Disinilah Sangga sekarang, duduk disalah satu kursi kantin sambil menyandarkan kepalanya di bahu Zalina. Zalina membiarkan Sangga bersandar di bahunya, gadis itu sibuk memakan bakso miliknya. Sedangkan teman-teman mereka yang satu meja sudah terbiasa melihat pemandangan seperti ini. Mereka tidak heran jika Sangga sedekat itu dengan Zalina, karena mereka berteman memang sudah lumayan lama.
"Tiupin gue dong, Zal." pinta Sangga dengan nada manja.
"Tiup sama gue tapi mulut gue penuh sama kuah bakso, mau lo?" Zalina kembali menyuapkan bakso kedalam mulutnya.
Teman-temannya hanya tertawa. "Lo nemu bayi dugong kayak gini dimana sih, Zal?" tanya Ivy sambil melirik Sangga.
Sangga langsung melotot kearah Ivy. "Kunti Kelapa Gading, denger ya lo, mana ada bayi dugong setampan dan sesabar gue. Iya kan, Zal?"
Sangga menggerakan kepalanya di bahu Zalina, membuat Zalina hanya berdeham mengiyakan agar laki-laki itu tidak bawel.
"Tuh, denger gak lo?"
Esther menggelengkan kepalanya melihat tingkah Sangga. Memang Sangga ini umur saja lebih tua setahun walau mereka seangkatan, tapi tingkahnya lebih mirip seperti bocil dibanding Zalina yang sering ia sebut bocil.
"Gue cuma takut bahu Zalina sengklek sebelah karena sering disenderin sama Sangga." ujar Riga sok prihatin.
Zalina menganggukan kepalanya. "Bener lo, Rig."
Gadis itu mendorong kepala Sangga menjauh. "Berat, Sang. Kayak beban hidup." Sangga hanya memasang wajah cemberutnya.
"Banyak beban pikiran apa sih Bang Sangga, gue curiga lebih berat kepala Sangga dibanding gas ijo." sambar Daris.
"Anjing," hardik Sangga sambil melemparkan sumpit kearah Daris.
Zalina langsung menyuapkan bakso nya ke mulut Sangga. "Mulut lo kebiasaan."
Sambil mengunyah bakso, Sangga hanya cengengesan.
"Gimana rasanya, Sang?" tanya Maxime.
Sangga menoleh kearah Maxime. "Enak,"
"Iyalah! orang gue mesennya bakso sapi." sahut Zalina.
Maxime mengangkat alisnya memberi sinyal kepada Sangga, "Enak gak satu sendok sama Zalina?"
Sangga memberikan cengiran kudanya. Zalina tersedak mendengar ucapan Maxime. "Heh!"
Daris dan Riga yang baru paham langsung terbahak. "Anjing! ciuman secara gak langsung.'
"Ih otak kotor ya lo semua!!" Zalina langsung mencubit bahu Sangga. "Awas lo!"
Sangga hanya mengaduh. "Ampun tuan putri,"
"Gak mau lagi gue, abisin sama lo sana!" Zalina mendorong mangkuk baksonya.
"Ya apa yang mau kamu makan lagi, Zal. Orang tinggal bihun sama kuahnya aja itu." ujar Meira sambil menunjuk mangkuk Zalina dengan dagunya.
"Sendoknya." jawab Zalina asal. "Biar Sangga aja yang abisin,"
Sangga langsung sumringah. "Bekas lo mah gak akan ada yang gue tolak!" goda Sangga.
Zalina memukul bahu Sangga. "Sangga sinting!!"
Semua orang yang ada di meja itu terbahak, sedangkan wajah Zalina sudah merah padam seperti kepiting matang.
"Rese ya lo semua,"
-Kisah Tanpa Ujung-
Sambil menuruni anak tangga, Zalina berlari untuk menghampiri Sangga yang sudah menunggunya di parkiran sekolah. Kelas Zalina dan Sangga memang lumayan jauh, tadi Sangga sudah menunggunya didepan kelas tetapi Zalina sedang melakukan piket dan menyuruh Sangga untuk menunggunya di parkiran.
Zalina akhirnya melihat Sangga sedang duduk diatas motornya, tangan kirinya menggenggam botol air yang tadi Zalina berikan saat ia masih menjalani hukuman. Melihat Zalina berlari kearahnya, Sangga langsung berdiri disamping motornya.
"Hei, hei, jangan lari-larian bocil!" tegur Sangga sambil menoyor pelan kening Zalina.
Zalina sibuk mengatur nafasnya, gadis itu melirik kearah botol yang ada ditangan Sangga lalu merebutnya. Tanpa ba-bi-bu dia langsung meminum air itu.
"Huhhh!"
"Lo ngapain mesti lari sih?" tanya Sangga heran.
Zalina memberikan botol itu kepada Sangga kemudian dia duduk diatas motor Sangga. "Gue takut dilantai atas sendirian,"
"Temen piket lo kemana?"
"Mereka turun duluan, waktu gue mau nutup pintu, gue nengok ke lorong kelas horor banget anjir! gue langsung lari, takut tiba-tiba di slow-mo kayak di mimpi."
Sangga menyentil dahinya. "Kebiasaan parnoan lo, jangan suka ngebayangin kayak gitu kalo ditempat sepi, nanti mereka muncul dengan apa yang ada dipikiran lo."
"Ih! Jangan nakutin gue!"
Sangga tertawa. "Ayo pulang, nih lo pegang botolnya." ujar Sangga sambil menyodorkan botol air tadi.
Setelah itu motor Sangga keluar dari area sekolah. 15 menit berlalu, untungnya jalanan di Jakarta hari ini tidak sepadat biasanya, jadi mereka berdua bisa sampai rumah tepat waktu.
Sangga memasukan motornya kedalam bagasi. Jangan lupa, rumah mereka bersebelahan. Mau motornya berhenti didepan rumah Sangga atau Zalina sama saja, sama-sama dekat. Sangga mengantar Zalina sampai depan rumahnya.
"Rumah dekat gini mesti banger lo anter apa, Sang."
"Harus lah! gue harus memastikan lo selamat sampai kamar." ujar Sangga cengengesan.
"Kamar kucing maksud lo!" Zalina memberikan botol air yang tadi kepada Sangga. "Nih."
"Yaelah, nih botol kasian bener daritadi di oper-oper."
"Kan punya lo." jawab Zalina. "Udah sana lo pulang terus mandi, nanti setelah mandi gue mau ke rumah lo."
"Wow ada apa sweety! gue masih disini kok, lo mau gue sampai malam disini juga gue gak masalah. Lemah hati banget lo jadi gampang kangenan sama gue, Zal." jawab Sangga dengan kepercayaan dirinya yang sangat hqq.
Zalina memukul pelan bahu Sangga. "Geer banget! gue mau ketemu Bunda lo,"
"Yahh ketemu Bunda modus dikit sama anaknya gak apa-apa kali." sahut Sangga sambil menaik turunkan alisnya.
Zalina bergidik, "Udah sana!!" ujar Zalina sambil mendorong Sangga.
"Iya, Iya! Ngusir gue awas lo nanti kangen."
"Kenapa gue harus khawatir, orang rumah lo disebelah, gue tembus pakai pintu doraemon juga gak nyampe 3 detik." jawab Zalina sambil memeletkan lidahnya.
Sangga memasang wajah menggodanya, menyebalkan dimata Zalina. "Berarti lo gak nolak kalo gue bilang lo kangen sama gue?"
Zalina buru-buru memasang wajah galaknya. "Geer lo!"
"Cieee.." ejek Sangga sambil berjalan menuju kerumahnya, cowok itu masih menoleh kearah Zalina dengan wajah menyebalkannya.
"Oh iya Zal." Sangga mengintip dari tembok pembatas rumahnya dengan rumah Zalina.
"Apalagi?"
"Udah dua kali ya?"
Zalina hanya menatap Sangga bingung, gadis itu masih diam menunggu Sangga melanjutkan ucapannya. Seolah mengerti dengan ekspresi Zalina, Sangga langsung tersenyum.
"Sendoknya mau gue pinta tapi punya si Mbak. Gak apa-apa, botolnya mau gue simpan. Kapan lagi lo inisiatif minum air punya gue." ujar Sangga sambil tersenyum puas.
Seolah mengerti maksud dari ucapan Sangga, Zalina bergidik lalu berlari masuk kedalam rumah. Gadis itu langsung menutup pintu rumahnya.
Sedangkan Sangga yang melihat tingkah Zalina langsung tertawa. "Bocil-bocil."
Tertanda,
BLZLUNABogor, Jawa Barat.
Rabu, 08 November 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tanpa Ujung
Novela Juvenil(Follow, vote & komen jangan lupa ya) Aku pernah membaca sebuah buku, yang mengatakan "jika hidup janganlah bergantung pada rasa gengsi, karena gengsi bisa menghancurkan dirimu sendiri". Aku pikir, tulisan itu hanyalah sekedar tulisan. Tetapi aku me...