Chapter 12

463 37 8
                                    

"Aku capek gagal terus. Kenapa gak pernah berhasil ya, Nyong? Aku salah apa?"

---*---


"Aku bingung harus gimana. Aku mau nolongin tapi gak bisa. Jisoonya udah parah banget. Aku hopeless jujur. Capek juga. Kesel. Kasian sama dia. Mau marah karena kok ngerasa gak adil juga ya buat akunya? Capek!" Jihoon menutup wajahnya dengan kedua tangan, kemudian melanjutkan tangisannya makin hebat. Lelah sekali rasanya.

Melihat keadaan Jisoo yang sedang hamil muda tapi harus mengalami depresi berkepanjangan yang membuat kehamilannya riskan, membuat Jihoon marah. Sebagai dokter, tentu ia kesal luar biasa, ditambah fakta bahwa suami Jisoo itu rekan sejawatnya, dokter juga. Seokmin, dia pasti paham.

Seokmin seniornya di tempat kerja, pengalamannya luar biasa. Dokter anak paling laris di Ibukota, tapi saat pasangannya hamil, apa yang laki-laki itu lakukan? Menelantarkannya?

Marah. Sedih. Kesal. Merasa dunia tak adil padanya.

Jihoon menangis karena sakit hati luar biasa. Tahun ini, Jihoon dan Soonyoung sudah dua kali melakukan IVF dan semuanya gagal. Boro-boro sampai transfer embrio, grade sel telurnya saja semua poor, moderate saja tak ada. Apa yang mau ditransfer?

Segalanya Jihoon dan Soonyoung ulang dari awal, mengubah dosis penyuntikkan hormon yang membuat perutnya lebam-lebam, moodnya hancur karena hormonnya yang berubah, Jihoon bahkan sempat bedrest karena efek obatnya membuat mual dan muntah.

Payah sekali badannya.

Makin ia stress setiap sel telurnya harus diambil untuk dicek kualitasnya dan yaaa...tak ada satu pun yang bisa digunakan. Parah.

Soonyoung dan Jihoon akhirnya ke Singapura untuk lakukan periksa, pulang ke Jakarta hanya kembali membawa, "Jangan stress, makan-makanan sehat...la...la...la..."

Jihoon hafal. Hafal sekali di luar kepala.

Ingin ia berteriak bahwa segalanya sudah dilakukan. Soonyoung dan Jihoon rasanya menjadi pasangan paling sehat di muka bumi dengan makan-makanan bersih, olahraga teratur, tidur cukup, dan apalah semua hal basic itu sudah mereka lakukan dengan benar. Soonyoung bahkan mengatur jadwal kerjanya sedemikian rupa agar tak banyak lembur. Untuk ukuran COO perusahaan fintech, mustahil sekali tapi demi bayi, Soonyoung lakukan itu. Jangan tanya Jihoon bagaimana caranya dan apa kompensasinya.

Jihoon stress berat.

"Hmmm...poor semua ya dokter Jihoon."

IVF pertama, Jihoon hanya bisa terpaku dan menangis hebat saat sampai di rumah. Bukan masalah di sprema Soonyoung tapi salah pada sel telurnya. Jihoon lagi kan sumbernya?

God, umurnya sudah berapa?

Pun dengan Soonyoung yang sebentar lagi 35 tahun, kualitas reproduksinya terancam menurun dan jangankan menjalani program, memulainya saja mereka tak becus. Jihoon lebih tepatnya.

Kemudian, melihat bagaimana pasangan lain mendapat momongan dengan cara alami dan memperlakukan pasangannya begitu, siapa yang tak emosi?

"Gak usah dipikirin ya. Nanti kita cek aja Jisoo ke rumahnya kalo gak tenang." Soonyoung hanya bisa memeluk Jihoon kuat-kuat. Beberapa bulan ini mereka jalani dengan begitu tegang. Soonyoung dan Jihoon harus berkali-kali bolak-balik rumah sakit untuk tes ini-itu, menemani suntik ini-itu, diambil ini-itu. Semuanya.

Soonyoung sudah berjanji bahwa IVF akan jadi kado ulang tahun untuk Jihoonnya. Soonyoung sanggupi itu. Bukan hanya soal biaya tapi juga ketersediaan dan komitmennya sebagai suami untuk juga menjalani program. Dan ketika programnya tak berjalan sesuai rencana, Jihoon stress berat.

Count on Me! [Second Life Universe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang