Chapter 17

537 38 0
                                    

"Gak papa, semuanya berproses. Harus pelan-pelan."

---*---

"Sekali lagi sayang, terus abis nih..." Mami telaten menyuapi Jihoon yang masih diam saja meski sudah tiga hari ini menantunya itu dirawat. Enggan berbicara sepatah pun kata, lebih banyak tidur dan makan hanya saat ada orang yang menyuapinya. Tak hanya Soonyoung yang seringkali menangis saat melihat Jihoon yang tak merespon apa-apa saat pertama kali ia membuka mata, tapi Mami juga.

Jihoon, si cantik kesayangannya, hidup hanya karena ia bernafas. Selebihnya, ya begitu saja...

Jihoon langsung memegang perutnya saat ia akhirnya sadar. Matanya menatap Soonyoung dan ia tak butuh jawaban apa-apa untuk tau bahwa anaknya sudah tidak ada. Tak ada kehidupan lagi di sana.

"Sayang..." Soonyoung hanya bisa menangis kuat-kuat di kursinya, menggenggam tangan Jihoon yang diam saja namun air matanya meleleh tanpa bisa ia tahan.

"Sayang...Jihoon sayang..." Soonyoung tercekat, mana bisa ia jelaskan segalanya pada Jihoon di saat ia ambruk bak tak bertulang?

Saat hari ketiga, hanya ada keluarga inti dan Seungcheol saja yang sering menjenguk dan membantu apapun yang bisa mereka bantu. Tak ada satu pun yang mempertanyakan mengenai kejadian naas ini, tidak dengan Soonyoung yang terlihat begitu hancur.

"Papi urusin buat Ava juga ya, Nyong." Papi menepuk pundak putra bungsunya pelan. Laki-laki itu mendapat kabar dari putrinya mengenai apa yang terjadi pada Jihoon dan langsung pergi ke makam bersama sang istri berdua saja. Tiffany harus menemani adik-adiknya yang tenggelam dalam duka. Baru tadi sore ia bisa ke sana bersama Taecyeon tuk antarkan rasa bela sungkawa.

Papi ikut mengurus semuanya, memastikan bahwa makam Noah diurus dengan benar meski Seungcheol sudah membantu banyak. Dan di hari ketiga, ia berinisiatif untuk membuat satu lagi makam kecil untuk mengingat Ava. Semua orang berduka dan kehilangan. Meski Ava tak pernah sempat beristirahat di sana, tapi Papi merasa malaikat kecil itu juga patut diabadikan kehadirannya.

"Soonyoung sama Jihoon punya Papi, punya Mami, ada kita semua, Nak." Papi bukan orang yang biasa umbar kata cinta kecuali pada istri dan anak perempuannya. Perangainya kaku (setelan pabrik tiga bersaudara memang begini adanya), terlebih ia merasa bahwa mendidik anak laki-laki tentu sangat berbeda dengan anak perempuan.

Soonyoung dididik cukup keras. Laki-laki harus kuat, tak boleh cengeng dan goyah. Diam-diam tapi ia tau kalau Soonyoung sering menangis di depan Mami dan kakak perempuannya. Tapi, di depan Papi, Soonyoung adalah anak laki-laki pintar dan cemerlang. Selalu bisa diandalkan dan dapat atasi segala masalah.

Hari ini, Papi dengan tangan terbuka memeluk anak laki-lakinya. Membiarkan Soonyoung kembali menangis dan sungguh menyakitkan melihat Soonyoung yang biasanya selalu terlihat cerah, begitu layu dan tak sanggup ucapkan apa-apa. Tubuh tegap itu gemetaran di pelukan Papinya, Soonyoung masih bingung dan entahlah kacau sekali sekarang.

"Soonyoung sudah jadi Papa hebat, Papa siaga, suami yang baik sekali buat Jihoon. Papi tau, Soonyoung sekuat tenaga nganterin Jihoon. Paling sigap dan paling cepat, gak ada kata terlambat dan berujung penyesalan, Nak. Memang mungkin Noah nemenin kalian sampe sini aja. Bukan salah Nyong bukan salah Jihoon." pelukan itu begitu hangat, tangan besarnya mengelus punggung anak laki-lakinya. Menguatkan.

"Hhhh...Soonyoung gak bisa Pi." Soonyoung merasa hidupnya kembali gelap. Terguncang sekali dan ia tak tau caranya berdiri dengan benar. Soonyoung tak sanggup harus berada bersama Jihoon berdua saja karena yang akan terjadi adalah ia yang menangis dan ucapkan penyesalan. Soonyoung tidak becus dan terlambat membawa Jihoon sampai segalanya menjadi runyam. Sampai Noah akhirnya tak bisa diselamatkan. Salah Soonyoung semuanya.

Count on Me! [Second Life Universe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang