Grenade [Count on Me: Unwritten Moments] - Chapter 4 end

562 30 9
                                    

"Semoga Jemima sehat dan bahagia terus sayang...."

TW!!!

CHEATING, DIVORCE, BROK3N HOME, self-blaming

.....

"Mima happy masak?" Jihoon mengelus pelan rambut putrinya yang sibuk mengunyah mac and cheese hangat buatan tangannya sendiri dan jujur Jihoon bangga.

Tak pernah ada dalam bayangannya, melihat putrinya yang dulu menghabiskan 24 jam saja rasanya kurang saking banyaknya kegiatan, boro-boro memasak, masuk dapur saja tak pernah. Dan dalam 7 bulan mereka berdua ada dalam 'pelarian', sekuat tenaga merangkak tuk dapatkan kehidupan yang lebih baik berdua, putrinya malah asik sekali memulai sesuatu yang baru di rumah.

Mimsmeals.

Jihoon mengernyit ketika Jemima menunjukkan satu akun instagram barunya, di sana ada vidio di mana anak itu memasak telur ceplok dengan beberapa kecap dan saus sebagai toppingnya. Vidio memasak dengan modal teks dan tampilan tangan saja, penontonnya bisa mencapai satu juta di instagram.

Jihoon bekerja 13 jam sehari nyaris tanpa henti. Setiap hari, kecuali hari Minggu. Bisa tidur berpelukan dengan nyaman berdua bersama putrinya saja ia sungguh bersyukur. Kalau Mima tak bercerita bahwa anak itu diam-diam punya hobi baru, Jihoon mana tau?

Jihoon hanya menyambut bahagia bagaimana Mima sering kali memasakkannya sesuatu untuk makan malam seusai pulang bekerja. Satu minggu Jihoon harus memastikan bahwa tak ada kecelakaan kerja di rumah. Mengecek listrik pada kompor dan oven di rumah, bahkan air fryer dan microwave karena jantungnya berdetak tak karuan melihat Jemima begitu lincah di dapur meski kedua lengannya penuh luka cipratan minyak yang membuat Jihoon menangis di kamar mandi karena sungguh ia menyesal.

Jemima digigit nyamuk saja, Jihoon menangisnya bisa 3 hari karena kasihan. Harusnya Jemima tak boleh terluka, tak ada yang boleh menyakiti putrinya barang seujung kuku saja.

Tapi lihatlah...

Kedua lengan Jemima kini banyak sekali bekas terciprat minyak.

"It's nothing Bibuw..."

Tidak.

Itu besar.

Lukanya ada di lengan Jemima tapi darahnya menempel di hati Jihoon selamanya.

"Harusnya Mima hidup lebih baik sayang. Sekolah, jadi violinist dan masuk Juilliard. Atau bimbel buat olimpiade atau mungkin buat besok gambil kedokteran. Bukan malah sama Bibuw, di rumah sendirian. Gak sekolah. Luka-luka. Harusnya Jemima gak begini, Nak..."

Jemima, putrinya yang berharga.

Bagaimana bisa Jihoon hilang akal, nekat membawa Jemima pergi bersamanya. Di saat Jihoon ternyata tak punya safety nett yang cukup untuk membesarkan anak itu di Amerika sendirian. Jemima masuk public school tentu Jihoon bisa dengan mudah membiayainya. Tapi jujur saja, kembali memasukkan anak itu ke les-les musik klasik seperti di Jakarta tentu berat.

Jihoon bisa, tapi tak terbayang ia harus kembali bekerja di rumah sakit lebih dari 8 jam agar Jemima bisa menekuni hobinya.

"Yang penting Jemima ketemu Bibuw. Mima gak mau les kalo gak banyak ketemu Bibuw. Mima gak papa di rumah aja, Mima bisa..."

Anak sekecil ini harus Jihoon paksa mengerti keadaan kedua orang tuanya.

Jihoon 13 tahun dulu sibuk bermain dan menekuni hobinya. Bermusik salah satunya. Dulu, Jihoon les piano hingga tamat SMA. Privilege yang mirisnya tak bisa ia berikan pada putrinya sendiri di usia yang sama.

Count on Me! [Second Life Universe]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang