TEEEEEEEETTTTTTTTTT!!!
Bel pertandingan terakhir berbunyi. Dengan perbedaan skor yang tipis SMA Angkasa harus menerima kekalahan. Mereka harus merelakan SMA Andromeda mengambil juara untuk yang ketiga kalinya. Seluruh stadion terutama supporter SMA Andomeda bersorak heboh tapi berbanding berbalik dengan SMA Angkasa yang terlihat begitu sunyi.
Seluruh pemain sibuk dengan rasa sakit di hati yang tidak bisa di ungkapkan, para pemain cadangan tertunduk lesu, Coach Dean menunduk dalam menerima kekalahan, Drian berkaca-kaca, Gilang menenangkan diri, Ren terduduk meluruskan kakinya dengan mata yang membulat tidak percaya, Ganendra menutup matanya mencoba menerima takdir, dan Segara mendongak ke atas dengan napas yang terengah.
Segara lalu meneguk ludahnya sekali. Dia lalu membunguskan dadanya, menghampiri teman-temannya yang lain. "Jangan sedih! kita udah berjuang sampai akhir, ayo kita pulang dengan bangga!" tegas Segara.
"Tegakkan badan lalu baris ke kursi supporter!" lanjutnya.
Mendengar perkataan tegas dari sang kapten, membuat para pemain menegapkan badan. Mereka harus memendam rasa sedih untuk sementara. Semua pemain lalu berlari menuju bangku supporter SMA Angkasa. Semua pemain saling merangkul bahu satu sama lain dan membungkukkan badan.
"TERIMA KASIH ATAS DUKUNGAN KALIAN!!"
PROKK!! PROKK!! PROKK!!
Seluruh supporter bertepuk tangan. Meskipun gagal meraih juara namun, mereka tetap memegang teguh solidaritas. Para supporter juga merasakan kesedihan yang sama, mereka tetap bangga bisa mendukung sekolah sampai akhir.
Setelah selesai Segara kini berjalan mendekati Lea. Kedua hanya diam karena tidak bisa mengatakan sepatah kata apapun. Sejenak Lea dapat melihat kesedihan yang begitu mendalam dari mata Segara.
Cewek itu kemudian menggenggam tangan kanan Segara. "Udah, nggak apa-apa. Kamu hebat udah sampe titik ini."
"Iya Ra, udah jangan ditekuk gitu mukanya!" ucap Bella memberikan semangat.
Segara diam dan hanya tersenyum tipis.
"Bener tuh. Eh, tapi lo tadi ngerasa nggak sih kalo ada yang aneh?" spontan Riani.
Acha berdecak kesal lalu menginjak kaki Riani, lantaran tidak pandai membaca situasi. "Udah diem!"
"Sakit anjir!"
Segara kemudian menghela napas berat. "Gue ke sana dulu ya….Dri ayo!" lalu memanggil Drian yang sibuk menangis di pelukan Chika.
Segara berjalan untuk berbaris di tengah lapangan, lalu secara tiba-tiba ia berhenti dan melihat ke sekitar bangku penonton VIP. Bola matanya berkeliling dengan cepat dan teliti, berusaha mencari keberadaan sang ayah. Namun, dia sama sekali tidak melihat keberadaannya. "Maaf, udah bikin ayah kecewa."
Setelah selesai berbaris untuk mengucapkan terima kasih dan menerima penghargaan, kedua tim kini berjalan beriringan keluar dari lapangan. Namun, masih terlihat wajah-wajah sedih dari para pemain SMA Angkasa.
"Selamat Kar, atas kemenangan lo." Segara mengulurkan tangannya. Kedua kapten itu saling berhadapan sebelum keluar dari pintu lapangan.
Laskar diam dan memandang mantan temannya itu dengan remeh. Cowok itu meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Ternyata lo itu nggak lebih dari orang yang gagal ya?"
Mendengar itu membuat Segara terkejut dengan mata yang membulat.
"Lo gagal dalam keluarga, gagal dalam basket." Laskar mendekatkan wajahnya ke indra pendengaran Segara. "Dan gagal melindungi tim lo dari kekalahan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEGARA(END)
Teen FictionJika kamu ingin bahagia, jangan biarkan masa lalu mengusikmu. Kamu boleh melihat ke belakang, namun jangan membawanya kembali. ........ Arsegara Wirayudha, cowok tujuh belas tahun terkenal sebagai kapten basket SMA Angkasa sekaligus ketua dari club...