Part 4 → Between Us

114 8 0
                                    

Suasana hangat merambahi ruang keluarga. Di dalam ruangan 8 x 5 meter bercat krem muda dihiaskan lampu gantung dan foto keluarga. Ditambahkan juga 3 buah sofa empuk, meja kaca kecil, dan karpet beludru ungu. Di atas meja kaca kecil terdapat 3 toples berisi snack. 2 toples digenggam olehku dan Mas Rifky. Canda tawa tak hentinya kami buat. TV LCD 32 inch pun menambah suasana harmonis keluarga kami.

"Iky.." panggil papa.

"Iya pa?" tanya Mas Rifky yang tadinya sedang fokus menonton acara berita olahraga, begitu pula denganku.

"Coba matiin dulu tvnya." nada bicara papa terdengar serius. Mas Rifky pun menurut.

"Yah itu kan lagi ada berita liverpool paa." rengekku.

"Cuman berita kalah doang kok." ledek Mas Rifky. Ya. Aku tahu disitu berita Liverpool kalah dari pertandingan kemarin.

"Sebentar saja dil. Papa mau ngobrol serius sama Masmu." aku tidak menghiraukan. Aku sekarang fokus pada toples yang sedang ku genggam.

"Ada apa pa?" tanya Mas Rifky.

"Iky, kamu kan sudah mau tesis. Kamu juga udah kerja. Kamu nggak kepikiran untuk melanjutkan masa depanmu nak?" tanya papa.

"Maksud papa?" tanya Mas Rifky.

"Kamu kapan mau menikah?"

BUSET.

Pertanyaan horror itu.

Aku pura-pura biasa saja. Dalam hati aku ingin tertawa terbahak-bahak. Jelas saja, Mas Rifky terakhir pacaran kelas 11. Kesananya fokus belajar.

Mas Rifky itu orangnya dewasa sekali. Dari kedisiplinannya, tidak egois, penyayang, pekerja keras, rajin beribadah, penyabar, tahu mana yang benar dan yang salah, ganteng pula karena mau merawat diri.

Sebenarnya Mas Rifky itu banyak yang suka. Dia itu tipe cowok idaman banget. Dia pinter, tapi gaul. Makanya aku selalu membanggakan Masku di depan teman-temanku. Aku ingin seperti Mas Iky. Imam rumah tangga idaman.

"Iky selesain dulu tesis pa. Nanti kalau sudah beres sidang, insya Allah Iky cari calon istri pa. Sekarang yang perawan jarang." jawab Mas Rifky sambil melirikku.

"Maksud mas aku nggak perawan gitu?!!" semprotku.

"Mas nggak bilang gitu kok leh." Mas Rifky terkekeh.

"Eh tunggu, cari calon istri? CALON ISTRI?" aku mencoba mencerna kata-kata Mas Rifky.

"Iya lah. Mas sudah 25 tahun leh. Masa masih pacaran? Memangnya kamu."

"Tapi kan Mas waktu umur segini juga punya pacar!!" aku berusaha membela diri.

"Ssstttt kok jadi ribut begini? Udah ah dil kasihan masmu." lerai mama.

"Papa punya kenalan anak teman papa Ky. Dia itu baru lulus S1 jurusan kelautan UNPAD. Anaknya berhijab."

"Iky nggak mau dijodohin pa."

"Ya kalau begitu cari dari sekarang. Cari calon istri nggak gampang ky."

"Iky nggak bisa membagi 2 masalah ini pa. Iky fokus dulu tesis pa."

"Tapi kamu harus bisa menghadapi 2 masalah nanti, bahkan lebih. Kamu coba dari sekarang. Kalau kamu nggak mau cari, papa udah ada buat kamu. Dia baik kok."

"Tapi kan masalah ini papa yang buat. Sekali lagi iky nggak mau dijodohin pa kenapa sih papa?!!" Mas Rifky meninggalkan ruang keluarga. Suasana hangat pun berubah menjadi panas. Aku mengikuti Mas Rifky ke lantai 2.

"Mass tungguin Dilla aihhh ngebut banget sih." aku tergopoh-gopoh. Mas Rifky menoleh lalu menungguku dari atas. Setelah aku berhasil menyusulnya, kami pun menuju kamar Mas Rifky. Aku dan Mas Rifky sepakat untuk saling bercerita bila ada masalah.

Distance Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang