Setelah melewati hari-hari berat ujian sekolah, kini semuanya sudah selesai, hanya tinggal menunggu 1 setengah bulan lagi untuk merayakan kelulusan. Kelas 10 dan kelas 11 sedang ulangan, alhasil kelas 12 yang sudah selesai ujian diliburkan.
Sejak bangun tadi Zalina hanya berguling diatas kasurnya, dia sangat bosan. Gadis itu melirik kearah jam dinding berwarna biru, jam sudah menunjukan pukul 9 pagi tetapi gadis itu masih bingung karena libur seminggu dia sama sekali tidak ada aktifitas.
Dibawah sana Sangga sudah mengetuk pintu rumah Zalina sambil membawa sebuah mangkuk. "Zalinaa, woy kebo bangun lo!" teriaknya.
Zalina memutar matanya malas, gadis itu akhirnya mempunyai alasan untuk beranjak dari kasurnya dan turun untuk menemui si pembuat onar.
Zalina membuka pintunya dan mendapati Sangga yang tengah tersenyum lebar, laki-laki itu hanya menggunakan kaos berwarna navy dan celana boxer bergambar spiderman.
"Belum mandi ya lo!"
"Keliatan emang?" Sangga nyelonong masuk lalu meletakan mangkuk itu diatas meja.
"Iyalah! pantesan dari tadi gue susah tidur lagi karena nyium bau gak enak." kata Zalina sambil berjalan kearah sofa.
"Halah enak aja lo! itu mah lo nyium bau sendiri."
Zalina mendelik, gadis itu memperhatikan mangkuk yang dibawa Sangga. "Ini apa, Sang?"
Seperti capcay namun bukan capcay, isinya ada telur, bakso, sayur-sayuran, dan mie. Wanginya sangat menggoda hidung Zalina.
"Ini kata Bunda, namanya, saka."
Zalina mengerutkan keningnya. "Saka?"
"Sakajadina." kata Sangga sambil terkekeh.
"Anjir."
Bunda Sangga memang orang sunda, untung saja Zalina juga sunda jadi mengerti. Zalina mengambil sendok dan garpu di dapur lalu mulai mencoba makanan bernama saka itu.
"Ih enak banget! Bunda yang terbaik emang."
"Bunda gue tuh!"
"Bunda gue juga lah."
"Ya udah ayo nikah biar jadi Bunda bersama."
Zalina tersedak lalu memukul bahu Sangga. "Sembarangan aja lo, makannya cari pacar sana."
Sangga hanya tersenyum menanggapinya. "Udah ah gue mau mandi."
Zalina mengangguk, gadis itu sibuk memakan saka. Sedangkan Sangga langsung melenggang pergi dari sana.
-Kisah Tanpa Ujung-
Sudah menunjukan pukul 3 sore, Zalina akhirnya memutuskan untuk ke toko buku sendirian, gadis itu bahkan tidak bilang atau minta antar pada Sangga. Mungkin sekali-sekali dia harus me time.
Gadis itu memilih menggunakan angkutan umum, berjalan menyusuri komplek hingga kedepan jalan raya. Sepanjang jalan Zalina asik bersenandung, ternyata sangat tenang berjalan sendirian.
Sudah hampir 30 menit Zalina mengelilingi toko buku itu tetapi tidak ada satupun novel yang mencuri perhatiannya, akhirnya Zalina pergi dari toko buku itu.
Zalina memilih pergi untuk makan, toko buku itu memang masih berada di 1 Mall yang sama dengan tempat Zalina makan saat ini, setelah menemukan tempat duduk ia pun segera meminta pelayan ke mejanya untuk memesan makanan.
"Saya mau nasi goreng seafood nya satu, dimsum nya satu porsi, dan minumannya matcha latte ya." kata Zalina.
Pelayan itu mengucapkan kembali pesanan Zalina, setelah selesai Zalina hanya tinggal menunggu beberapa menit.
"Zalina?" sapa seseorang yang membuat Zalina menoleh.
"Hey, Zara!"
"Lo sendirian?" tanya Zara.
Zalina mengangguk. "Lo ngapain disini?"
Zara memberi kode dengan tatapannya agar Zalina melihat kearah yang dia tunjukan. Zalina melihat seragam yang dipakai Zara.
"Lo kerja disini?"
Zara tersenyum sambil mengangguk. "Iya, baru hari ini banget, Zal. Masih part time sih, tapi ya lumayan biar libur gue gak bosan-bosan amat."
Zalina mengangguk. "Semangat ya, lo keren banget."
Zara tertawa. "Thanks, Zal. Gue balik ke dapur dulu ya."
"Okey."
Tak lama setelah Zara pergi pesanan Zalina pun datang. Setelah selesai makan, Zalina segera membayar dan pergi dari restoran itu. Sepertinya ia akan pulang karena sekarang sudah pukul 5 sore.
Zalina merutuki dirinya yang sangat sok ini, ngide untuk memotong jalan agar lebih cepat menemukan angkutan ternyata malah menjauhkan diri dari keramaian, alhasil sekarang dia berada ditempat yang lumayan sepi.
Zalina melihat kearah langit yang mulai menggelap, ditambah awan mendung yang sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Gadis itu mencoba menelpon Sangga tetapi nomornya tidak aktif.
Memang harus bergantung kepada diri sendiri. Zalina berjalan diatas trotoar, hujan mulai turun, memang tidak besar tetapi jumlahnya cukup banyak hingga membuat baju Zalina sedikit basah.
Gadis itu melihat sebuah warung yang sudah tutup, disana ada motor yang posisinya terguling. Entah motor siapa, dia tidak memedulikan rasa takutnya yang penting dia harus berteduh.
Sibuk menghangatkan kedua tangannya, Zalina sedikit mendengar suara rintihan seseorang, apa suara si pemilik motor? jangan-jangan orang jahat? Zalina buru-buru mengambil ranting kayu yang ada dibawah dekat dedaunan disamping warung tersebut.
"Siapa lo?" katanya takut-takut, masalahnya dia belum melihat wujudnya, takutnya bukan manusia bagaimana?
Zalina terus berjalan kearah samping warung sebelah kiri dengan perlahan, tangannya sudah ancang-ancang untuk memukul orang kalau itu orang jahat.
Melihat sepasang kaki yang masih rapi dengan sepatu, Zalina segera melihatnya. Seorang laki-laki sedang menunduk sambil merintih kesakitan.
"Hey, lo gak apa-apa?"
Tidak menjawab, laki-laki itu hanya menunduk sambil memegangi dadanya, sudah tidak terdengar rintihannya lagi.
Zalina memberanikan dirinya untuk menghampiri laki-laki itu. "Lo gak apa-apa?"
Wajahnya menoleh sambil menatap Zalina yang sedang jongkok disampingnya. Zalina hampir terjatuh jika dia tidak bisa menyeimbangkan dirinya sendiri.
Sudut bibir yang berdarah, pipi yang lebam dengan warna merah keunguan membuat Zalina shock.
"L-Lo-" Zalina terbata melihat wajah orang yang ada dihadapannya.
"Punya air?" hanya 2 kata yang keluar dari mulut laki-laki itu.
Zalina segera memberikan air yang ada di tasnya, untungnya tadi dia selalu membawa air minum, cemilan, dan tisu.
"Thanks." ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tanpa Ujung
Teen Fiction(Follow, vote & komen jangan lupa ya) Aku pernah membaca sebuah buku, yang mengatakan "jika hidup janganlah bergantung pada rasa gengsi, karena gengsi bisa menghancurkan dirimu sendiri". Aku pikir, tulisan itu hanyalah sekedar tulisan. Tetapi aku me...