Question of the day: Kamu lebih suka hujan atau teduh?
Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado
Thank you :)
🌟
"Lihat lo dihabisin sama Adi nggak pernah bikin gue bosen. Lo mau balas juga nggak bisa. Pasrah doang jadinya."Ekata mengempaskan bokongnya di sofa sebelahku sehingga kini aku diapit oleh keduanya. Tangan Ekata tersampir di punggung sofa yang menjadi sandaranku.
Aku tahu ini akan menjadi keributan dan Ekata sengaja memancing Kamal yang sudah melotot kepadanya yang pura-pura polos. Aku secara harafiah berada di tengah medan perangdengan Kamal yang sebentar lagi mengeluarkan pisau dari matanya.
Aku mendorong wajah Kamal sebelum dia mengeluarkan taring dan menggigit tangan Ekata. Bukan karena aku peduli, lebih ke arah aku tidak mau terlibat di perseteruan mereka berdua. "Aku lapar. Bisa nggak ributnya ntaran aja?"
"Dede nginep?"
"Yang bener aja, dong. Orang baru nikah disuruh nginep-nginep." Aku memberikan tatapan bosan kepada Kamal lalu berdiri.
Tawa Ekata berderai kencang yang lalu dibalas dengan makian oleh Kamal. Begitu terus sepanjang satu jam penuh. Mending aku menempeli Tante dibanding harus mendengar keributan dua orang dewasa yang tingkat kedewasaannya stuckdi dua belas tahun..
**
Setelah makan, Ekata izin untuk menidurkan Alma. Semula mau menggunakan kamar tamu di bawah supaya kalau nangis bisa didengar, tapi dengan kebisingan yang mungkin dibuat oleh Ekata dan Kamal, aku mengatakan untuk menidurkan bayi itu di kamarku saja di lantai atas. Itu alasan yang aku karang, alasan sesungguhnya adalah telingaku yang capek mendengar keributan antara Kamal dan Ekata. Membiarkan mereka berdua berada di lantai yang sama hanya akan membuat telingaku menderita.
Aku membantu Tante cuci membereskan piring kotor juga mengelap meja makan.
"Kamu juga tidur, gih."
"Aku nggak ngantuk."
Tante mendorong punggungku sampai aku keluar area dapur. "Tante nggak tanya kamu ngantuk apa nggak. Kamu itu habis acara nikahan kemarin. Capek. Istirahatin badan itu perlu."
Tidak bisa mengelak, aku mengikuti saran Tante dan memasuki kamarku. Menemukan Ekata tengah membuka album foto sambil bersila di lantai dan bersandar di ranjang tempat Alma sudah tertidur dengan mulut terbuka.
Ekata melihatku yang masuk lalu mengangkat album foto itu seraya berucap, "Aku lihat ini, ya."
Aku ikut duduk di sebalah Ekata yang selonjoran. Kamarku tidak ada sofa untuk duduk. Hanya ada kursi kecil untuk berdandan yang letaknya di sisi lain ruangan. "Itu foto beberapa tahun lalu," gumamku. DI foto itu aku masih berpipi bulat dengan berat di atas rata-rata tinggiku.
"Waktu kamu SMA kelas satu, ya?"
"Ngapain lihat itu. Itu aku lagi gendut-gendutnya."
"But, even then, you are pretty."
"Bang, tadi makan jamur yang bikin halusinasi apa gimana? Are you high?" Aku menarik muka Ekata agar menghadapku. Pupilnya tidak membesar.
"I'm high on you."
Aku melepaskan wajah Ekata dan mengeluarkan ekspresi mau muntah. Ekata tertawa lalu menutup mulutnya saat tersadar kalau Alma sedang tidur.
"Kamu cantik dari dulu. Cara kamu senyum sama; mata kamu yang kayak bulan sabit hampir ketutupan pipi, terus ada cekungan di sini." Ekata menunjuk pada daguku di foto, seolah dia tengah mengingat masa lalu dari fotoku yang tengah merengut. Foto box bersama Kamal yang memaksaku memakai wig kribo berwarna hijau, sedangkan dia berwarna kuning dengan hidung besar badut. Yang tersenyum lebar di foto itu hanya Kamal.
Aku terdiam lantaran tidak tahu harus membalasnya dengan kalimat apa. Masa yang sedang dilihatnya adalah masa aku menghakimi diriku sendiri karena berbeda dari teman-teman seusiaku. Aku susah diterima di pergaulan dan cenderung menjadi penyendiri. Melihat ke cermin hanya akan membuatku mengecilkan diriku sendiri. Perut yang berlipat-lipat, lengan yang bergelambir, pakaian yang tidak trendi karena mencari yang pas untuk ukuranku sangat sulit. Tidak seperti sekarang.
Masa aku tengah menyiksa diriku sendiri dengan diet yang tidak sehat, bahkan hingga diam-diam meminum obat penurun berat badan yang konon manjur. Kurus tidak, aku malah harus dilarikan ke rumah sakit karena dehidrasi dan terlalu lemas.Untung saja ginjalku tidak terkena dampaknya. Tapi tidak ada yang dapat membuatku jera. Standar cantik di dalam kepalaku adalah kurus, langsing. Dan jika aku mau diterima dalam pergaulan, aku harus menjadi salah satu dari mereka. Atau dengan kelebihan lain yang aku punya. Aku menggigit bibir. Menolak mengingat masa itu lebih jauh.
Ekata menangkap keterkejutanku. Mungkin melalui mataku yang melebar, atau dari mulutku yang sedikit terbuka. "Kenapa kaget? I always thought you are pretty. Kamal sampai larang kami buat datang ke sini karena takut ada yang gebet kamu.Nyapa saja kami langsung dipelototin dan dia keluarin ceramah gimana kamu masih di bawah umur dan itu buah terlarang untuk kami."
"Orang-orang di waktu itu nggak ada yang sependapat."
"Mereka matanya nggak bagus. Atau katarak."
Bukannya aku tidak pernah mendengar kata cantik yang ditujukan untuk menggambarkanku. Tiga orang yang tinggal di rumah ini selalu mengatakannya. Atau pacar-pacarku setelah aku melewati era pubertas. Jadi, ketika ada orang lain yang juga melihatku di era itu dan menganggapku cantik dan memihakku dengan mengatai orang lain, membuatku linglung. Terutama karena Ekata tidak pernah mengobrol kepadaku, selain basa-basi.
Ekata membalik halaman dan fokus ke foto-foto di album itu lagi. Aku mencari-cari sesuatu seperti kebohongan di wajahnya, atau apa pun yang menunjukkan kalau dia tengah memainkan tipu daya, tapi nihil. Dia tampak tulus saat melisankannya.
Namun, aku ingat bagaimana gerombolan si berat ini pandai bersilat lidah. Kemampuan yang mereka gunakan dan hamburkan secara cuma-cuma untuk seluruh cewek di dunia ini. "Dasar buaya darat," ucapku sinis yang diganjar kekehan kecil oleh Ekata.
"Aku hampir bikin kamu deg-degan, kan? Ah, sayang banget gagal." Ekata menjentikkan jarinya sekali.
Aku tidak bisa lengah sedikit saja menghadapi para biaya bermulut manis ini. Tahunan aku melihat bagaimana Kamalmenarik perhatian perempuan dan trik-trik yang digunakannya hingga mereka jatuh ke pelukan abangku yang tidak tahu diuntung itu. Aku cukup percaya diri untuk mengatakan aku kebal terhadap rayuan. Termasuk rayuan Ekata.
1/9/23
Apdet lagi oktober atau saat bintang 450 dan komen 250. Tenang, kalau nggak sampai tetep update kok Oktober nanti.
Aku update jam 2.30 subuh sambil nungguin anak itik sakit. anyway sehat-sehat yaa. Udara lagi buruk banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Right For Now
ChickLit[BACA SAAT ON GOING. INTERMEZZO PART DIHAPUS 1X24 JAM SETELAH PUBLISHED] May contain some mature convos and scenes. "Aku akan bayar semua hutang kamu, asal kamu menikah denganku." Aku tidak tahu bagaimana mengurus anak, juga tidak tertarik untuk m...