six: change of plan

1.3K 180 35
                                    

FREEN

"Akhir pekan yang panjang," Nam mengeluh. Dia selalu seperti itu.

Aku meliriknya sekilas dan kembali sibuk dengan camilanku. Aku suka buku ini. Tentang pria yang mengejar cintanya sampai ke London. Tapi, aku tak menyukai pria ini. Terlalu putus asa. Sejak tadi aku menanti-nanti kehadiran perempuan berpayung merah. Goldilocks. Omong-omong, jangan beri tahu Mâae. Ibuku tak pernah suka aku menghabiskan waktu di luar pelajaran.

"Freen! Katakan sesuatu." Kali ini Nam merengek.

"Apa?"

"Kamu tidak terpikir pergi berlibur? Kita punya akhir pekan yang panjang."

"Tidak." Aku sudah menjelaskannya, kan, tadi?

Nam mendengkus. "Tidak seru."

Aku hanya mengangkat alis dan larut dalam buku di tanganku. Masih ada waktu dua puluh menit sebelum jam istirahat berakhir. Sejak menyelesaikan makan lebih awal Noey dan Heng menghilang. Aku tak tahu ke mana mereka pergi. Di saat seperti ini berisiknya Heng ternyata diperlukan. Aku tidak suka menghadapi Nam yang bersedekap dan cemberut.

Namun, mau bagaimana lagi? Aku tak bisa melawan perintah Mâae.

"Kabar baik, kabar baik!" Heng tergopoh. Dia dan cengiran lebarnya duduk di sebelah Nam. "Becca dan Irin setuju. Yeay."

Becca? Mereka merencanakan sesuatu di belakangku?

Aku diam. Buku di tanganku tak lagi menarik. Aku melipat tangan di meja dan menunggu. Ketiga temanku tak menyadari. Mereka sibuk merayakan entah apa itu. Nam bertepuk tangan dengan wajah gembira, Noey tersenyum-senyum, dan Heng sibuk memamerkan air muka bangga. Pemuda itu menepuk dadanya. Dia bilang, kalau bukan karena dia misi ini tak akan berhasil.

Misi? Misi apa? Aku mau bertanya, tetapi urung menurunkan gengsiku.

"Sayang sekali Freen tak bisa ikut." Nam menoleh padaku. Aku ragu dia benar-benar sedih sekarang. "Tidak apa, Freen. Kami akan rutin mengirimimu kabar. Foto-foto kami sepanjang liburan. Kamu bisa tetap belajar tanpa kehilangan momen. Oke?"

Tunggu, mereka akan pergi bersama? Dengan Becca di dalamnya?!

Oh, astaga.



BECKY

"Aku tidak yakin Mom mengizinkan." Aku meremas-remas tanganku. Kali ini perasaanku dua kali lipat lebih ragu. Di sebelahku Irin merangkul pundakku. Tidak ada cemas di matanya dan wajahnya. Shit. Semestinya aku tidak mengiakan ajakan Phi Heng dan Phi Noey.

"Aku bersamamu, Bec. Kita lakukan bersama-sama."

Tadinya aku mau menolak. Mom tidak pernah memberi izin pergi ke pantai sendirian. Well, secara teknis aku tidak sendiri. Ada PiFin dan teman-temannya. Iya, PiFin. Gadis itu yang membuatku berubah pikiran. Aku membayangkan akhir pekan yang menyenangkan bersamanya. Melihatnya. Di dekatnya. Betapa membosankannya jika aku hanya di rumah dan menunggu Senin berikutnya.

"Kalau tidak?"

"Ya?"

"Kalau Mom tidak mengizinkan?"

Aku dan Irin berhenti di tengah-tengah ruangan. Ibuku di taman belakang. Sedang mengurus bunga-bunga kesayangannya. Aku memandang Irin lagi. Dia mulai panik sekarang.

"Tidak apa-apa. Kita akan membatalkannya," Irin menyahut mantap.

"Kita?" Tidak boleh. Irin harus tetap pergi. "Jangan. Phi Noey pasti kecewa."

Everything is EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang