Chapter 8

523 42 2
                                    

"Ji, can I hug you?"

---*---

Jihoon tak pernah tau segalanya akan jadi sesulit ini. Ia bersyukur bahwa kesibukannya menjadi dokter residen membuatnya begitu tenggelam (lagi) dalam kehidupan yang serba cepat dan Jihoon yang kembali dituntut itu-ini.

Absennya Soonyoung dalam hidupnya selama berbulan-bulan, membuatnya merasa kosong sekali.

Jihoon berusaha untuk bangkit. Meski sebenarnya buat apa ya? Kan Jihoon tak pernah 'jatuh' sama sekali?

Ia berterima kasih pada Tiffany yang masih senang mengganggunya sesekali. Mereka sering bertukar kabar, bahkan Jihoon meladeni vidio call mabuk perempuan itu hingga pagi. Jihoon tak apa, ia terhibur sekali.

"Ji, dari jam 6 udah stand by ya, tunggu di ruangan saya aja. Sekalian kamu cek lagi revisian jurnal yang kemaren itu. Baru jam 7 kita langsung." dokter Sonya, mengingatkan dirinya soal jadwal operasi caesar yang akan berlangsung pukul 7 pagi. Sekarang sudah jam 9 malam, dokter Sonya bersiap untuk pulang dan itu artinya Jihoon kembali harus belajar untuk dibantai keesokan harinya.

Ya beginilah cara Jihoon survive dari kosongnya hati dan tentu kehadiran Soonyoung di sisi.

Baru saja Jihoon akan mengambil snacks yang ia pesan di kedai kopi di lobby, ia dikejutkan dengan sosok ini lagi.

Soonyoung, yang juga terpaku di lobby. Berapa bulan ya mereka sama sekali tak berkomunikasi?

"Kamu...baik?" Jihoon membuka obrolan lebih dulu. Sadar bahwa apa yang ia lakukan di Bali sungguhlah keterlaluan dan ia merasa perlu untuk lebih dulu maju.

"Not really..." kepala Soonyoung kosong. Bagaimana bisa ia kembali terperangkap di dalam Rolls Royce-nya bersama Jihoon dan otaknya seolah buntu. Benar jika ia ke rumah sakit untuk menemui Jihoon, tapi kenapa saat sudah bertemu, segalanya membuatnya bingung?

"Ji...."

"Nyong...."

"Kamu duluan..." Soonyoung melirik Jihoon dari ujung matanya. Jantungnya bertalu tak karuan. Ini Jihoon mau bicara apa ya?

"Huuufftttt...." membuang nafasnya pelan, Jihoon berusaha menenangkan diri sebelum membuka pembicaraan.

"Soonyoung, aku minta maaf. Aku minta maaf." Jihoon memberanikan diri untuk duduk menyamping agar rupa Soonyoung yang diam-diam ia rindukan itu, terlihat lebih jelas olehnya. Ia akan simpan bagaimana rupa laki-laki ini di dalam hati dan pikirannya. Siapa tau, ini pertemuan terakhir mereka. Jihoon mau selalu ingat, ia mau selalu ingat bahwa ada laki-laki yang begitu baik dan menyayanginya.

Yang Jihoon sia-siakan.

"Aku minta maaf karena kita jalan di tempat. Aku minta maaf udah jadi gak tau diri dan gak tau terima kasih ke kamu yang sudah baik sekali selama ini. Aku minta maaf Soonyoung." Jihoon jelek sekali dalam mengelola emosi. Segalanya memang mendadak, tapi keteguhan yang ia bangun berbulan-bulan bahwa ia harus menemui Soonyoung dan meminta maaf dengan benar, ternyata tak juga membuatnya hilang dari suara yang tercekat dan mata yang mulai basah.

"It's not fair for you, aku tau kamu tulus. Aku tau apa yang kamu lakuin selama ini karena kamu memang bener-bener peduli sama aku. Tapi ternyata aku terlalu nyaman, kesannya kayak aku manfaatin kamu dan dengan kurang ajar aku gak kasih kamu kepastian. Kamu gak pantes diperlakuin kayak gitu Soonyoung. Aku minta maaf." Jihoon membiarkan dirinya terisak. Ia menyesal. Sangat menyesal. Banyak sekali hal yang membuatnya resah hingga ia ada di titik menyadari bahwa ia salah. Ia tak sadar telah memanfaatkan Soonyoung dan tak becus membalasnya.

"Jangan nangis, Ji...." ternyata Soonyoung tidak bisa. Ia masih tidak bisa setiap melihat Jihoon menangis apalagi dengan bahu yang mulai bergetar, kepalanya menunduk dan memainkan jemarinya resah. Gerak-gerik yang Soonyoung hafal dan begitu rindukan. Soonyoung tak bisa...

Count on Me! [Second Life Universe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang