Sorak sorai dan gemuruh suara penonton tak terbendung. Ya, tim basket sekolahku memenangkan pertandingan pertama kami. Ini semua tak luput dari kerja keras tim yang luar biasa, dan pelatih yang... biasa saja.
"Itu yang saya inginkan dari kalian. Tetapi, ingat. Kalian jangan dulu berbangga hati. Pertarungan yang sebenarnya belum dimulai. Pertarungan dimulai bila kita sudah masuk delapan besar. Kalian mengerti kan?" nasehat Coach Irwan di ruang ganti.
"Siap mengerti!" seru kami serempak.
"Kalian harus tampil semaksimal mungkin hingga final. Karena mungkin ini akan menjadi pertandingan terakhir bagi saya." volume suara coach merendah.
"Apa? Maksudnya apa coach?"
"Coach mau kemana?"
"OMG coachhh jangan tinggalin kami!!"
Suasana ruang ganti menjadi ricuh. Aku diam saja karena sepertinya aku tahu alasan dia berkata begitu. Tetapi bukannya dia dan Mas Iky pergi 3 bulan lagi?
"Saya punya urusan lain yang nggak bisa saya tinggalkan. Mungkin kalian akan digantikan sementara entah oleh siapa, bagaimana kebijakan sekolah. Saya pasti balik lagi, tetapi saya tidak pasti akan melatih kalian lagi." jelasnya. Suasana ruang ganti pun menjadi sedih. Semua berebutan memeluk coach-apalagi yang ceweknya-. Aku pura-pura pergi ke toilet. Tidak ingin sekali aku memeluknya. Dimana mukaku mau ditaruh?
Coach Irwan itu sebenarnya asik banget. Asiknya itu kalau lagi nggak latihan, atau kalau nggak lagi kumpul tim. Tapi, tim kami nggak latihan baru beberapa kali dan tapinya lagi kalau lagi personal dia nggak asik sama aku. Beda banget dengan anak-anak lainnya. Dia suka bercanda, ngelawaknya juga cerdas, anak ITB sih jadi beda. Jadi menurutku, orang ini nggak ada asik-asiknya.
Aku pun keluar dari toilet dan memperbaiki penampilanku yang nggak banget karena keringat yang membanjiri sekujur tubuh indahku.
Sumpah jijik.
Tiba-tiba seseorang menghampiriku.
"Udah dandan aja kamu. Mau kemana?"
Si coach! Dasar jin! Nggak diundang!
"Ya nggak apa-apa dong. Nggak nyaman juga penampilan masih kayak gini." pertama kalinya aku berani berbicara seperti ini. Ah aku tidak peduli. Orang dia juga mau pergi.
"Kenapa kamu tadi nggak kaget?" yee mau banget dikagetin!
"Bukannya coach sama mas Iky ke Londonnya 3 bulan lagi?" pertanyaanku membuat raut wajahnya beda seketika. Pipinya sedikit memerah.
"Ah? Apa? Kok kamu tahu sih?" dia seperti salah tingkah. Aku ga ngerti sama tingkah laku dia. Entah bagian mana aku salah.
"Ya tahu lah coach. Masku itu nggak pernah nyembunyiin apa-apa. Tapi tujuan dia ke London sih di sembunyiin." jawabku sambil merapikan rambut. Coach Irwan menghembuskan napas lega.
"Emang mau ngapain sih coach?" tanyaku dengan wajah 'menggoda'. Muka dia kembali salting.
"Nggak ngapa-ngapain!" serunya.
"Lah biasa aja kali!" rengutku sambil melangkah keluar. Tapi tanganku ditahan olehnya. Ada apa ini?! Keringatku langsung mengalir deras. Detak jantungku seperti akan meledak. Entah bagaimana rasanya aku tak terkontrol. Dia menarik lenganku dan mendekatkan tubuhku ke arahnya. Entah apa yang akan om-om ini lakukan padaku, dan...
Dia mencuri ciuman pertamaku.
PLAKK!! Aku menamparnya keras karena dia telah berbuat senonoh terhadapku. Aku langsung berlari meninggalkan toilet beserta alat make up-ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distance Between Us
Teen FictionOrang yang aku cintai selama 2 tahun mungkin tidak akan selamanya bisa bersamaku. Apakah aku harus tetap mencintainya atau aku harus menikahi orang lain? Dia dan orang itu sama-sama memiliki 'jarak' denganku. Namun berbeda maknanya. Siapakah yang ha...