Chapter 15

507 43 0
                                    

"Aku gak nyangka kalo sampe sejauh ini. Jujur, aku sakit hati."

---*---

"Soonyoung minta maaf, Yah...Bu..." Soonyoung, menunduk dalam doanya. Berkata begitu tulus di dalam hati saat pagi ini ia dan Jihoon mengunjungi makam Ayah dan Ibu tuk peringati hari kematian Ayah. Sebetulnya sudah minggu lalu, peringatan itu digelar bersama dengan Papi, Mami, Tiffany, juga Taecyeon.

Makan siang bersama tentu setelah dilakukan doa dan beragam ritual. Tapi Jihoon masih ingin mengunjungi Ayah dan Ibunya. Tak sendiri namun bersama suaminya.

Jihoon berdiri, diam membiarkan Soonyoung maju menghadapi orang tuanya. Tertunduk lama tuk berdoa, kemudian berbalik menghadap ke arahnya sembari menghapus ujung matanya yang basah.

"Huuffftttt....Ji...." gemetar Soonyoung menatap Jihoon yang membalasnya tanpa kata. Soonyoung memang selalu emosional jika sudah dihadapkan pada kedua mertuanya.

Setiap ia datang, Soonyoung selalu mengkoreksi diri, adakah Soonyoung kurang mendampingi Jihoon sebagai suami?

Tanggung jawabnya begitu besar dan berat justru karena kedua mertuanya telah tiada. Tak ada orang yang bisa menegurnya kalau kalau ia salah langkah saat menjadi pemimpin rumah tangga.

Jihoon, hanya punya dirinya. Dan Soonyoung sudah lakukan dosa besar.

"Soonyoung percaya, apapun kesalahan kita di dunia, segalanya bisa ditebus dengan sebuah pengampunan. Sudah bertahun-tahun rasanya tidak meminta seserius ini dan mungkin apa yang terjadi tiga bulan ke belakang adalah teguran karena Soonyoung menjalani hari dengan berkunjung hanya sebagai kegiatan rutin. Terakhir Soonyoung begini saat hari-hari gelap peristiwa itu terjadi. Kemudian, Soonyoung lupa diri. Hari ini, Soonyoung menghadap lagi. Bukan sekadar meminta bak luncurkan janji manis, tapi Soonyoung ingin minta ampun karena sudah berdosa sekali."

Soonyoung menutup matanya, duduk begitu tenang di salah satu bangku gereja di mana hanya ada dirinya dan Jihoon saja. Pukul 10 pagi di hari Rabu seusai mereka mengunjungi orang tua Jihoon, biasanya mereka memang berdoa di gereja ini. Berjalan kaki melewati jalan setapak sedikit saja dan masuk komplek gereja melewati sebuah pintu kecil di belakang bangunan sakral ini. Masuk, setelah menyapa beberapa Romo saat berpapasan tadi.

"Tak pernah ada maksud untuk membunuh sekecil apapun nyawa yang hadir di dunia ini. Soonyoung berdoa bukan karena Soonyoung pamrih, Soonyoung tau perbuatan kemarin adalah sebuah kesalahan besar dan Soonyoung tak mau ulangi lagi. Soonyoung sudah mengingkari perjanjian untuk menjaga Jihoon hingga mati tapi dalam perjalanannya, berujung menyakiti. Soonyoung...mohon ampun sekali."

Laki-laki itu terisak, bahunya bergetar. Bibirnya merapal meski Jihoon tak bisa dengar dengan jelas. Begitu sesak.

"Soonyoung selamanya akan menjaga Jihoon, apapun keadaannya nanti. Apapun. Soonyoung akan lalui. Soonyoung bersumpah, tak apa jika memang bukan takdirnya kami berdua tak akan pernah bisa punya bayi. Soonyoung....Soonyoung tak akan menagih. Soonyoung tak apa. Tapi, jika memang ada kesempatan tuk meminta bagi pendosa ini, Soonyoung hanya minta tuk selalu ditegur setiap Soonyoung lalai menjaga Jihoon yang Soonyoung cintai sepenuh hati. Jangan biarkan Soonyoung bersikap seenaknya pada Jihoon yang sudah diciptakan dengan begitu baik tuk lengkapi hidup Soonyoung yang gelap ini. Apapun balasan untuk segala kesalahan dan dosa-dosa Soonyoung selama ini, Soonyoung yang akan tanggung sendiri. Tolong...tolong...jaga Jihoon jangan sampai ia sedih dan kecewa lagi."

Bayangan bagaimana Jihoon begitu mudah mengucap kata pisah, muncul lagi. Tiga bulan ini, Soonyoung kembali berjalan di jalan berbatu dan terowongan gelap yang ia anggap sudah tak ada lagi.

Jihoon yang menjadi penerangnya selama ini.

Siapa sangka, jika Jihoon kemudian ucapkan kata-kata yang Soonyoung saja tak berani bermimpi.

Count on Me! [Second Life Universe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang