Question of the day: akan ada intermezzo POV Ekata setelah part 30, yang mau baca rajin komen + pencet bintang dan follow wpku yaa. Nanti linknya dikasih melalui dm Ig as usual. Enaknya part berapa nih POV Tata?
vote, komen dan follow akun WP ini + IG & X & Tiktok @akudadodado. Thank you
🌟
"Hai, Ekata ada?"
Hari Sabtu siang dan sudah ada tamu cantik depan rumah. Blus tanpa lengan berwarna kuning pastel dengan celana jeans membalut kaki jenjang yang beralaskan heels dua belas senti—yang membuatnya semakin panjang seperti enggrang. God, aku iri sekali dengan perempuan yang kakinya panjang. Aku hampir melakukan operasi pemanjangan tulang kaki di luar negeri kalau saja aku mampu dan tidak terlilit hutang.
Bercanda. Aku terlalu pengecut untuk melakukannya. Batas keberanianku hanya pinjaman online yang membawaku kepada malapetaka dan sumpah kalau aku tidak ingin melakukannya lagi.
"Lagi pergi," jawabku.
Cewek itu membuka kacamata hitamnya dan menelisik penampilanku. Cara memandangnya membuatku tidak nyaman dengan apa yang aku kenakan; kaos usang yang aku miliki saat tubuhku beratnya dua kali lipat dari sekarang, lalu celana pendek yang lebih pantas disebut kain pel dibandingkan pakaian.
"Saya boleh tunggu di dalam, Mbak?"
Mbak?
MBAK?
Aku masih melongo saat cewek itu masuk tanpa menungguku mempersilakan dan langsung duduk di sofa. Matanya berkeliling sekitar dan langsung berhenti di playpen yang berisikan bola. Ekata pagi tadi menuangkan bola berwarna-warni ke dalamnya agar dia dan Alma dapat bermain bersama sebelum memutuskan kalau itu terlalu kecil, sehingga dia menggotong putrinya ke tempat mandi bola yang lebih besar
Aroma mawar terendus hidungku saat dia lewat tadi. Parfum yang cocok untuk penampilannya yang dewasa.
Namun, banyak sekali berita soal kejahatan di siang bolong dengan berpura-pura mengenal salah satu penghuni rumah. Aku tidak mau menjadi korban yang ditemukan terikat di dalam rumah lalu fotoku tersebar di media sosial tanpa diburamkan. Itu tidak baik untuk brand yang akan aku bangun. Iya kalau hanya diikat, kalau nyawaku juga melayang bagaimana? Tidak ada jaminan kalau cewek di depanku ini bukan pembunuh berdarah dingin atau dia tidak punya komplotan di luar sana yang sedang mengintai dan menunggu kode untuk masuk. Ini pernah aku dengar di berita dan aku tonton di film.
Bulu kudukku otomatis berdiri dengan kemungkinan nyawaku melayang. Dengan tangan terlipat di dada dan pintu yang aku buka lebar, aku mengatakan in pada tamu yang tak diundang. "Tunggu di luar aja."
Cewek itu mengibaskan rambut panjangnya lalu mengernyitkan alis seolah tidak yakin dengan apa yang dia dengar, "Pardon?"
Cantik-cantik budeg.
"I said: you can wait outside." Aku sudah meladeninya dengan Bahasa Inggris pun cewek itu masih linglung. "Ekata lagi di luar, jadi Mbak silakan menunggu di luar." Aku memberikan penekanan pada kata mbak. Aku menunjuk pada pintu yang terbuka lebar dan menunggu dengan sabar hingga tamu itu keluar meski ogah-ogahan.
Aku menghadiahinya dengan senyuman. "Sebentar saya ambilkan minum," kataku sebelum masuk ke dalam dan menutup pintunya. Aku tidak akan memberikan kesempatan sekecil apa pun jadi aku mengunci pintunya juga.
"Nggak ada teh atau kopi?" Tamu itu bertanya saat aku kembali dengan segelas air mineral.
Tidak tahu apa yang salah, tapi apa pun yang dia ucapkan membuatku kesal bukan kepalang. Memangnya aku warung apa? Bagus aku kasih air minum bukan air keran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Right For Now
Literatura Feminina[BACA SAAT ON GOING. INTERMEZZO PART DIHAPUS 1X24 JAM SETELAH PUBLISHED] May contain some mature convos and scenes. "Aku akan bayar semua hutang kamu, asal kamu menikah denganku." Aku tidak tahu bagaimana mengurus anak, juga tidak tertarik untuk m...