65. Morning

3.1K 45 4
                                    

Napas Edellyn memburu, begitu juga dengan Evan yang saat tiba-tiba langsung ambruk tepat di sebelah Edellyn dengan posisi tengkurap, keringat bercucuran di tubuh keduanya. Milik Evan bahkan masih berada di dalam milik Edellyn yang saat ini tubuhnya benar-benar lemas akibat pelepasan hebat yang ia dapatkan malam ini.

Edellyn memejamkan mata kelelahan, tak lama kemudian wanita itu terlelap. Evan yang sedari tadi memperhatikan itu tersenyum sinis, tangannya terulur dan mengelus lembut rambut Edellyn yang basah oleh keringat. Cukup lama membelai rambut Edellyn, tangannya kini kembali terulur untuk memainkan puncak payudara Edellyn dengan memelintir putingnya Edellyn sama sekali tidak terusik dari perlakuan Evan. Evan menghentikan gerakan tangannya dan menariknya kembali.
Pria itu mengubah posisi tidurnya hingga miring dengan satu tangan menumpu kepalanya, ia memperhatikan dengan seksama wajah Edellyn.

"Aku pikir kau menjaga keperawananmu selama ini karena kau adalah wanita baik-baik, ternyata kau malah sudah tidak perawan untungnya aku menyentuhmu sehingga tau jika wanita yang ada di hadapanku sekarang adalah seorang iblis yang memilki rupa seperti malaikat." Evan tertawa keras ketika mengatakan hal itu, namun tawa kerasnya sampai sekarang tidak membuat Edellyn terusik sama sekali, sepertinya wanita itu benar-benar lelah hingga menjadi pulas ini.

Cukup puas menandingi wajah Edellyn dengan tawa mencemoohnya, Evan pun segera berdiri dari tidurnya, ia meraih beberapa pakaian miliknya yang tergeletak dengan asal di bawah lantai dan memungut semuanya, termasuk pakaian Edellyn. Evan pun mulai memakai pakaiannya kembali hingga selesai, ia mengalihkan pandang menatap Edellyn yang terlihat nyaman dalam tidurnya akibat kepuasan yang baru saja ia capai.

Evan memperhatikan sekilas wajah wanita itu sebelum akhirnya meraih selimut tebal dan membungkus tubuh Edellyn hingga sebatas bahu.

Evan meraba kantong bagian belakang miliknya, ketika telah menemukan apa yang ia inginkan yaitu ponselnya Evan pun mulai menekan ikon panggilan, menekan beberapa digit angka dan mulai menghubungi seseorang.

"Halo, apa sudah selesai? Aku dan yang lain sedari tadi terus menunggu ini sudah hampir pagi, jangan membuat kami jadi menunggu lama seperti ini."

Evan terkekeh kecil, "Tenang saja, aku baru saja selesai, ternyata ia sudah tidak perawan sebelum aku menyentuhnya. Tapi tak apa, miliknya masih tetap nikmat, mungkin karena tak pernah di gunakan. Sekarang kau dan teman-temanmu pergilah ke ruanganku bersama Edellyn, kamar nomor 27 lantai atas," ulang Evan mengingatkan.

"Aku tidak pernah melupakan hal itu." Setelah mengucapkan kalimat itu Evan hendak mematikan panggilan ponselnya, namun terhenti ketika ingin mengatakan sesuatu lagi.

"Oh ya, setelah kalian semua puas pastikan untuk memasang pakaiannya dengan benar." Setelah mengatakan itu kini Evan benar-benar mematikan panggilannya. Ia berdiri tegap, memasukkan ponsel ke dalam sakunya kembali sambil menatap Edellyn dengan tatapan lekat.

Setelahnya ia pun segera pergi dari sana dengan kekehan rendah yang perlahan keluar dari bibirnya, mengiringi langkah hingga menghilang di balik pintu.

***

Edellyn menggeram kecil dalam tidurnya sebelum akhirnya membuka mata dengan perlahan. Matanya mengerjab-ngerjab ketika cahaya matahari memasuki lensa matanya yang meredup.

Hal pertama yang saat ini di rasakan oleh Edellyn adalah seluruh bagian tubuhnya kini remuk, wanita itu mengalihkan pandang ke segala arah sambil mengubah posisi tidurnya menjadi duduk.

Di mana ia sekarang?

Edellyn memperhatikan pakaiannya yang masih terpasang sempurna yaitu lingerie tipis. Edellyn bergerak turun dari atas ranjang untuk segera pergi dari tempat ini.

"Ahhh!" Tiba-tiba Edellyn jatuh terduduk ketika merasakan miliknya yang benar-benar terasa sakit, sangat sakit sekali. Edellyn meringis dengan alis menyatu karena merasa sakit. Ketika hanya mengingat jika semalam ia pergi ke club malam Edellyn segera berjalan mendekati cermin full body yang berada tepat di seberang, berhadapan dengan ranjang king size itu. Edellyn mendekat di depan cermin, dalam sekejap titik fokusnya berubah ketika matanya tak sengaja menatap bagian lehernya yang di penuhi bercak-bercak merah keunguan. Edellyn menggigit bibir bawahnya, apa kemarin ia telah melakukannya bersama pria lain? Edellyn menggeleng cepat, berusaha menepis pikiran buruknya itu. Tapi dalam sekejap gelengan keras di kepalanya terhenti ketika teringat jika tadi miliknya terasa sakit, benar-benar sakit.

Meski Edellyn beberapa kali menggeleng berusaha menepis pikiran buruknya itu namun ia tetap yakin jika dia telah melakukan seks bersama seorang pria kemarin malam.

Tapi kapan? Siapa? Kenapa miliknya begitu sakit sekali?

Tak berusaha memikirkan hal itu lebih lanjut kini fokus Edellyn malah berubah ke arah lain. Edellyn semakin mendekati cermin dan mendekatkan kepalanya di sana, satu tangannya terulur dan mengusap-usap keras bekas kissmark yang begitu banyak, hampir memenuhi lehernya.

Edellyn mendesah berat sambil terus saja mengusap bekas kissmark yang begitu banyak di lehernya. Saat ini kepalanya di buat pusing memikirkan bagaimana caranya ia bisa menghapus bekas kissmark yang sangat banyak ini dan mungkin tidak akan menghilang dalam beberapa waktu ke depan.

Apa yang harus ia lakukan? Untuk menutupi dengan make up saja rasanya cukup mustahil, bahkan jika bisa, dia yakin Athes pasti tetap tahu karena sangat banyak sekali hal yang bisa membuat ia ketahuan, apalagi ia dan Athes memang sudah sangat dekat, layaknya calon pasangan suami istri.

Edellyn menghela napas berat, berusaha melupakan hal itu dan ingin menundanya besok, wanita itu pun segera berjalan keluar dari dalam ruangan tersebut dengan langkah yang sangat pelan, pelan sekali hampir di katakan berjinjit, ketika telah keluar dari ruangan besar itu Edellyn mendongak, memperhatikan dengan jelas di mana ia sekarang.

Club' malam?

Edellyn meneguk salivanya dengan kasar semakin yakin jika memang ia telah melakukannya bersama pria lain.

Ya Tuhan, apa yang harus Edellyn lakukan sekarang?

Edellyn merapatkan bibirnya dan berusaha mengenyahkan permintaannya baru saja lagi pula permintaan yang ingin dia minta pada Tuhan terlalu tidak masuk akal.

Bagaimana Tuhan mau mengabulkan doa-nya sedangkan apa yang dia lakukan kemarin adalah perbuatan dosa, bahkan meminta Tuhan untuk mengabulkan permintaannya saja adalah kesalahan besar, mana mungkin Tuhan mau menolong orang bersalah seperti dia?

Edellyn mengusap wajahnya kasar, ia berjalan di tepi jalan untuk mencari angkutan umum saja tanpa peduli dengan kondisinya yang terlalu berlebihan dan mencolok. Bahkan orang-orang memperhatikannya terus-menerus.

Godaan Gadis Liar 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang