FREEN
Freen. Itu sekalinya Becca memanggilku tanpa menyertakan phi.
Aksen Inggrisnya kental. Apalagi saat dia mengobrol bersama Richie, yang sebagian besar menggunakan bahasa Inggris. Ibu mereka boleh mengatakan Becca dan Richie ibarat anjing dan kucing, tetapi siapa pun bisa melihat betapa Richie menyayangi Becca begitu pun sebaliknya.
Di luar semua itu Nyonya Armstrong berhasil paling mengejutkan. Semua bayanganku tentang wanita itu, ibu Becca, musnah. Nyonya Armstrong terlalu sederhana dan rendah hati. Orang-orang tidak akan mengira dia istri seorang konglomerat Barat. Hanya kemeja hitam dan celana jeans. Rambut dikucir rendah dan berkacamata. Mom. Dan, itu. Aku diperbolehkan memanggilnya selayaknya ibuku sendiri.
Tsk, ya, ampun, bagaimana bisa aku melupakannya?! Mâae memintaku membawakan sesuatu untuk keluarga Armstrong dan aku malah meninggalkannya di mobil. Semoga Khun Anom belum jauh.
"Umh, maaf?" Seisi meja serentak menoleh ke arahku.
"Kenapa, PiFin?" Becca bertanya.
"Ada sesuatu yang tertinggal di mobil. Boleh saya ke bawah sebentar?"
"Mau aku temani, Babe?"
Aku meringis. Lebih baik phi, Bec. "Tidak apa, saya sendiri saja."
Sedikit terburu-buru aku beringsut berdiri dan membungkuk sopan. Lebih cepat lebih baik sebelum keluarga Becca menyadari rona merah di pipiku. Selagi melangkah aku menghubungi Khun Anom. Tidak diangkat. Ke mana perginya dia? Tidak lucu, kan, aku kembali tanpa membawa apa-apa.
"Khun Freen?" panggilan itu melegakan. Khun Anom menungguku di pintu depan Le Normandie. Dia tidak sendiri. Ada buket tulip putih dalam dekapannya. "Tertinggal di jok belakang, Khun," beri tahunya.
"Khob khun maak na kha." Setidaknya pertolongan Khun Anom mempersingkat waktu. Aku mengamati bunga cantik di tanganku. Mâae hanya berpesan aku tak boleh datang dengan tangan kosong. Sewaktu melintasi toko bunga aku teringat cerita Becca. Kurasa ini tepat diberikan sebagai ucapan terima kasih.
Aku menyeberangi ruangan. Tiga orang di meja praktis menoleh saat aku mendekat. "Becca bilang Mom menyukai bunga. Saya minta maaf hanya membawa ini dan semoga Mom suka." Aku tersenyum dan menyerahkan tulip putihku pada ibu Becca. Mom menyambutnya dengan senyum semringah.
Tulip putih[29] bukan tanpa alasan. Aku pernah membacanya. Bunga satu ini kerap disuguhkan di meja pertemuan, wujud dari penghormatan kepada tamu agung. Begitu pun kehadiranku hari ini. Aku ingin menunjukkan kesucian dan kerendahan hati serta ungkapan terima kasih kepada Becca dan keluarganya. Ini yang pertama sekaligus menjadi pengalaman terbaikku.
"Manis sekali, Freen. Becky saja tidak pernah melakukannya."
Aku tersanjung, tetapi tidak dengan gadis di hadapanku. Bayi lucu itu memutar mata mendengar pujian ibunya. Aku ingin duduk di dekatnya dan memecah gelembung di pipinya. Yang dapat kulakukan hanyalah tertawa kecil. Keluarga Armstrong menyenangkan, sungguh.
"Seseorang sepertinya harus mengingatkan bahwa aku adalah putri tunggal di keluarga ini," sindir Becca.
Aku menunggu. Bola bergulir ke arah Mom. "Sepertinya tidak lagi," sahut Mom ringan.
"Ya, Armstrong telah menemukan putri pertama. Kamu bukan lagi tunggal, Becky. Hanya bungsu," Richie menimbrung. "Maaf. Tapi ..., yah." Pemuda berkemeja biru pupus itu mengedikkan bahu tak acuh.
Becca bersedekap. Bibirnya menarik garis lurus, yang perlahan-lahan menekuk ke bawah. Aku menahan tawa. Ibu dan kakaknya kompak mengerjainya. Di hadapanku ini sepertinya Rebecca Armstrong versi dua tahun dan bukannya lima belas tahun. Aku merapatkan gigi, membekap kegemasanku.
![](https://img.wattpad.com/cover/355598254-288-k784650.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything is Enough
Fiksi PenggemarEverything we know between us is enough. [14/11] #54 bestfriend out of 20,1k stories [08/11] #52 highschool out of 34,6k stories [24/08] #14 freensarocha out of 242 stories [23/11] #6 romancestory out of 2,6k stories [16/11] #76 relationship out of...