Mr. Right For Now - 5.1 Abang Ipar Kampret Jilid 1

5.4K 909 91
                                    


If you don't know by the way I hold you
My heart's been yours this whole time

Suriel Hess - Little Bit More


Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado

Thank you :)

🌟

Bangun pagi adalah kebiasaan yang sulit untuk dilupakan, meskipun kamu baru saja melalui hari yang sangat melelahkan kemarin. Meskipun setiap sendimu terlalu ngilu untuk diajak bekerja sama, tetapi otakmu lebih keras kepala untuk membiarkanmu tidur. Mungkin karena aku sudah terbiasa juga dengan jadwal bangun pukul lima pagi.

Jika ini di kosan, aku sudah berada di dapur umum dan memasak bekal untuk makan siang dan juga untuk sarapan. Setelah itu baru aku siap-siap untuk pergi kerja. Jadi kakiku mengarah ke tempat yang aku tahu menjadi tujuannya meskipun masih asing: dapur.

Sarapan berat, yang mengandung karbohidrat, adalah kewajiban untukku di pagi hari. Jadi, setelah melihat isian kulkas dan tempat penyimpanan kering yang mudah ditemukan karena sangat tertata, aku membuat nasi goreng telur dengan sosis ayam. Dua porsi. Untukku dan Ekata. Aku tidak tahu apa yang anak bayi makan, meskipun aku sudah melihat Alma beberapa kali melahap sesuatu atau memasukkan pasta ke dalam mulutnya.

Sejujurnya, aku juga tidak tahu bagaimana harus bersikap ke anaknya Ekata. Apa aku harus bersikap seperti ibu tiri pada gambaran sinetron di TV? Mirip-mirip seperti ibu tirinya bawang putih itu, yang sangat menyebalkan hingga aku mau menyapu wajahnya. Atau seperti ibu peri?

Bulu kudukku meremang ngeri membayangkan pilihan terakhir. Wajah antagonisku lebih cocok untuk yang pertama.

Ekata juga mengatakan kalau Alma 100% bukan urusanku karena dia mau mengurusnya sendiri. Dia juga bilang bahwa dia mencari istri, bukan ibu untuk Alma. Jadi, aku dibebas tugaskan dari peran ini, kan? Itu juga berarti aku tidak perlu memikirkan apa yang bocah itu makan, meski aku sudah melihat beberapa tempat makan kecil di freezer yang berisi benda cair berwarna oranye dan hijau. Mengingat dua keponakan bar-barku, aku tahu kalau itu jenis makanan mereka yang dibuat oleh iparku dengan sepenuh hati.

Aku mematikan kompor tepat saat lampu ruang keluarga di belakangku menyala. Aku memang hanya menyalakan lampu di bagian dapur saja.

"Kamu masak pagi-pagi?"

Tidak ada orang lain di rumah ini yang bisa berbicara selain aku dan Ekata. Kecuali Alma memiliki suara berat dan serak serta tiba-tiba saja bisa berbicara lancar selain "pa pa pa pa".

"Iya. Kan aku sudah bilang kalau aku mau masak waktu Bang Tata tawarin katering aja."

Aku mendengar suara kursi yang beradu dengan lantai di belakangku.

"Aku ingat. Aku juga ingat, dan ini aku kutip, "aku nggak mau ada unhealthy power dynamics di relasi ini. Aku nggak mau Bang Tata pikir dengan uang bisa ngatur aku. Kita berdua setara dalam pengambilan keputusan." yang aku juga jawab dengan, "Peach, if anything, you've got all the power here.""

Ini adalah obrolan setelah aku menerima tawaran pernikahan Ekata. Hal yang aku takutkan dalam hubungan ini adalah uang. Semua orang tahu bagaimana uang adalah bargaining power dalam beberapa hal dan salah satu bahan pembicaraan panas untuk adu argumen. Aku pernah membaca beberapa suami menjadikan gajinya sebagai leverage untuk memanipulasi istrinya melakukan sesuai yang dia mau. Terutama untuk para ibu rumah tangga dan para suami sebagai penghasil utama dan satu-satunya. Rasa bersalah karena membeli barang selain untuk kebutuhan pokok sering menjadi momok yang menghantui setiap mengingini sesuatu. Padahal pernikahan itu dua menjadi satu, jadi tidak ada lagi uang suami atau uang istri.

Aku tidak merencanakan ini untuk jangka panjang, aku masih tetap pada keputusanku untuk tiga tahun. Tapi bukan berarti aku mau menderita selama tiga tahun ini. Tidak sudi.

"Kenapa? Karena banyak orang seumuran aku nyinyir soal perempuan di dapur aja kerjanya?" tanyaku dulu.

"You make it sounds like we have big age difference. Nah, aku pikir kamu capek kerja, jadi di rumah kalo nggak masak nggak masalah."

"Bang Tata emang tua." Aku tertawa dan diikuti oleh Ekata yang menggumamkan sesuatu seperti "you troll". "Enggak, sih. Aku masak karena emang suka. Kalau bahasannya soal emansipasi dan woman empowerment, aku rasa itu juga berarti soal perempuan bebas menentukan pilihannya. Kalau dia milih buat jadi ibu rumah tangga dan sibuk di dapur, ya nggak ada yang perlu diributin."

"Kamu nggak capek habis acara kemarin? Tadi rencananya mau beli sarapan aja." Kalimat lanjutan dari Ekata meletuskan balon ingatan dan membawaku kembali ke masa ini.

"Capek, tapi aku kebiasaan bangun pagi buat masak. Bang Tata makan apa pagi-pagi? Aku bikin nasi goreng. Mau?"

Dia mengangguk cepat sembari memanjangkan kepalanya melewati bahuku. "Aku siapin sarapan Alma sebentar biar bisa makan bareng."

7/6/23

Apdet lagi saat bintang 450 dan komen 250 ya ges, atau 1 Juli 2023. Aku udah apdet Adi n Tata 2x soalnya bulan Juni :) yuk share cerita ini ke temen-temen biar banyak yang baca dan cepet apdet

BTW yang mau baca cerita Jessica sudah tamat ya di judul The honeymoon Is Over (marriage life, romcom gemes). Cerita lain yang sudah tamat dan masih lengkap di WPku juga ada Every Nook and Cranny (fake dating metropop, bf to lover), Love OR Whatnot (marriage life angst), dan Rumpelgeist (romantasy).

 Cerita lain yang sudah tamat dan masih lengkap di WPku juga ada Every Nook and Cranny (fake dating metropop, bf to lover), Love OR Whatnot (marriage life angst), dan Rumpelgeist (romantasy)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mr. Right For NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang