Question of the day: kalau aku buat playlist di spotify untuk cerita ini, ada yang mau dengerin?
Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado
Thank you :)
🌟
Yang lebih mengganggu dibandingkan perkataan Ekata adalah deru napasnya yang menyambar permukaan kulit di bawah telingaku. Tubuh kami sama sekali tidak bersentuhan, tapi efeknya sama sekali tidak berkurang; seluruh bulu kudukku meremang hebat hingga ke tangan. Aku tidak tahu Ekata dapat melihatnya di kegelapan studio atau tidak, tapi dia tidak membahasnya. Dia hanya mengendusku lagi, masih dengan berbisik.
"I want to imprint your smell on my skin."
Ekata menggoda. Dia melancarkan serangan menggoda yang dia peringatkan di malam setelah pernikahan kami. Kepalaku pening dan napasku menolak untuk menarik oksigen yang diserap seluruhnya oleh Ekata.
"Kamu tahu nggak kalau aku pakai sabunmu? Aku coba pakai sabun kamu supaya bisa beraroma sama kayak kamu, tapi aroma di kulit kamu lebih enak. I keep wondering the taste of you on my tongue."
Bukan hanya sound di bioskop ini yang membisikkan "all around you" di awal saat film mulai, tapi juga setiap kata yang Ekata ucapkan menggoda setiap jengkal tubuhku. Vaginaku sudah berteriak Yes! Sedangkan otakku mengibarkan bendera merah dengan tulisan NO! besar-besar.
Curiosity kills the cat they said, but my kitty doesn't seems get the memo.
He said nasty things and my vagina ready to wear her cheerleading outfit. Bukan rahasia kalau bagian tubuhku yang satu itu selalu mempunya suara sendiri dan hal nakal dengan innuendo yang Ekata ucapkan mendapatkan lampu hijau darinya yang sudah siap menekan gas jika akal sehatku tidak menarik tali kekang.
Satu-satunya yang menyadarkanku adalah pengetahuan kalau bioskop dilengkapi kamera yang dapat merekam dalam gelap dan aku tidak ingin menjadi potongan video mesum di media sosial.
Aku memaksakan diri untuk menarik napas dan mengukuhkan pendirian kalau aku tidak akan terbuai dengan mulut manis Ekata yang sama buasnya seperti Kamal. Pengalamanku dengan cowok ganteng juga tidak baik, jadi Ekata yang berada di atas rata-rata tidak akan masuk radarku. Apalagi dengan tambahan mulut buayanya.
"Berisik, aku lagi nonton." Napasku terengah dan tercekat padahal aku tidak sedang lari. Dan si sialan di belakangku dengan beraninya terkekeh.
"Kenapa? Aku nggak dengar."
Aku tidak mau bersuara lebih keras dan mengganggu orang lain, jadi aku menoleh hingga hidungku bertemu dengan milik Ekata yang masih setia di tempatnya semula. Matanya memancarkan cahaya dari layar yang kini lebih banyak menonton kami dibandingkan sebaliknya.
Suara film tidak lagi teredam hingga menghilang dari sekitarku saat mata kami bertemu dalam jarak yang terlalu dekat, tapi aku sendiri terpaku hingga tidak dapat bergerak.
Ekata mendekatkan wajah kami dan napasku tersangkut di tenggorokan. Aku sempat mengira dia akan menciumku, tapi Ekata hanya mempertemukan ujung hidung kami berkali-kali. "Kamu bilang apa? Aku nggak dengar." Dia terus mempertemukan ujung hidung kami dengan mata yang tidak lepas memakuku.
"Nga-ngapain?" Aku harus berdeham agar suaraku tidak seperti kucing dan mengulanginya dua kali. Aku konyol dan aku tahu.
"Eskimo kiss to show you my affection since kissing you is still off the table."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Right For Now
ChickLit[BACA SAAT ON GOING. INTERMEZZO PART DIHAPUS 1X24 JAM SETELAH PUBLISHED] May contain some mature convos and scenes. "Aku akan bayar semua hutang kamu, asal kamu menikah denganku." Aku tidak tahu bagaimana mengurus anak, juga tidak tertarik untuk m...