetap di sini. Bersamaku."


_____

Saga sweet ya🙃
Tembus 200 vote siang ini, otw double up

Broken [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang