Chapter 2

488 46 2
                                    

"Semua manusia memang harusnya punya pilihan. Tapi gak ada salahnya juga untuk kasih sedikit kesempatan."


---*---

"Butuh ini kan?" Soonyoung menyodorkan satu buah pen pada Jihoon yang terlihat meraba-raba jas dokternya.

Sejenak laki-laki itu tertegun menatap uluran pen itu sampai dokter Edo membuyarkan lamunannya, "Tadi sampai mana dokter Jihoon?"

"Eh, iya dok...sampai...." Jihoon buru-buru mengambil pen yang disodorkan pasien laki-laki yang masih tersenyum kecil hingga kedua matanya tenggelam oleh pipi. Jihoon tak punya waktu untuk berpikir dua kali, toh hanya sebuah pen kan? Jihoon hanya pinjam sebentar dan berjanji akan mengembalikan.

Panjang sekali penjelasan dokter Edo pada wanita muda yang beberapa hari lalu memaksanya untuk menjaga pasien paling merepotkan sepanjang karirnya.

Jujur saja, Jihoon tersinggung setengah mati. Bukan karena ia dianggap sebagai anak koas (ini sedikit sih) tapi juga karena bagaimana perempuan itu memandangnya. Apakah Jihoon terlihat begitu murahan dan gampang disuap?

Apa Jihoon terlihat sangat tidak profesional dan kompeten sehingga ia mungkin berpikir bahwa Jihoon tak punya pekerjaan lain?

"Ji, yang ke Seoul itu masih mau ambil kan?"

Jihoon terbirit-birit menemui dokter Sonya untuk sebuah tawaran seminar mengenai inseminasi dan pembekuan sel telur di Seoul. Sebuah trend dari salah satu negara dengan tingkat kelahiran paling rendah di Asia. Banyak sekali orang yang menunda untuk punya anak di sana. Trend ini begitu ramai karena banyak dari mereka yang sebenarnya berharap untuk berkeluarga dan memiliki anak, namun terhalang oleh kemampuan finansial untuk memberikan si anak kehidupan yang layak. Rata-rata dari mereka hanya sanggup menghidupi diri sendiri dan sesekali berpesta menikmati masa muda.

Ketimbang menabung untuk membeli rumah apalagi dana pendidikan, mereka merasa jauh sekali untuk bisa mencapai titik mapan. Maka, meski masih menjadi angan-angan dan dikejar jam biologis yang makin menipis, mereka memilih untuk melakukan pembekuan sel telur juga memutakhirkan metode inseminasi.

Jihoon sebagai intern yang sungguh berharap untuk menjadi obgyn di masa depan nanti, tentu melihat ini sebagai peluang yang seksi.

"Gue cuma bisa satu minggu. Minggu depannya harus ke Seoul untuk seminar. Gak perlu ke Bali, bayarin aja akomodasi ke Seoul. Gak perlu di hotel juga, airbnb cukup."

Beralasan ingin menjelaskan lebih detail mengenai kondisi tangan Soonyoung yang dipasangi pen, Jihoon memberikan kode pada Tiffany untuk pergi keluar ruangan dan membiarkan dokter Edo dan seperangkat suster yang menemaninya untuk kembali bekerja. Meninggalkan Jihoon sendirian berhadapan dengan perempuan ber-eye smile dengan dandanan chic di depannya.

"Seoul? Lo suka K-POP? Siapa? Changmin? Suju ya? Kyuhyun? Bener kan lo koas! Mana ada dokter intern sempet nonton K-POP!" Tiffany menepuk pelan bahu kiri Jihoon. Benar kan dugaannya!!

"Terserah deh lo mau anggep gue koas kek, belum lulus kek, apalah terserah. Gue butuh ke Seoul dan bukan untuk nonton K-POP. Itu urusan gue. Visa, tiket pesawat, penginapan, uang makan. Semuanya. Dan gue seminggu akan stay di sini. Lo bisa jungkir balik di Bali." Jihoon menekan kuat-kuat gengsinya. Ia harus melakukan ini.

Jihoon memang datang dari kelas menengah. Tapi kepergian kedua orang tuanya membuat sebuah pukulan telak bagi dompet Jihoon dan keberlangsungan pendidikannya. Memang sih segala deposito yang disimpan Ayahnya sangat amat cukup untuk membantu Jihoon meraih gelar spesialisnya. Tapi tidak untuk seminar 'rekreasi' begini. Dana pendidikannya PAS hanya untuk bersekolah saja. Jika Jihoon ingin menambah portofolio, ia harus mencari uangnya sendiri karena ia pun sadar bayarannya per-bulan hanya bisa untuk hidup sehari-hari. Mana bisa Jihoon mengikuti seminar-seminar bergengsi? Mimpi!

Count on Me! [Second Life Universe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang